002
Di ruang kosong yang bertepatan di sebelah ruang baca, terlihat tubuh mungil bergerak mengikuti sebuah tepukan tangan yang memiliki nada berbeda. Gerakan yang indah namun kaku itu menandakan latihan yang masih harus ia lakukan.
"Nona, gerakan anda masih kaku, namun itu sudah lebih baik dari sebelumnya," Ucap sang pelatih dengan seulas senyum lembut di wajahnya
"Biarkan aku berlatih lagi, ini masih belum cukup," Ucap "nona" yang masih belum puas dengan hasil gerakannya tadi.
"Nona beristirahatlah dulu, terlalu memaksakannya akan memperburuk," Ucap sang pelatih mengingatkan.
Sejak awal latihan tadi "nona" sama sekali tidak berhenti barang sedetik pun. Setiap melakukan kesalahan, ia akan langsung mengulangnya dari awal. Tidak peduli bagaimana tubuhnya bereaksi.
"Baiklah, sebentar saja,"
"Nona" duduk di salah satu kursi yang ada di ruangan itu. Ruangan ini memang tidak memiliki banyak perabotan di dalamnya. Dengan luas ruangannya, itu hanya diisi oleh 1 pasang kursi dengan 1 meja bundar.
Ruangan yang biasanya di gunakan untuk latihan fisik seperti ini memang tidak memerlukan banyak perabotan apapun.
Sang butler itu menuangkan teh untuk "nona" yang baru saja duduk. Ia pun mengambil teh tersebut untuk menghilangkan dahaganya yang sedari tadi ia tahan.
Hanya butuh 2 menit saja untuk beristirahat duduk seperti ini. Ia harus melanjutkan latihannya. Jika ia tidak bisa menyelesaikan latihan tahap ini, ia tidak akan pernah bisa melangkah ke tempat "itu".
"Lanjutkan lagi latihannya," Ucap "nona" yang dibalas anggukan oleh sang pelatih.
---
Setelah mengganti pakaiannya yang di bantu oleh Anzu, ia kembali ke ruang baca yang katanya sudah ada tamu yang menunggunya. Sesuai dengan jadwal hari ini, ia akan melakukan pertemuan dengan seseorang setelah jam makan siang berakhir.
Pintu dibukakan oleh Anzu. Disofa yang menjadi tempat ia biasa melakukan diskusi. Sudah ada seorang pria paruh baya yang duduk menatapnya dengan ekspresi datar.
"Selamat datang di kediaman (last name), maaf atas keterlambatan saya menyambut anda," Ucap sang "nona" dengan membuat pose hormat ala para bangsawan.
"Tidak perlu sesungkan itu nona (name) (last name)," Ucap pria itu.
Sang "nona" Yang dipanggil (name) (last name) itu mengulum senyum di wajahnya. Ia berjalan anggun menuju tempat duduknya di sofa tersebut.
Sang butler masuk ke dalam ruangan tersebut dengan nampan dorong yang ia bawa bersamanya. Dengan gerakan profesionalnya ia menyajikan teh dan potongan kue untuk kedua orang itu.
"Jadi bagaimana dengan semua yang saya minta pada anda?" Tanya pria tersebut.
(Name) memainkan sendok kecil pada cangkir tehnya. Memperhatikan pantulan wajahnya di atas cairan berwarna coklat cerah itu.
"Sesuai permintaan anda tuan, tapi saya juga harus memastikan sesuatu untuk sekarang, semua detailnya akan saya berikan nanti," Ucap (name).
"Terima kasih nona, saya permisi ke belakang sebentar,"
"Biarkan saya mengantar anda," Ucap sang butler pribadi (name). Pria itu hanya mengangguk.
Kedua orang itu lenyap dari balik pintu kayu tersebut. (Name) memasukan sesuap kecil kue yang sudah disiapkan itu.
"Harusnya lebih banyak krimnya," Gumam (name)
---
"Dia hanyalah bocah, beraninya begitu angkuh,"
Dari balik ruang telpon yang kecil itu terdengar suara gerutu seorang pria. Meski samar-samar, namun dengan lorong yang begitu sepi ini, tentu saja akan terdengar cukup jelas.
"Dia sudah membuatku menunggu lama, sekarang ia menunda permintaan yang kita ajukan padanya,"
Wajah pria itu sangat jelas menunjukan kemarahan. Berbeda ketika sedang berada di hadapan sang pemilik rumah. Ramah dan penuh formalitas.
"Kenapa tidak ucapkan itu padanya secara langsung?"
"Siapa disa-"
TAK
Suara jentikan jari itu memadamkan cahaya lentera hingga tak menyisakan sebercak cahaya apapun di tempat itu.
Padahal hari masih siang. Tapi semua seperti tidak ada habisnya. Bahkan kehangatan matahari masih juga tidak bisa membungkam mulut para anjing.
―――― Midnight Butler ――――
𝕿𝖔 𝖇𝖊 𝖈𝖔𝖓𝖙𝖎𝖓𝖚𝖊𝖉
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro