Chapter X
Aku mungkin menjalani kehidupan abadi, bukan sebagai manusia tetapi sebagai pemburu vampir. Aku akan dengan senang hati membakar tubuh mereka hidup-hidup dan menjadikannya api besar untuk menerangi kegelapan malamku.
***
Chopard Mille Miglia klasik Raticosa
Hei Yanjing berjalan menyusuri lorong-lorong sempit di kawasan Vacoast Street, mondar-mandir di antara kerumunan orang yang berbisik. Dia tenang dan serius, seperti biasa.
Saat dia berjalan menyusuri jalan utama ditemukannya mayat kering itu, kerah tinggi mantel hitamnya menutupi leher dan membingkai wajahnya, orang-orang membuka jalan untuknya seolah tanpa sadar.
Dengan sudut mata jelinya, Hei Yanjing menangkap kilau samar di antara kerikil dan tanah. Tergeletak di dekat tong sampah pinggir jalan, dia melihat benda itu. Hei Yanjing berjongkok, mengulurkan tangan untuk mengambilnya. Mengamati benda itu di depan puluhan pasang mata akan mendatangkan banyak pertanyaan. Jadi ia segera memasukkannya ke dalam saku mantel dan berdiri tegak, kembali berjalan santai seolah tidak terjadi apa-apa. Kesibukan kian meningkat saat ambulan dan paramedis tiba di lokasi kejadian untuk membawa jasad korban ke rumah sakit. Mereka memasukkan jasad pria malang itu ke kantong mayat dan mengusungnya ke dalam ambulan. Lebih banyak lagi kilatan kamera dan riuh pertanyaan dari para wartawan. Hei Yanjing terus berjalan pergi, tidak menoleh sedikit pun. Dia tidak tertarik.
*****
Xiao Hua berusaha menjernihkan pikiran dan mengembalikan semangatnya dengan berdiri lama di bawah pancuran air hangat, berselimut kabut asap tipis dan aromatherapy yang menenangkan, dia memejamkan mata untuk waktu lama sementara air mengguyur rambutnya, mengaliri setiap lekuk wajah dan tubuhnya. Dia berusaha melupakan semua bayangan itu, menyalahkan minuman yang telah membuatnya nyaris mabuk semalam. Mungkin toleransi tubuhnya terhadap alkohol semakin payah. Yah, mungkin itu masalahnya hingga dia dihinggapi ilusi. Seharusnya tak ada masalah. Hari ini akan menjadi hari yang normal seperti biasanya. Dia akan pergi bekerja, pulang, dan beristirahat. Anggap saja tidak ada apa-apa. Karena memang tidak ada apa-apa. Semua akan segera berlalu.
Satu tangannya perlahan terangkat, menyentuh area leher yang halus dan pucat.
Tetapi, ke mana hilangnya kalung itu? Kalung indah hadiah dari Hei Ye.
Tanpa bisa dielakkan, perasaan kehilangan dan juga rasa bersalah kembali mencengkeram hatinya.
Setelah selesai, Xiao Hua berpakaian dengan cepat dan menyeduh kopi instan sendiri. Tak ada selera untuk sarapan. Sejujurnya, ia merasakan tubuhnya terasa penuh energi dan bugar walaupun ia belum makan. Dia mencoba untuk berpikir apakah suplemen yang ia konsumsi memang semanjur ini. Sekali lagi di depan cermin, ia menatap bayangan wajahnya. Tampan, segar, dan lebih bersih tentunya. Bahkan seluruh inderanya terasa lebih tajam dan berfungsi dua kali lipat lebih baik. Mungkin ia tidak perlu mengenakan kacamata lagi.
Sentuhan terakhir adalah parfum beraroma laut yang segar. Dia mencari jam tangan favoritnya, tetapi tidak menemukannya. Akhirnya ia memutuskan memakai jam tangan yang lain. Kemudian ia menuju meja makan dan meneguk kopi perlahan-lahan. Saat itulah, bel pintu berbunyi.
Suasana hatinya yang mulai membaik seketika meredup waktu melihat siapa yang berdiri di depan pintu.
"Hei Ye?" gumamnya dengan ekspresi kosong.
Pria tampan itu menjulang hitam dan mengancam. Garis bibirnya yang tipis terlihat menegang. Karena lensa hitam menutupi cahaya dan beragam emosi di matanya, Xiao Hua tidak bisa menduga apa yang sedang dipikirkan Hei Yanjing, tetapi jelas sekali ekspresinya kaku dan mengeras.
Tanpa berkata-kata, Hei Yanjing melangkah masuk kemudian menutup pintu di belakangnya.
"Bicaranya nanti saja. Aku akan pergi bekerja," kata Xiao Hua, mundur selangkah. Aura dingin pria itu terasa lebih kuat dan mengancam pagi ini. Entah apa yang akan terjadi.
Hei Yanjing masih tidak berbicara. Dia berbalik dengan cepat, meraih bahu Xiao Hua, dan seperti sebelumnya yang pernah dia lakukan, mendorong dan menekan tubuh pemuda itu ke dinding.
"Apa kau ingat yang telah kau lakukan semalam?" Ia mendesis di depan hidung Xiao Hua.
"Se-semalam?" Pemuda itu tergagap.
"Ya."
Xiao Hua mendongak ke wajah tegas itu, kesulitan mengingat apalagi mengungkapkannya. Bayangan mayat pucat kebiruan, aroma darah, kemudian banyak cahaya dan suara tumpang tindih. Lalu perasaan bahwa ia melayang di awan. Xiao Hua menahan napas, merasa mual dan nyaris muntah.
"Aku tidak tahu," dia menjawab parau seraya memberontak dalam kungkungan pria itu. Mencoba melepaskan diri untuk menumpahkan sesuatu dalam perutnya yang melesat naik ke tenggorokan. Tetapi dia tidak berhasil mendorong Hei Yanjing. Dia masih tegak di hadapannya, menembakkan tatapan yang membuat Xiao Hua merinding. Wajahnya perlahan mendekat dan semakin mendekat.
"Coba kau ingat-ingat lagi," bisiknya.
"Entahlah."
"Kau turun ke jalanan, bukan? Apa kau sadar telah melakukannya?"
Xiao Hua tidak berkutik, hanya menatap nanar. Salah satu tangan Hei Yanjing bergerak ke saku mantel, mengambil sesuatu. Diangkatnya benda itu tepat di depan mata Xiao Hua yang membelalak.
"Chopard Mille Miglia klasik Raticosa. Limited edition," dia mengeja kata demi kata, menekankan artinya.
"Ini milikmu. Aku menemukannya di Vacoast street, lokasi pembunuhan yang terjadi semalam. Kau ingat sekarang bagaimana jam tanganmu bisa berada di sana?"
Kepala Xiao Hua terasa berputar. Sulit memikirkan apa pun. Dia ingat kini mengapa tidak menemukan jam tangannya. Ternyata benda itu terjatuh tanpa dia sadari.
"Biarkan aku berpikir," Xiao Hua akhirnya mampu untuk menggeram, disambarnya jam tangan itu dari tangan Hei Yanjing tapi tidak berhasil merebutnya. Bahkan dirasakannya energi pria ini semakin kuat.
"Mengapa?" gumam Hei Yanjing, suaranya kian berat.
"Mengapa apanya?"
Hei Yanjing menggeser kakinya, kian merapat. Satu tangannya bergerak meraih kerah kemeja Xiao Hua, dengan cara yang cukup kasar menyingkap bagian leher dan dadanya.
"Apa yang kau lakukan?" protes Xiao Hua, memberi pria itu tatapan galak.
"Di mana kalungnya?" Hei Yanjing menyelidik.
Xiao Hua memindai ingatannya dengan putus asa.
"Aku tidak tahu. Itu menghilang begitu saja."
"Mustahil. Kau melepaskannya?"
"Tidak. Tidak pernah." Tubuhnya lemas, bersandar ke dinding, menatap frustasi pada Hei Yanjing.
"Aku pernah mengatakan-"
"Untuk tidak melepaskan kalung itu," Xiao Hua menyambung cepat. "Aku ingat dengan sangat baik."
"Lantas bagaimana benda itu bisa raib? Kau tidak tahu bahwa itu ... "
Hei Yanjing memutus ucapannya, lantas mundur, membiarkan Xiao Hua bernafas lega. Dia tidak akan menjelaskan apa pun sekarang, Xiao Hua mungkin tidak mengerti. Untuk beberapa waktu ia berdiri membeku sambil melemparkan jam tangan milik Xiao Hua ke sofa.
"Hei Ye, jelaskan padaku kenapa sikapmu pagi ini begitu dramatis?" Xiao Hua bergerak dari dinding, mendekati pria hitam yang kini berbalik membelakanginya.
"Sebelum itu kau harus menjelaskan bagaimana jam tanganmu bisa berada di lokasi! Beruntung aku menemukannya lebih dulu. Jika tidak, polisi akan segera menangkapmu!"
"Mereka tidak bisa melakukan itu. Aku tidak bersalah." Sampai titik itu, ucapan Xiao Hua dipenuhi keraguan, dia terjajar selangkah ke belakang. Visi mengerikan kembali berkelebat di matanya.
"Kau yakin?" Hei Yanjing menatapnya.
"A-aku ... "
"Pikirkan dengan keras, dan temukan kembali kalung itu sebelum terjadi sesuatu yang lebih buruk lagi."
Xiao Hua menarik napas dalam-dalam untuk ke sekian kalinya sebelum Hei Yanjing bergerak menuju pintu dan melangkah keluar.
"Hei Ye, dengar ... !"
Pintu ditutup dengan keras, dan dunia Xiao Hua perlahan berubah menjadi gelap. Dia terduduk lemas di sofa, kehilangan semua gairah dan semangatnya.
Aku telah membunuh seseorang.
Ya, aku pasti telah melakukannya tanpa sadar ...
*****
Batulage, Souillac
Tepat saat bulan yang dilapisi kabut berlayar di atas bukit di sisi utara pelabuhan kuno Batulage, Lao Wei dan beberapa anggota tim pemburu lainnya duduk di barisan bangku dalam sebuah bangunan gereja tua. Bangunan yang sebelumnya pernah menjadi lokasi pembunuhan salah satu mahluk penghisap darah. Pria paruh baya itu duduk di bangku paling depan, sementara pria-pria lain dalam setelan hitam duduk menyebar, saling berjauhan.
Suasana dalam ruangan tegang, keheningan terasa berat, dan tidak kalah muram adalah para penghuninya, sosok-sosok hitam ramping yang tersebar dan bayangan mereka memantul di dinding maupun di sekitar lilin yang diletakkan di atas altar.
"Apa yang harus kita lakukan sekarang?" salah satu anggota bertanya.
"Kita akan menunggu ketua tiba," jawab Lao Wei sambil memejamkan mata.
"Berapa lama lagi?"
"Aku yakin tidak akan lama." Lao Wei membuka matanya, lantas meneruskan, "Lagipula, jarum kompas ajaib kita tidak menunjukkan pergerakan."
Hembusan angin kencang menampar daun pintu, dan ada derap samar diiringi deritan. Mereka menyadari bahwa mereka tidak sendirian di bangunan tua terbengkalai ini. Walaupun ada kedahsyatan dalam suara-suara itu, mereka yakin bahwa siapa pun di luar sana, bukanlah para vampir yang bisa dijangkau oleh petunjuk kompas ajaib.
"Ketua telah tiba." Lao Wei menatap lurus ke depan, pada nyala api lilin yang bergoyang. Duduknya semakin kaku, namun helaan napasnya terdengar lega.
Pintu besar berdaun ganda itu menghempas terbuka diiringi satu pergerakan bayangan hitam secepat kilatan petir di tengah hujan. Asap hitam tipis mengepul naik dari sosok itu, dan mereka melihat sekejap mata, seorang pria tinggi berwajah kaku telah berdiri di depan altar berdebu, menghadap mereka semua. Wajahnya tampak samar di bawah cahaya temaram yang lemah.
"Ketua, apakah kau telah menemukan jejak Rose Queen?" tanya Lao Wei.
Sang ketua tidak menunjukkan ekspresi apa pun, nampak menyapukan pandangan pada seluruh anggota tim. Auranya kuat dan mengintimidasi walaupun ia hanya berdiri tanpa mengeluarkan sepatah kata pun.
"Ya," bibir tipisnya bergerak. "Dia telah menemukan inang, perlahan mulai menguasainya. Kekuatannya belum sepenuhnya bangkit, namun ia sudah menunjukkan tanda-tanda akan muncul dan menebar teror secara brutal."
"Kapan kita akan menangkapnya?" tanya Lao Wei, suaranya bengis, dan sorot matanya dibakar gairah.
Sang ketua terdiam selama beberapa detik. "Kekuatan Rose Queen semakin kuat saat menjelang purnama, dan mencapai puncaknya di malam bulan purnama. Satu korban telah jatuh, dan akan jatuh lagi pada malam berikutnya. Aku yakin tentang itu. Dia harus menghisap banyak darah segar dan murni, untuk menyempurnakan kebangkitannya."
"Bukankah kita harus mencegahnya?!" ujar salah satu anggota dengan seringai jahat, memutar pistol pelebur jiwa di tangannya. Peluru yang dimiliki tim itu adalah peluru mistis yang terbuat dari lelehan perak, batu hitam, air suci dan campuran bunga beracun. Vampir mana pun akan berubah kisut, kering dan menjadi abu sementara efeknya pada manusia tidak jauh berbeda dengan peluru biasa.
Ekspresi sang ketua menjadi gelap, tapi ia mengangguk. "Kita harus menangkapnya saat manusia yang tubuhnya menjadi inang itu beraksi. Saat rembulan di langit masih cemerlang, hancurkan Rose Queen dan semua pengikutnya segera setelah mereka berani menunjukkan diri. Hancurkan semua orang yang menunjukkan kesetiaan padanya!"
Tak pelak, semua anggota mendengus oleh semangat pembunuhan terhadap penghisap darah memuakkan yang menebar kematian.
"Kita terlalu lapar untuk menunggu sampai mahluk itu beraksi," yang lain menimpali.
Ketua menoleh padanya dan memberikan sanggahan, "Pada siang hari, kekuatan Rose Queen menjadi lemah dan tubuh inang tidak ada bedanya dengan manusia biasa pada umumnya. Ketika jiwa terkutuk Rose Queen tidak muncul, kita tidak bisa menarik dan menyegelnya dengan mudah."
"Tapi pada akhirnya, tubuh inang akan tetap binasa bukan?"
Situasi sesaat menjadi mencekam waktu sang ketua tidak segera menjawab.
"Siapa dia, dari mana asalnya? Apakah dia sangat tua dan sangat kuat, dan apa yang akan dia lakukan selama Rose Queen merasuki dan mengambil alih tubuh dan jiwanya?" Lao Wei bersuara, sekilas menangkap kebisuan ketua sebagai satu kebingungan atas sesuatu yang masih dia ragukan.
"Dia hanya manusia biasa. Seorang pria. Usianya menjelang tiga puluh, dan ia memiliki jiwa dan energi yang kuat. Sebenarnya, dia bisa menekan kekuatan gelap yang merasukinya. Tetapi apa pun tindakan khusus yang dia ambil, tidak akan mampu menghentikan kebangkitan Rose Queen, hanya memperlambatnya."
Pengungkapan sang ketua tidak terlalu mengejutkan karena membangkitkan kesadaran tak sadar di dalam diri mereka. Sejak dua abad lalu, Rose Queen sudah dikalahkan dan disegel oleh para leluhur. Seorang ratu kegelapan, peminum darah yang sangat tua di masa lalu. Makhluk kuno dan mengerikan yang dihasut oleh seseorang, atau mungkin satu energi gelap tertentu yang mungkin bergerak perlahan dan tak terelakkan untuk membangkitkan kekuatan Rose Queen yang pernah hilang, serta beberapa pengikutnya yang setia.
Tim pemburu dari waktu ke waktu melihat mereka sekilas, atau merasakan kehadiran mereka. Dan tentunya dengan kekuatan mereka yang hebat, mereka bisa saja membasmi para mahluk penghisap darah yang jahat.
Senjata mereka haus darah, tak terpuaskan, dan tak pernah salah menumpahkan darah.
"Untuk misi kali ini, kita harus sedikit lebih kejam dan juga sedikit lebih berhati-hati. Kukira jiwa Rose Queen juga jauh lebih kuat, meskipun manusia yang menjadi inang mungkin akan menderita dan membenci mahluk abadi yang tak terkalahkan yang terkunci dalam tubuhnya," suara sang ketua kembali menggema di keheningan yang kaku.
"Ketua, kompas ajaib selalu mendeteksi keberadaan para vampir. Tapi benda ini kesulitan menunjukkan energi yang masih separuh terkunci. Kau bisa langsung menunjukkan pada kami siapa dan di mana manusia yang sangat sial untuk menjadi inang si ratu terkutuk," ujar Lao Wei.
Tidak ada yang bersuara selama satu atau dua detik. Sang ketua terdiam lagi. Ada terlalu banyak hal lain yang tidak dapat dijelaskan di sekitar mereka. Kengerian, ancaman, misteri yang menarik minat dan naluri pembunuh dalam diri mereka.
Ketua mengukir seringai tipis di bibirnya dan akhirnya berkata, "Dia ada di pusat kota Phoenix. Namanya Xiao Hua."
[Tbc]
***Mauritian Moonrise***
By Shenshen_88
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro