Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Chapter XXVII

Moonlight

Xiao Hua ingin membiarkannya pergi. Namun sebagian dari dirinya tidak bisa melakukannya. Kemarahan menguasainya terlalu tiba-tiba, terlalu kuat. Dia tidak bisa melepaskannya. Dia ingin membunuh pria hitam ini, menghancurkannya.

"Xi-ao Hua ... "

Tangan dan kaki Hei Yanjing menggeliat dalam antisipasi. Di tepi lukisan pentagram, Jiasha masih merapal mantra dengan tabah, suaranya nyaris hilang, dan ia yakin ia akan jatuh pingsan tidak lama lagi.

Menjelang puncak ritual, di mana himne berubah menjadi mirip tangisan, kotak kuno dybbuk mulai bergerak, bergeser dari tempatnya, mengeluarkan gemeretak samar saat tutupnya perlahan terbuka sedikit demi sedikit, mengeluarkan pusaran energi yang menghisap kepulan asap keabuan yang menyebar dari tubuh Xiao Hua. Kali ini Jiasha benar-benar ketakutan. Mendelik ngeri ke arah kotak kuno itu, saat asap mulai tersedot ke dalamnya.

Ini berhasil!

Hei Yanjing menyeringai di sela rasa sesak yang siap meledakkan dadanya.

Ritual ini akan segera berakhir. Demi leluhur, tolong bebaskan Xiao Hua dari roh vampir sialan ini ...

Energi gelap yang terhisap oleh kotak suci dybbuk sedikit demi sedikit melepaskan cengkeramannya pada jiwa murni Xiao Hua. Perlahan dia mulai merangkak menggapai setitik cahaya dalam ruang hampa gelap tempatnya berada. Dia belum pernah melihat warna seperti itu, cahaya seperti itu, dia belum pernah mendengar himne murni yang dia dengar sekarang. Tidak ada kata-kata untuk menggambarkan hal ini, itu melampaui bahasa apa pun yang pernah dia ketahui. Dan kali ini tidak ada yang bisa membawanya kembali tercebur ke dalam kegelapan. Lalu suara itu, suara pria hitam yang memanggilnya dengan nada akrab. Ada kilas balik, kenangan singkat pergi bersamanya ke suatu tempat. Dia ingat laut, rasanya hangat, dan garis langit yang mengabur di kejauhan. Xiao Hua mengerang, menatap lurus pada kacamata hitam, dan bola matanya berubah warna, dari merah ganas menjadi keabuan. Hei Yanjing tahu waktunya telah tiba.

Ekzortsizamus immundus omnis spiritus satanika omnis potestas omnis inkursio infernalizadversarii, omnis legio ....

Pusaran energi dari kotak suci kini menghempaskan tubuh Xiao Hua, melesat dan membentur dinding. Ada retakan yang tercipta di permukaannya yang telah lapuk. Xiao Hua mengeluarkan geraman lagi, lantas menyerbu ke arah Hei Yanjing, tapi kemudian satu kekuatan tak terlihat menahannya. Dia mundur, menggeliat, kalah dalam pergulatan energinya melawan kekuatan kuno yang lebih besar dan lebih murni, yang berpusar dalam kotak suci. Tubuhnya perlahan terangkat, mengapung di udara persis gambaran mayat penyihir di masa lampau yang digantung di udara terbuka. Kepulan asap kini berwarna kehitaman, terpusat di dada, perut, lantas mengalir melalui kaki. Kali ini bukan lagi geram kemarahan, apa yang terlepas dari tenggorokannya adalah lolongan kesakitan yang hebat, dan juga tangis penuh kebencian.

Seperti jaring laba-laba tipis dan rapuh, asap hitam menyebar, lantas terpusat pada satu titik, meliuk, meregang dan terhisap seluruhnya oleh pusaran energi. Hei Yanjing sangat yakin bahwa tak lama setelah proses itu, tubuh Xiao Hua akan terhempas ke lantai. Maka ia menyerbu ke arahnya sebelum hal itu terjadi. Namun ada satu pergerakan yang luput dari kewaspadaannya, bertepatan dengan lengkingan mirip Banshee yang mengiringi lenyapnya sang roh jahat, suara derap langkah berlari datang dari arah depan sinagoga, satu tendangan membuka pintunya dengan paksa, dan empat orang anggota pemburu menyerbu masuk hanya untuk menyaksikan bagaimana sosok Xiao Hua yang menyisakan asap meluncur jatuh ke arah Hei Yanjing.

"Kita menemukannya!" Satu suara berteriak di tengah desisan angin yang mulai mereda.

"Dia akan membunuh Ketua!"

Satu dari mereka mengeluarkan pistol pelebur jiwa, dalam satu kerjapan mata, peluru perak melesat di kesuraman dalam ruangan.

Hei Yanjing menyadari kegentingan ini, tapi saat ia meraung serak, semuanya sudah terlambat.

"Jangan tembak!"

Peluru menembus dada kanan Xiao Hua. Suara tembakannya begitu keras hingga telinga semua orang yang ada di sana berdenging untuk sesaat.

Tubuh Xiao Hua yang kini telah bebas dari roh ratu vampir terhempas ke lantai dingin. Di saat yang sama, kotak suci dybbuk tertutup rapat dengan hentakan yang keras. Mengunci dan meredam apa yang seharusnya terkubur dalam kegelapan.

*****

Selama bertahun-tahun sepertinya ia berbaring terikat menyaksikan api membakar dirinya sendiri menjadi kayu hangus. Itu adalah kesan peristiwa ratusan tahun lalu yang tak pernah dia lupakan.

Kini, api penyucian telah membakar dan menyeret jiwanya yang compang-camping, menguncinya di dalam kotak kuno penyegelan roh.

Roh jahat telah kembali ke tempatnya, di relung paling gelap dan terkutuk.

Lambat laun Xiao Hua mulai merasakan diri sendiri. Ruangan telah dingin. Udara beku bergerak melalui jendela yang terbuka. Dia mengerang lagi. Suaranya sendiri bergema di telinganya sampai ia merasa tidak tahan. Rasa sakit di beberapa bagian tubuh serta peluru yang menembus dada melahirkan kesengsaraan yang baru.

Dia berjuang untuk mengucapkan sepatah dua patah kata di ujung napasnya, memohon pengampunan, meskipun pengampunan untuk kejahatan yang telah dia lakukan tanpa sadar. Dia berdoa kepada dewa, kepada roh-roh suci, menggumamkannya berulang kali sampai menjadi nyanyian yang tidak masuk akal. Air mata mengalir bersama darah, dan mereka meninggalkan noda di wajahnya.

"Xiao Hua ... "

Membungkuk di atasnya---adalah Hei Yanjing. Dengan ekspresi yang baru kali ini ia tunjukkan sepanjang kebersamaan mereka. Apakah itu raut kesedihan, ketakutan, ataukah putus asa. Entahlah. Seandainya saja dia bisa melihat langsung ke dalam bola matanya, menelisik jauh ke dalam jurang emosi yang selama ini terselubung kabut gelap.

"Bertahanlah. Demi sialan, kau harus tetap hidup!"

Berbaring telentang dengan kepala di dada Hei Yanjing dan tubuh di atas lantai batu, Xiao Hua tidak lagi menggumamkan doa, tetapi permohonan yang tidak jelas yang ia ucapkan dengan keinginan murni, hati yang suci, semua harapan dan rasa yang mungkin ada atau tidak ada, atau tidak dia sadari dan dia kenali dengan nama apa pun.

Untuk beberapa saat, matanya terpejam rapat, lelah dan sakit. Dan itu mengirimkan ketakutan yang luar biasa pada Hei Yanjing.

"Jangan tinggalkan aku sendirian di sini. Jangan tinggalkan aku. Jangan pergi ke neraka. Itu tempat para vampir, penyihir, dan jiwa yang terkutuk. Jangan biarkan aku jatuh lebih jauh dari yang sudah kau jatuhkan malam ini. Jangan biarkan itu terjadi. Xiao Hua ... bangun."

Akhirnya Xiao Hua membuka mata lagi, berjuang melawan sakit, pusing dan gila, tapi kemudian merasa sebentar lagi nyawanya akan melayang. Dalam imajinasinya, ia melihat kobaran api dan menceburkan diri ke dalamnya.

Tetapi mendengar permohonan putus asa dari pria di sisinya, bahkan ketika ia merasa layak mendapat hukuman, membayangkan penderitaan ini, ia tahu bahwa ia tidak ingin berpisah dari Hei Yanjing dengan cara yang teramat mengenaskan.

"Hei Ye, bagaimana ... kalau aku mati malam ini?" akhirnya ia berhenti menggumamkan doa dan mengakhiri kata-kata suci dengan kalimat omong kosong.

"Aku akan mengejarmu ke neraka, meludahi wajah penguasa kegelapan, dan menarikmu kembali ke dunia."

Kata-kata Hei Yanjing selalu terdengar keren dan juga terdengar seperti lelucon di saat bersamaan. Jika dia mengucapkan kata-kata ini sebelumnya, mungkin Xiao Hua akan menyeringai sinis seperti biasa. Namun saat ini, ia hanya tersenyum tipis dengan bibir pucat pasi dan lelehan darah di sudut mulutnya.

Ucapan pria hitam itu memberinya harapan dan kekuatan. Lagi pula, mengapa ia harus pergi ke neraka? Dia tidak ingin berada di sana, bahkan untuk sesaat.

Ketenangan yang ganjil merayap perlahan di tubuhnya. Pandangannya menggelap, penuh dengan kepahitan.

Semua rasa sakit yang familiar memudar dari tubuhnya, saat kesadaran mulai menghilang. Sisa kehangatan yang berasal dari pelukan si pria hitam terasa seperti kapas lembut yang menyelimutinya.

Setiap perubahan di udara yang bergerak membelai. Dan di luar suara lonceng berdentang di bawah cahaya redup bulan purnama, menandai berlalunya waktu fana. Itu serupa musik yang paling murni, dan Xiao Hua tertegun, mulutnya terbuka, saat menatap kabut tebal menjangkau dan menelannya ke dalam kegelapan.

"Xiao Hua! Xiao Hua! Tidak!"

Hei Yanjing menggeram putus asa dan marah pada diri sendiri. Jika dia adalah orang terkutuk, maka biarkan roh jahat itu datang padanya.
Mengapa harus Xiao Hua yang ditakdirkan untuk menderita. Dia ingin menghajar mahluk atau entitas apa pun yang ingin mengambil Xiao Hua darinya. Dia ingin mendatangi lagi ratu vampir, mencabik-cabiknya, juga melenyapkan si pemburu sialan yang menembakkan peluru perak padanya.

Di dadanya, ia mulai merasakan nyeri baru, sangat panas dan liar. Bergerak melalui pembuluh darah, mengencang di sekitar kepala, dan kemudian sepertinya berkumpul di jantung. Hei Yanjing menguatkan pelukannya, menyadari bahwa ia sangat takut akan rasa sakit ini. Sakit atas kehilangan seseorang yang dekat di hati.

Situasi cukup tegang dan membingungkan. Pemburu yang baru saja beraksi tidak bergerak di tempatnya, demikian pula anggota yang lain. Mereka hanya mengawasi saat Hei Yanjing menempatkan Xiao Hua di punggungnya untuk kemudian membawanya keluar dari kekacauan ini. Dia ingin murka pada mereka tapi tak ada waktu untuk perdebatan kosong, di sisi lain, ia tak bisa menyalahkan. Siapa pun pelakunya, dia mengira dengan melakukan itu akan menjadi momen penyelamatan bagi dirinya, sang ketua yang melarikan diri. Bergegas secepat mungkin, Hei Yanjing melewati sosok-sosok yang terdiam, menembus kegelapan. Kemudian pintu sinagoga terbuka, dan bulan menyinari halaman ditumbuhi rumput liar. Pemandangan yang dingin dan sepi, berkilau dalam nuansa gelapnya. Jika ini adalah gerbang hidup dan mati, maka ia akan membawa Xiao Hua melewatinya. Hei Yanjing tidak akan mudah melupakan momen dan tempat ini. Desa Savanne dan sungainya. Dengan udara sejuk yang lembut dan bulan purnama kemerahan yang mengalirkan misteri.

Jiasha yang tak kalah kacau dan berantakan bergabung dengannya, meringis kesakitan, tidak bisa memfungsikan otaknya dengan benar. Bayangan mengerikan Xiao Hua yang kerasukan masih tergambar jelas di ingatan. Tapi sekarang dia sudah kembali menjadi manusia normal dan tengah sekarat. Mereka harus melakukan sesuatu. Kotak suci Dybbuk berada dalam pelukannya. Tidak tahu apa yang harus dilakukan lebih dulu, ia menoleh pada Hei Yanjing dan bertanya, "Apa yang harus kita lakukan dengan ini?"

"Buang itu ke laut, terserah bagaimana caramu. Aku harus menyelamatkan Xiao Hua sekarang juga. Dia sekarat."

Untuk sesaat Jiasha tidak bisa mengatakan apa-apa. Hanya menatap tercengang pada wajah kaku Hei Yanjing, berharap dia salah dengar. Kotak kuno ini menyegel roh jahat, dan pria aneh di depannya mengatakan bahwa ia harus membuangnya sendirian, itu pun dengan cara yang sederhana seolah-olah itu hal yang mudah. Awalnya Jiasha merasa bingung, kemudian rasa takut datang, semakin dalam, ketakutan yang diilhami oleh peristiwa yang baru saja dia alami. "Jangan biarkan aku melakukannya sendiri," bisiknya tiba-tiba.

"Kau harus melakukannya! Cepat!"

Aaah, sial ...!

Keduanya melesat keluar dari area gelap, diintai oleh mata jahat kawanan gagak yang berkilauan. Di angkasa malam, purnama masih berpendar pucat kemerahan, dan serpihan tipis awan keabuan sesekali melintas, menyembunyikan kilasan dewa.

[Tbc]

***Mauritian Moonrise***
By Shenshen_88

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro