Chapter VIII
Dalam mimpiku, dia memelukku. Malaikatku, kekasihku
Dan dalam mimpiku, aku mencium bibirnya.
Aku memberinya hidup, dia memberikan kematiannya
Rose Queen-ku yang cantik ...
*****
Awakening
Dia mengalami mimpi buruk. Yah, mimpi buruk. Yang sering dia alami akhir-akhir ini. Yang memiliki kegelapan, angin dan teriakan. Orang yang tangannya terlepas dari genggamannya, tidak peduli seberapa keras dia mencoba untuk bertahan. Yang selalu diakhiri dengan-darah.
"Tidak," bisiknya ke dalam kegelapan kamar tidurnya, mencoba mendorong kembali mimpi buruk itu, tidak membiarkannya mengikutinya ke dunia nyata.
Angin sejuk membelai wajahnya dan Xiao Hua terjaga. Ia melirik jam tangannya, 01.07, satu jam tujuh menit lewat tengah malam.
Dia teringat kembali kilasan mimpi buruk yang jauh, memutuskan bahwa apa yang terjadi dalam mimpi buruk itu adalah sesuatu yang tidak perlu diketahui orang lain.
Angin berhembus lagi, menggoyangkan tirai. Xiao Hua berkedip-kedip, lalu mengerutkan kening. Ada sesuatu yang dia lewatkan. Dia duduk di tempat tidurnya, bangun sedikit lagi. Mimpi buruk itu terlepas darinya, tetapi ada sesuatu yang dia rasakan. Sesuatu yang berbeda. Tangannya bergerak menyentuh dada, merasakan aliran energi positif bersumber dari satu titik. Kalung bulan sabit itu.
Suasana kamar remang-remang, hanya diterangi lampu meja. Dia ingat bahwa ini salah satu kamar di penginapan. Dia mendengarkan, berusaha melawan kesunyian, tetapi hanya ada keheningan di sekitarnya, sesekali debur ombak ganas menghempas pantai bergema di kejauhan.
Dia menyipitkan mata pada tempat tidur lain dalam kamar. Tidak ada apa-apa. Ke mana Hei Yanjing?
Secara reflektif, dia menoleh ke sumber angin sejuk yang sejak tadi menyelinap masuk menyapu wajahnya. Pintu ke arah balkon mengayun, terbuka sedikit. Xiao Hua semakin terheran-heran. Menjejakkan kaki ke lantai, ia bergerak perlahan menuju pintu, membukanya untuk menengok ke balkon.
"Hei Ye?" Suaranya sedikit serak saat memanggil seseorang yang berdiri tegak membelakanginya. Sosok yang tidak asing lagi, tampak menekan pagar kayu balkon yang dirambati tanaman ivy. Menyadari Xiao Hua bangun dan berdiri di pintu, perlahan ia menoleh dan melemparkan senyuman khasnya.
"Apa yang kau lakukan di sini? Kau tidak tidur?" Xiao Hua kian mengerutkan kening.
Tangan Hei Yanjing menunjuk ke langit, lantas menjawab dengan gayanya yang sederhana, "Memandang bulan."
Tatapan Xiao Hua bergerak ke langit malam. Awan bergerak di depan bulan, menutupi seluruh lanskap dalam kegelapan, dan hembusan angin bertiup dari arah laut dan masuk ke kamar, meniup tirai. Dia mendengar deburan ombak lagi dan suara dari tebing gris gris yang mengerang seperti makhluk hidup menangis kesakitan. Kemudian awan berlalu, dan bulan yang hampir purnama bersinar lagi.
"Kenapa kau bangun? Apakah anginnya mengganggumu?" Kali ini Hei Yanjing yang bertanya, merasa bersalah melihat raut bengong dan pucat pemuda cantik itu. Terbangun di tengah malam pasti membuatnya pusing.
Xiao Hua menjawab dengan gelengan.
"Tidak. Aku ... hanya sedikit mimpi buruk. Aku hanya khawatir melihat tempat tidurmu kosong."
"Mimpi buruk? Mungkin kau terlalu lelah."
Xiao Hua mengangkat bahu. "Entahlah."
"Tanpa kau sadari, pikiranmu selalu menyimpan kecemasan. Karena itu aku membawamu kemari untuk bersantai. Sepertinya kau masih belum bisa rileks."
"Aku tidak memiliki masalah semacam itu," Xiao Hua menukas, tidak setuju dengan anggapan Hei Yanjing.
"Aku baik-baik saja."
"Bagus kalau begitu." Hei Yanjing kembali memandang bulan dari balik kacamata hitamnya.
"Kembalilah tidur."
Xiao Hua ragu sejenak, sepasang kakinya seolah terpaku di ambang pintu. "Bagaimana denganmu? Apa kau akan terus berdiri di sini sepanjang malam?"
"Aku tahu kau mencemaskanku. Jangan khawatir, aku tidak gampang jatuh sakit, dan juga tidak mudah jatuh cinta."
"Hal yang kedua sungguh tidak penting," desah Xiao Hua, kemudian memutuskan untuk mundur dari pintu.
"Xiao Hua," suara Hei Yanjing menahannya.
Pemuda itu menoleh dengan tatapan penuh tanya.
"Apa aku perlu menemani dan memelukmu di tempat tidur?" Bibir tipis Hei Yanjing melengkung mengukir senyuman.
Dalam sekejap, tangan Xiao Hua bergerak menutup pintu.
Blammm!
Rona merah samar memenuhi wajah Xiao Hua ketika ia kembali ke tempat tidurnya. Bukan saja ucapan Hei Yanjing yang nakal, tapi yang lebih mengganggu adalah senyuman kharismatik di wajahnya. Dia sudah berusaha keras untuk tidak menyukai aura pria hitam itu, maupun senyuman di wajahnya. Namun, sepertinya ia gagal.
*****
Matahari mulai menembus langit timur, mengubah dataran berpasir dan rerumputan yang tinggi dan basah menjadi emas. Seekor burung putih besar mengepakkan sayap, membuat jantung Xiao Hua berdetak kencang oleh semangat. Dia belum pernah melihat bangau sebesar itu sebelumnya, dan dia pikir itu tampak seperti ilusi.
Pemuda tampan itu terlihat lebih segar. Mengenakan kaos berwarna peach dan celana santai putih, dia berdiri di balkon kamar penginapan dengan tangan memegang secangkir kopi. Tatapannya tidak beralih dari bangau, sayapnya berkelebat, dan burung itu terbang tinggi. Untuk alasan yang tidak bisa dia sebutkan, dia terus mengikutinya di sepanjang tepi pantai sampai menghilang menjadi titik kecil di kejauhan.
"Xiao Hua! Ayo kita mulai petualangannya!" Suara Hei Yanjing bergema dari arah kamar.
"Oh, ayolah! Ini masih pagi," balas Xiao Hua.
"Menikmati matahari terbit di pantai sangat mengesankan. Jika kau sudah bosan merenung, susul aku ke sana."
"Huft, yang benar saja ... " Xiao Hua mendesah tidak paham.
Mereka menyelesaikan sarapan dan bergegas menuju pantai. Tidak banyak pengunjung di pagi hari, dan hembusan angin masih terasa sejuk.
Air laut yang berwarna pirus mempesona siapa pun yang datang ke sana, demikian pula Xiao Hua. Bersama dengan laguna yang luas dan pasirnya yang gelap, keindahan tempat ini benar-benar megah. Xiao Hua mengakui sekali lagi bahwa ini adalah tempat yang sempurna untuk menenangkan jiwa dan memberi energi pada pikirannya.
"Saat matahari mulai naik, atraksi utama akan dimulai," Hei Yanjing berkata padanya di sela deru angin laut.
"Atraksi apa?"
"Menyelam di tebing. Kau mau ikut?"
Xiao Hua menggeleng. Langkahnya berhenti dan ia mulai menendang air dengan ujung kakinya.
"Sayang sekali. Padahal itu adalah penarik kerumunan yang populer di sini."
"Aku tak peduli."
"Baiklah. Setidaknya kau bisa melihatku terjun dari ketinggian, berselancar dan menyelam."
Walaupun yakin bahwa ucapan Hei Yanjing bahwa ia adalah perenang yang handal adalah benar, tak urung Xiao Hua meringis dan berkata dengan kekhawatiran yang tulus.
"Hati-hati, Hei Ye."
Selarik sinar matahari jatuh di permukaan kacamata hitamnya saat Hei Yanjing menoleh dan tersenyum setampan biasanya.
"Tentu."
Tebing Gris Gris terkenal dengan formasi batuannya yang ekstrem serta bagi mereka yang melompat dari sana untuk olahraga. Xiao Hua sedang tidak ingin terlalu energik, dan lebih memilih jalan-jalan meditasi di sepanjang pantai.
Ketika Hei Yanjing sudah mengakhiri aktivitas ekstrimnya, keduanya berjalan-jalan di atas tebing. Tempat ini dapat membuat siapa pun merasa seperti orang buangan. Dipeluk oleh pohon-pohon casuarina yang menjulang tinggi, sangat ideal untuk menikmati pemandangan dari ketinggian, dengan air jernih yang menampilkan gelombang berkejaran di bawah sana.
Angin menderu-deru di sekitar mereka. Pada saat itu beberapa bangau putih menarik perhatian Xiao Hua lagi, dan untuk sesaat dia terpana.
"Liburan ini hampir berakhir. Mungkin nanti malam kita harus segera kembali ke Phoenix," ia berkata pada Hei Yanjing dengan mata masih menatap bangau-bangau itu. Salah satu dari mereka terbang rendah hingga dua kaki kurusnya hampir menyapu bahu Xiao Hua. Dengan luwes pemuda itu menghindar, tapi sepasang kaki bangau lain menyapu tengkuknya tanpa ia sadari.
Hei Yanjing memungut batu kecil dan melemparkan ke arah bangau-bangau itu.
"Hai, apa yang kau lakukan?" tanya Xiao Hua. Uh, jangan katakan kalau pria hitam itu cemburu pada bangau. Itu terdengar sangat tidak masuk akal dan menyebalkan.
"Menakuti bangau-bangau itu," jawab Hei Yanjing, kemudian menyapu rambutnya yang setengah basah.
"Selain itu, aku kesal mendengar kau membicarakan pulang."
"Bagaimanapun kita harus kembali. Atau mungkin kau masih memiliki pekerjaan di sini?" selidik Xiao Hua.
Tiba-tiba Hei Yanjing menatapnya lama hingga Xiao Hua bisa merasakan seluruh wajahnya perlahan menghangat karena perasaan yang aneh.
"Kupikir begitu," ia menjawab.
Diam-diam Xiao Hua mendesah kecewa. Mengemudi sendiri menempuh perjalanan panjang akan terasa sangat membosankan. Setidaknya, ia memiliki seseorang di sisinya pada saat keberangkatan. Kembali ke Phoenix seorang diri entah mengapa sepertinya kurang menyenangkan. Namun ia tidak bisa tinggal lebih lama lagi dan menyaksikan pria hitam ini bergaya dengan kemampuan selancar dan snorkeling.
"Baiklah. Terserah dirimu. Aku akan kembali ke kota nanti sore. Apa kau akan tetap tinggal di pondok penginapan itu?"
Hei Yanjing mengangguk samar. Kebisuannya untuk sesaat membuat Xiao Hua ragu untuk bertanya lebih banyak lagi tentang hal apa yang membuat Hei Yanjing memutuskan untuk tinggal lebih lama di tempat ini. Lagipula itu sama sekali bukan urusannya. Akhirnya ia tidak bertanya lagi dan hanya berkata sambil membuang pandang ke kejauhan, "Aku akan menanggung semua biayanya. Jika kau ingin kembali pulang dan membutuhkan seseorang untuk menjemputmu, hubungi saja aku."
Dia tidak menoleh pada Hei Yanjing lagi hingga ia memutar tubuh dan kembali menuruni tebing yang terdiri dari bebatuan dan rumput panjang yang tumbuh di sela-selanya. Tidak berani menatap wajah si pria hitam yang pasti akan memasang ekspresi penuh kemenangan. Dan memang, Hei Yanjing tengah memandanginya, sebelum ia berseru mengatasi deburan ombak,
"Sudah begitu perhatian padaku, tapi kau masih malu."
Berpura-pura tidak mendengar, Xiao Hua hanya melihat sekilas lantas bergegas meninggalkan tebing itu, meninggalkan Hei Yanjing bersama pohon-pohon casuarina yang membisu.
"Hai, mengapa begitu terburu-buru, tunggu aku!"
Tidak sampai dua menit, Hei Yanjing menyusulnya sambil berteriak-teriak.
"Xiao Hua, apakah kau marah karena aku tidak menemaninu pulang?" ia bertanya saat berhasil mensejajari langkah pemuda itu.
Xiao Hua mendesah perlahan.
"Terserah .... "
*****
Dua hari berlalu sejak kepulangannya kembali dari liburan di Souillac dan pantai Gris Gris yang mengesankan.
Di kamarnya, Xiao Hua berbaring dengan gelisah. Terlalu lelah tidak membuatnya bisa tidur lelap. Bahkan ia tidak terlalu sadar bahwa ia tidur dengan mengenakan kemeja kerja dan juga sepatunya. Dia minum sedikit sepulang kerja bersama Jiasha dan dua orang rekan dalam rangka pesta ulang tahun. Itu saja. Tetapi Xiao Hua sangat yakin kalau ia tidak mabuk.
Malam ini, malam di musim gugur yang cukup hangat, dan jendelanya masih terbuka. Mungkin gorden yang saling berdesakan tertiup angin sepoi-sepoi terdengar seperti-
Xiao Hua ...
Baiklah, itu bukan angin. Itu pasti suara, tapi bukan yang dia kenal. Itu bukan milik siapa pun, itu sudah pasti. Itu sama sekali bukan suara pria, dan untuk sesaat dia bertanya-tanya apakah ada seorang wanita yang tinggal di sekitarnya.
Anehnya, meskipun suara wanita, tetapi suara itu memiliki kualitas, kualitas mengerikan, liar dan kejam.
Dan kemudian dia mendengar namanya lagi.
Xiao Hua ...
Seperti sedang dibisikkan di kedua telinganya.
"Apa?" katanya reflek. Seketika matanya terbuka nyalang, jantungnya berdegup kencang, tiba-tiba tidak sabar menghadapi apa pun yang akan terjadi.
Itu adalah mimpi. Apa lagi yang bisa terjadi? Dia menghela napas panjang yang tidak disadarinya ditahannya.
Dia bangun dari tidurnya, turun perlahan dan mengawasi sekitarnya. Tidak ada siapa pun di ruangan ini.
Apakah ia mendengar suara itu dalam pikirannya sendiri?
Lalu perasaan yang familiar itu datang. Awalnya merayap perlahan, hawa panas mengaliri setiap sentimeter tubuhnya, sesuatu yang bergolak, terfokus di perut, kemudian energi itu terasa kuat, ia menancapkan kaki ke lantai, berjuang untuk tidak melompat liar. Seluruh inderanya menjadi puluhan kali lebih tajam. Dia bahkan bisa mendengar derik jangkrik di pohon seberang taman jauh di bawah, dan bisa melihat jelas pergerakan yang paling samar. Dedaunan kering bergerak-gerak di tanah, maupun semut yang merayap di atasnya.
Astaga, apa yang terjadi padaku ...?
Dia nyaris tidak kuasa melawan kegilaan terang-terangan dari mata supranaturalnya yang berkedip tajam pada semua objek dan mahluk hidup, atau suaranya yang parau menyanyikan nama-nama rahasia dan kisah-kisah paling kuno yang tak pernah ia dengar atau ketahui sebelumnya.
Kebutuhan yang aneh mendesak, membuat tubuhnya nyaris meledak oleh rasa haus yang menyiksa. Terhuyung-huyung, Xiao Hua menekan kedua tangan di meja, nyaris mencakar kemejanya sendiri akibat rasa panas yang membakar. Tanpa sengaja, dia mengangkat wajah dan memandang cermin di dinding. Pantulan yang mengerikan tergambar di sana. Bukan sosok pemuda berparas cantik dengan senyuman lembut yang dilihatnya, melainkan wajah sepucat hantu, bibir keunguan dan sepasang mata berkilau kemerahan.
Tidak!
Xiao Hua menyentakkan wajah ke belakang.
Tidak! Ini bukan dirinya!
Dia ingin mengerang, tapi yang lolos dari kerongkongannya adalah geraman menakutkan. Sekali lagi, ia melihat cermin, menarik kemejanya ke bawah, mendapati bahwa dada dan bahu yang polos nyaris terlalu pucat dan kebiruan. Ada sesuatu yang hilang dari dirinya, entah apa. Xiao Hua tidak bisa mengingat saat perlahan-lahan jiwanya kehilangan kendali atas fisiknya, suaranya mengecil, terasing dalam keheningan yang dalam. Sesuatu ...
Sesuatu yang sangat buruk mengambil alih dirinya.
Akhirnya, dia kehilangan kendali sepenuhnya. Tanpa sadar melesat menuju jendela, membukanya lebar-lebar. Ditatapnya bulan purnama yang membayang di balik selapis awan. Xiao Hua menyeringai, sepasang taring runcing tajam berkilau di bawah cahaya.
Secepat kilat, dia melompat ke bawah dari ketinggian apartemennya, meluncur deras melawan angin malam. Sepasang mata merahnya kini menyala cemerlang. Dia menyukai pemandangan kehidupan yang begitu bersemangat. Dia menyukai aroma angin dan debu, aroma anggur yang sudah berabad-abad, dan aroma asap rokok. Dan saat dia terus melesat, dia menyukai aroma darah manusia yang lezat.
[Tbc]
***Mauritian Moonrise***
By Shenshen_88
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro