33
Aku terbangun dengan setelan baju yang sama dengan semalam. Aku pun mengingat-ingat kapan terakhir kali aku sadar. Dan ya. Tadi malam, aku tertidur di dalam mobil Finn.
Aku membuka handphone ku yang tengah di charge. Aku pun bingung sendiri mengapa handphone ini sudah di charge.
Aku melihat jam di handphone itu.
Pukul 07.00.
Aku pun beranjak dari kasurku dan segera mandi. Waktunya untuk bersiap-siap. Selama bazaar, jam masuk sekolah kami adalah pukul 08.00. Jadi, kami bisa bersantai sebentar sebelum sekolah.
Setelah mandi, aku segera memilih setelan pakaian yang akan kukenakan untuk hari keempat ini. Selain masuk jam 8, selama acara, seluruh siswa nya juga diperbolehkan memakai baju bebas. Biasanya kami harus memakai seragam.
Aku menyisir rambutku sebelum mengucirnya. Lalu, aku menyemprotkan parfum beberapa kali ke pakaianku. Setelah itu, barulah aku menyusun beberapa barangku ke dalam tas selempang, memakainya, dan pergi ke ruang makan.
"Eh, lo udah bangun," kata Sasha saat aku memasukkan dua buah roti ke dalam pemanggang.
"Ya. Udah," ujarku seraya mengaktifkan pemanggang roti itu dan menunggunya. Aku menoleh kepada Sasha.
"Sha."
"Apa?" tanya Sasha.
"Gue tadi malam..?" Aku mengerutkan alis.
"Diantar Finn," Sasha menjawab pertanyaanku. "Dia nganter lo ke kamar, dibantu kami. Makanya lo tadi masih pakai baju semalam."
"Terus, handphone gue?" tanyaku.
"Gue yang charge," jawab Sasha.
"Makasih, Sha," ucapku. Kedua roti yang kupanggang tadi telah selesai. Aku pun segera meletakkan kedua roti itu di atas piringku.
"Sama-sama," jawab Sasha.
━ ━ ━
Hari keempat dimulai.
Hari ini, saatnya para siswa kembali difokuskan kepada lomba dan beberapa final. Caleb dan Sadie mengikuti lomba make up.
Di lomba ini, si pemain laki-laki harus mendandani si pemain perempuan dengan semampunya. Tim yang hasil dandanannya paling cantik adalah pemenangnya.
Kami menonton lomba Caleb dan Sadie dengan sangat antusias. Kami tak berhenti tertawa karena melihat kebingungan Caleb dalam menggunakan alat-alat make up itu untuk mendandani Sadie.
Setelah satu jam lomba, Caleb dan Sadie berhasil mendapatkan juara 2. Yaa, ternyata lumayan juga hasil dandanan Caleb walau ada beberapa hal yang ngawur alias tak benar. Yang penting cantik.
Selain Caleb dan Sadie, Noah, Finn, Jaeden, Wyatt, Gaten, dan Millie juga mengikuti lomba oper air. Yakni, mengoper air yang berisi seember penuh kepada pemain di belakangnya. Setiap tim harus mempertahankan air itu sampai ke pemain terakhir-paling belakang.
Tim yang sisa air terakhirnya paling banyak, itulah yang menang.
"AYO, LAGI, JAE! LAGI!!" Aku, Sadie, Caleb, dan Aidan menyemangati Jaeden yang tengah menuangkan air di dalam embernya ke ember Finn.
Kami yang menonton lomba ini harus berhati-hati terkena air tumpahannya. Lihat saja, baju mereka semua sudah basah. Mungkin yang paling aman adalah Wyatt, pemain paling depan. Karena sudah pasti, ia menuangkan air itu ke pemain belakangnya. Juga Millie sih, pemain paling terakhir. Karena besar kemungkinan, air yang tersisa pasti tinggal sedikit.
"Ini, Mill!! Mill!! Tampung!!" Noah heboh sendiri sebelum menuangkan air di dalam embernya ke dalam ember Millie. Millie pun dengan sigap langsung mengangkat embernya ke dekat kepala Noah.
"Dekat kepala lo, Noah!! Jangan tuangin cepat-cepat! Pelan-pelan aja."
Noah pun menuangkan air di embernya ke ember Millie dengan posisi yang tepat. Air itu pun tumpah tanpa membuang setetes pun ke luar ember. Tanpa sedikitpun membasahi baju Millie.
"YEAYY!!!!!"
Alhasil, setelah dilihat dari semua tim, Finn dkk lah juara satunya. Kami pun segera bersorak dan menyambut mereka dengan gembira.
━ ━ ━
Setelah Finn, Noah, Gaten, dan Jaeden mengganti baju mereka yang basah, mereka pun bergabung dengan kami di cafetaria. Kembali merayakan kemenangan lomba.
"Sumpah, gue tadi ngakak banget pas Wyatt oper ke Gaten," ujar Caleb yang sepertinya sudah menderita sakit perut akibat tertawa.
"Iya anjir. Mana dituangnya cepet banget lagi. Jebur gitu," Aidan ikut tertawa.
"Entah nih. Semangatnya sampai basahin baju orang," sindir Gaten. "Banjir gue dibuatnya."
"Hehe, namanya juga berat bos embernya," Wyatt menyengir lebar. Ia kemudian menyodorkan semangkok mashed potato nya kepada Gaten. "Nih, kentang. Mau gak? Bagi-bagi tapi."
Aku memandang mereka dengan cengengesan. Aku tengah melahap makaroni keju ku sekarang. Tiba-tiba, Finn duduk di sampingku.
"Lo belum ada ngomong sama gue hari ini," Finn memiringkan kepalanya sembari menatap kedua mataku. Aku mendelik.
"Oh ya," Aku menghela napas. Aku pun meletakkan garpuku dan kemudian membalas tatapannya sembari mendongakkan kepala.
"Thank you," ucapku dengan sekali anggukan. "Udah nganter gue tadi malam. Gue ngantuk banget, dan malah tidur di mobil lo."
Finn diam. Ia kemudian tersenyum kecil. "Nevermind. Kalau mau night drive lagi, bilang aja sama gue."
"Cih," Aku mendecih seraya tertawa kecil. Aku kembali menyantap makaroniku. Finn melihat sekeliling.
Selagi aku mengunyah makaroni lezat itu, aku teringat sesuatu. Aku pun memanggil Finn, "Hei."
"Apa?" Finn menolehkan kepalanya.
"Selamat ya," ucapku. "Lo keren tadi. Walaupun kerja sama juga sama yang lain."
"Thanks," ucap Finn. Aku tersenyum.
"Oh ya. Lo tau gak?"
"Gak," jawabku spontan.
"Gue pengen banget dah ke arkade," ujar Finn seraya menengadahkan kepalanya ke atas, seperti sedang berpikir.
"Terusss?" Aku mengangkat kedua alisku sembari menggeleng sekali. "Hubungannya sama gue apa?"
"Temani gue yok," Finn mulai merayuku dengan tatapan mautnya itu. Aku langsung memutar kedua bola mataku dan mendecih pelan.
"Kenapa mesti gue?" tanyaku.
"Gue maunya sama lo," ujar Finn sambil mengangkat kedua bahunya. "Ayo. Lo gak mau date lagi?"
Aku reflek melotot. "Date?? Gila!"
Finn tertawa iseng. "Gimanaa?? Lo mau gak? Bentar aja. Kalau kemarin itu perayaan lo menang cerdas cermat, nah hari ini, perayaan gue menang lomba tadi."
"Berarti, lo ngajak yang lain juga dong?" tanyaku bingung.
"Enggak," Finn menggeleng. "Kita berdua aja. Mereka kan udah sekarang."
Aku menghembuskan napasku dan menggeleng-gelengkan kepala. "Oke, gue mau."
"Nah gitu dong," Finn mengulurkan kepalan tangannya. Aku yang baru saja menyuapkan sesendok makaroni ke dalam mulutku, kembali meliriknya.
Aku mengulurkan kepalan tanganku juga, ingin membalas ajakan tosnya, namun tiba-tiba, ia malah membuka kepalannya dan sekarang, telapak tangannya membungkus kepalan tanganku.
"Kertas lawan batu. Kalah lo!"
"Curang!!"
━ ━ ━
Sebelum pergi, seperti biasa, kami latihan sebentar dengan Jaeden dan Wyatt. Di latihan kali ini, syukurlah suaraku lebih baik dari yang biasanya.
"About You udah aman nih kayaknya," Finn tersenyum lebar. Aku mengulum senyumku dan mengangkat kedua bahuku.
"Finn," panggil Jaeden. Finn yang tengah menatapku menoleh. "Ya?" tanyanya.
"Ada yang mau gue bilang sama lo," ujar Jaeden. Finn menatapnya dengan bingung, "Oh, yaudah. Apa, Jae?"
"Gue rasa, kayaknya kita gak jadi nyanyi Best Friend deh.." Jaeden menghela napasnya. Finn mengerutkan kedua alisnya.
"Kenapa, Jae?" tanya Finn.
"Gimana ya," Jaeden menyengir. "Gue rasa itu gak surprise lagi. Alias, entar takutnya mereka semua bosen kalau kita nyanyi itu lagi."
Finn menatap Jaeden, lalu ia tersenyum kecil sambil mengangguk. Ia berkacak pinggang.
"Gue juga mikir gitu, Jae, sebenernya," ujar Finn, membuat Jaeden menatapnya tak percaya.
"Memang. Kalau kita nyanyi lagu itu lagi, kayaknya semua penontonnya bakal bosen," ujar Finn. "Tapi gue gak bisa bilang ini sama lo, karena lo yang nyanyi kan? Makanya gue diem aja. Taunya, lo juga sadar gitu."
"Siapa yang gak sadar?" tanya Jaeden sembari tertawa kecil.
"Jadi gimana?" tanya Finn.
"Ganti aja," ujar Jaeden. "I know it's so dumb. Gue bilang ini di H-1.."
"Hei? Gapapa, Jae," Wyatt merangkul pundak Jaeden. Ia menyeringai. "Kalau mau diganti, semua itu tergantung keputusan lo. Lo yang nyanyi kan? Lo yang selama ini latihan nyanyi. Kalau kami mah, hafal not musik doang? Kecil!"
Aku, Jaeden, dan Finn tertawa mendengar ucapan Wyatt. Jaeden menatap Wyatt dengan senyum hangatnya.
"Makasih, Wyatt," ucap Jaeden. Ia kembali memandang Finn.
"Oke. Jadi? Lagu apa yang bakal kita mainin?" tanya Finn.
Jaeden tersenyum.
"Back to the first choice. Disconnected, 5 Seconds of Summer."
━ ━ ━
Sepulang latihan, aku dan Finn lagi-lagi berjalan-jalan. Aku telah mengatakan ini kepada Sasha. Ia juga telah mengizinkanku.
"Tadi malam lo inget gak, gue tidur pas lagu apa?" tanyaku seraya menyalakan radio mobil Finn.
"Apocalypse," jawab Finn. "Cigarettes After Sex."
"Woilah, pantesan," aku terkekeh kecil. "Lagu-lagu sebelumnya juga buat ngantuk."
Aku melihat bayangan Finn dari kaca tengah. Ia tersenyum. "Lo udah denger playlist nya?" tanyanya.
"Belum sih," jawabku. "Udah lo kirim kan?"
"Udah," jawab Finn.
"Entar gue denger deh," ujarku. "Gue rate nanti," tambahku sambil menyeringai.
"Coba aja," ucap Finn, masih dengan senyumnya.
Beberapa menit kemudian, kami pun tiba di mall yang dituju Finn. Finn memarkirkan mobilnya di tempat parkir lantai 3. Setelah mobil terparkir, kami pun turun dari mobil dan melangkah masuk ke dalam mall.
"Kemana dulu ya?" Finn bergumam. "Kita udah makan tadi, jadi.."
"Tapi lo mau ke arkade?" tanyaku heran.
"Iya. Tapi nanti aja dulu. Sekarang, lo mau kemana?" Dia malah bertanya balik kepadaku. Membuatku langsung mengernyitkan dahi.
"Lah, kok malah nanya gue?"
"Ya, gapapa. Terserah lo aja dulu."
Aku menghela napas dan melihat sekeliling. Perhatianku pun tertuju pada sebuah toko barang-barang lucu di sisi kanan kami.
"Situ yok," ajakku, melangkah lebih dahulu ke toko itu. Finn pun langsung menyusulku.
Aku melihat benda-benda random yang dijual di toko itu. Lengkap sekali. Ada skincare, parfum, tas, aksesori, alat masak, boneka, dan lain-lainnya. Aku dan Finn menghampiri bagian aksesori, seperti topi, kacamata, dan sebagainya.
"Lihat nih, By," Finn memakai sebuah kacamata hitam dengan frame merah, lalu menunjukkan wajahnya kepadaku. Aku tertawa kecil dan mengambil kacamata lainnya dari rak kacamata itu.
"Gue dong," Aku memakai sebuah kacamata berlensa merah dengan frame kuning berbentuk bunga. Finn tergelak dan mengambil handphone nya.
CKREK!
"Foto Abby alay part sekian."
"Kurang ajar!"
Setelah melihat-lihat kacamata, kami pun mencoba beberapa topi.
"Coba lo pakai ini, By. Cocok banget buat lo," Finn memasangkan sebuah topi ke kepalaku saat pandanganku teralihkan pada topi-topi lainnya.
"Emang topi apa?" Aku memegang topi yang dipasang Finn itu. Sesaat kemudian, aku pun mendelik.
"Topi pantai?? Lo kira gue mau ke Hawaii kah?" Aku langsung melepas topi pantai berwarna putih-pink itu dengan terkekeh pelan.
"Kalau gue cocoknya ini kan?" Finn memakai sebuah topi koboi berwarna cokelat muda. Ia kemudian melipat kedua tangannya di depan dada, dan tersenyum miring. Aku langsung tertawa mengejek.
"Idih? Gak cocok banget! Aura lo terlalu jamet," celetukku.
"Lo tuh jamet!" Finn menepukku dengan topi itu. Membuatku langsung melotot dan membalas pukulannya.
━ ━ ━
Alhasil kami tak membeli apa-apa. Hanya adu pukul. Memang tujuan kami awalnya ke situ hanya untuk melihat-lihat berbagai macam barang yang dijual di toko itu.
"Mau kemana sekarang? Arkade?"
"Yup." Finn langsung menjawab pertanyaanku dengan kedua alisnya yang terangkat. Dia menyeringai dan melirikku. Aku menatapnya dengan heran.
"Napa lo?" tanyaku bingung. Finn yang tadinya berdiri di sampingku, kini berdiri di hadapanku. Masih dengan seringaiannya yang mencurigakan itu.
"Siapa yang kalah lomba lari ke arkade.." Finn melangkah maju ke depan dengan posisi mundur, ".. harus traktir makan malam!"
"FINN!!" Aku langsung mengejar anak laki-laki yang berlari ke arkade itu dengan gesit. Arkade yang kami tuju itu berada satu lantai di atas kami. Jadi, untuk ke situ, kami harus menaiki eskalator.
Saat kami menaiki eskalator itu—masih dengan posisi Finn yang lebih dulu daripada ku—kami tak menunggu eskalator itu bergerak. Melainkan menaikinya seperti tangga.
Untung saja tak ada seorangpun di eskalator itu selain kami berdua. Jadi tak akan menimbulkan kegaduhan. Tak lama kemudian, kami tiba di lantai atas itu dan kulihat Finn sengaja berhenti sekejap. Ia tersenyum usil kepadaku.
"Capek ya??"
"Gak." Aku sekarang berjalan ke arahnya dengan biasa. Tak lari sama sekali. Finn melipat kedua tangannya di depan dada.
"Itu ngos-ngosan lo. Capek dong berarti," katanya. Aku menggeleng.
"Siapa bilang?" Aku menatapnya dengan seringai kecil, dan sedetik kemudian, tanpa menunggu reaksinya, aku langsung berlari mendahuluinya menuju arkade.
"WOY! CURANG LO YA!!" Finn langsung mengejarku dengan sigap. Aku semakin mempercepat laju lariku, sembari mengamati sekeliling, mencari arkade itu. Tawaku tertahan. Wajahku tak berhenti memasang cengiran lebar.
Sampai akhirnya aku tiba di arkade itu, aku masuk dan berhenti berlari. "Wohoo!! Gue menang!"
"Curang lo!!" Finn tiba di hadapanku beberapa detik kemudian dengan napas yang terengah-engah. Aku tergelak melihatnya. Bisa juga dia kukecohkan.
"Apa yang curang?? Tadi kan lo sendiri yang berhenti," ujarku, masih tertawa. Finn mencibirku dan melangkah ke meja pengisian kartu. Dia mengeluarkan kartu arkade yang ia punya dan mengisi saldonya. Tak lama kemudian, kami pun mulai mengelilingi arkade itu. Memainkan beberapa game.
"By, main ini, By. Cocok sama lo yang suka numbuk-numbuk," ujar Finn ketika kami melewati game palu. Ah, aku tak tahu namanya. Kalian tahukah permainan memukul musuh yang muncul dari berbagai lubang dengan palu? Nah itulah dia.
"Lo mau gua tumbuk??" Aku mengacungkan kepalan tanganku. Finn tertawa dan malah menyentil hidungku.
"Gak mau, jelek," jawabnya. Membuatku akhirnya mencubit tangannya. Dia pun memekik.
"Aduh! Gilak nih ya. Lo semut apa??"
"Gak," Aku memutar bola mataku. Aku pun merebut kartu yang dipegang Finn dan menggeseknya ke penggesek kartu di mesin game itu. "Ayo main. Lihat aja nih gue bantai semua aliennya."
Finn mendecih. "Gitulah!"
━ ━ ━
Sudah cukup banyak game yang kami mainkan di arkade itu. Finn terlihat sangat antusias selama bermain di arkade ini. Sedangkan aku mengikuti rasa antusiasnya itu dengan semangat.
"Gue yakin lo gak bisa ngalahin gue di sini sih," ujarnya ketika kami bermain basket. Melemparkan bola-bola basket ke dalam ring.
"Oh iya?" tanyaku seraya mengambil salah satu bola dan melemparkannya ke dalam ring. Berhasil masuk.
"Gue aja dari tadi masuk mulu," ujarku sambil menyeringai.
"Gue juga," Finn mengerutkan kedua alisnya. Ia semakin bersemangat memasukkan bola-bola basket itu, sampai akhirnya..
DUK!
Bola itu terpental kuat dengan sisi depan ring nya, kemudian terpantul jauh ke belakang kami. Kami langsung membalikkan badan untuk melihat bola basket itu. Dan ternyata, seorang petugas perempuan menangkap bola itu dengan cepat. Hampir saja mengenai wajahnya. Aku membelalak kaget.
"Eh kak! Maaf kak!" Finn menghampiri kakak petugas itu dengan panik. Petugas itu hanya mengulum senyumnya.
"Iya dek. Hati-hati. Kok bisa sampai terpental ke belakang gini ya?" Petugas itu menahan tawanya sembari mengulurkan bola basket itu kepada Finn.
"Gara-gara dia, kak," Finn menunjukku dengan jari jempolnya. Membuatku semakin terbelalak dan tak bisa apa-apa selain tersenyum kikuk kepada kakak petugas itu.
Kurang ajar memang!
"Hahaha, yaudah gapapa. Have fun ya," ucap petugas itu dengan ramah. Untung saja dia baik. Ketika dia melangkah pergi meninggalkan kami, aku langsung menatap Finn dengan tajam.
"Heheh," Finn masih menyengir lebar menatap kepergian kakak petugas itu, sampai akhirnya, saat ia memandangku..
"Gara-gara gue?? HAH??! MAKSUD LO APA NUDUH NUDUH??" Aku langsung menjewer telinga Finn dengan raut galak. Finn pun langsung meringis dan meronta, "Aduh, aduh!! ABBY!!"
"Banyak gaya lo!! Langsung nuduh gue depan kakak-kakak cantik. Tau gue tipu muslihat lo itu!!"
"Yaudah maaf maaf!!"
━ ━ ━
Aku masih merengut. Begitupun Finn. Kami kembali mencari game-game lain yang akan dimainkan dalam kondisi canggung. Ketika kami melewati sebuah mesin claw machine, Finn berhenti berjalan.
"Ini," ucapnya. Aku mendelik dan menatap mesin berwarna pink itu. Banyak sekali boneka-boneka hewan di dalam mesin tersebut.
"Gue gak pandai kalau ini," ucapku. "Gagal terus. Lo aja."
Finn menghela napasnya, "Yaudah. Gue yang main. Bonekanya buat lo. Gimana?"
Aku mendecih. "Sok baik lo sekarang."
"Emang gue baik. Tapi buat lo, gue blur-in aja kebaikannya," ujar Finn. Aku memutar kedua bola mataku.
"Oke. Ini serius nih, bonekanya buat lo. Eceknya hadiah apa gitu. Hadiah anniversary."
"Anniversary apanya?" Aku melotot kaget. Finn tertawa dan menggesekkan kartunya.
Mesin itu pun berjalan dan Finn mulai menggerakkan pencapitnya. Aku mengamati pencapit itu dengan serius.
"Geser lagi, Finn!"
"Diem dulu, By!" ucap Finn. Tatapan fokusnya tertuju pada pencapit itu. "Katanya, kalau main ini tuh harus tenang. Harus senyap. Jadi, jangan bising dulu."
Aku menutup mulutku dan mengangguk-angguk. Finn kemudian menatapku.
"Mau boneka yang mana?" tanya Finn. Aku menunjuk mulutku yang sengaja kukunci. Finn menghembuskan napasnya, "Yaudah, boleh ngomong."
"Penguin itu?" jawabku seraya menunjuk salah satu boneka penguin berwarna biru di dalam mesin capit itu.
"Oke. Let's see," Finn kembali menggerakkan pencapit itu. Aku mengamati dengan diam.
Ketika pencapit itu tepat berada di atas boneka penguin itu, Finn pun menekan tombol dan pencapit itu turun, menangkap boneka itu. Namun, sayangnya gagal. Pencapit itu tak berhasil menangkap boneka itu.
"Yaahhh!!" Finn mengeluh. "Dikit lagi padahal!!"
"Coba lagi, Finn," ujarku.
"Nanti gagal lagi," katanya sewot.
"Semoga kali ini enggak lagi," ucapku. "Ayo," Aku menepuk pundak Finn. Finn menatapku, lalu menghela napasnya dan kembali menggesek kartunya.
"Oke. Second try."
Finn kembali memainkan mesin capit itu. Kali ini, tatapannya lebih akurat. Aku masih mengamati dengan diam tanpa mengganggunya. Hanya berbisik pelan.
"Lagi, Finn. Itu belum pas," bisikku. Finn pun mengikuti ucapanku dan menggeser pencapit itu sedikit ke kanan.
"Udah?" tanyanya.
"Udah," jawabku. Finn menghela napasnya. Aku masih memegang pundaknya.
KLIK!
Finn kembali menekan tombol itu. Pencapit tersebut pun turun dan menangkap boneka itu. Kali ini...
Berhasil!
Boneka tersebut tertangkap dan pencapit itu membawanya ke lubang pengantar.
"YES!!!" seruku dan Finn sembari meloncat-loncat kegirangan. Kedua tangan kami melakukan tos. Setelah itu, Finn pun mengambil boneka penguin dari tempat pengambil itu. Aku tersenyum lebar.
"Nih," Finn menyodorkan boneka yang tak begitu besar itu kepadaku.
"Yakin buat gue?" tanyaku sambil mengangkat kedua alis.
"Yakin lah. Emangnya lo mau gimana?" tanya Finn. Aku memicingkan mataku.
Finn memegang salah satu tanganku, membuatku terkejut dan hanya bisa terpaku. Ia kemudian meletakkan boneka penguin itu di atas tanganku.
"Nah. Kalau udah lo kasih nama, kabarin," ujar Finn. Aku menatapnya dengan senyum kecil.
"Makasih, Finn," ucapku seraya memeluk boneka itu. Hatiku sangat berseri sekarang.
"Sama-sama," balas Finn dengan senyumannya. Ia membalikkan badannya dan melangkah pergi meninggalkan claw machine itu.
"Kemana lagi? Pulang?"
Aku berpikir sebentar, masih dengan boneka penguin di dekapanku.
"Emm, gimana kalau...?" Pandanganku tertuju pada salah satu hal di arkade itu. Finn menatapku dan mengikuti arah tatapanku.
"Photobox?"
Aku mengangguk. "Mau?" tanyaku sembari menoleh kepadanya.
"Gak," jawab Finn sambil melangkah ke photobox itu. "Gak akan nolak, maksudnya."
Aku tertawa mendengar jawabannya itu, dan bergegas menyusulnya. Kami memasuki ruangan photobox yang cukup sempit itu. Memang cocok untuk dua orang.
Finn menggesek kartunya, lalu mengikuti instruksi dari layar mesin photobox itu. Ketika pemilihan jumlah foto, Finn memilih delapan. Satu lembar foto yang dihasilkan nanti ada 4 foto.
Tak lama kemudian, kamera mesin itu pun aktif.
"Yok, By!" ajak Finn seraya menepuk-nepuk tanganku. Aku mengangguk.
Dalam hitungan 10 detik sebelum kamera itu mengambil gambar, aku dan Finn sibuk memilih gaya.
"Woi, gue lupa gue mati gaya!"
"Lah gue juga."
"Jadi??"
"Yaudah, gimana kalau kayak mata-mata aja?"
"Hah? Mata-mata?"
"Iya!"
Aku melipat kedua tanganku di depan dada dan berposisi membelakangi Finn. "Oh!" Finn bergumam dan mengikuti gayaku. Tepat di hitungan ketiga detik, kami menyeringai dan melirik satu sama lain.
CKREK!
Lanjut foto kedua. Kembali dalam hitungan 10 detik, kali ini aku tersenyum manis menghadap kamera sembari memegang pipiku dengan kedua tangan. Mataku terpejam.
Finn mendelik dan mengangkat jari telunjuknya ke arahku. Wajahnya mengernyit. Kedua alisnya hampir menyatu.
CKREK!
Foto ketiga. Aku sekarang mengangkat kedua tanganku yang mengepal seperti ingin meninju. Raut wajahku berpura-pura geram, dan tatapanku tertuju pada Finn. Sedangkan Finn memanyunkan bibirnya sedikit dan mengangkat kedua jari telunjuk dan jempolnya (huruf L miring) di bawah dagu. Ia menyipitkan salah satu matanya. Wajahnya benar-benar sangat tengil sekarang.
CKREK!
Foto keempat. Foto terakhir dalam lembar pertama. Kali ini, aku dan Finn memutuskan untuk memasang wajah jelek. Aku menjulurkan lidahku seperti sedang mengejek, sedangkan Finn merapatkan giginya, seperti sedang menggeram.
"Lama banget kameranya?? 5 detik lagi anjir."
"Sabar, sabar! Eh, ini nih! Cepat!"
CKREK!
Selesai lah lembar pertama. Sekarang, waktunya lembar kedua. Foto kelima.
Waktunya 15 detik. Aku dan Finn kembali berdiskusi tentang gaya apa yang akan kami lakukan.
"Gimana nih? Gimana kalau lo ngayal aja?"
"Ngayal gimana??"
"Kayak halu gitu loh!"
"Ah udah ah, tatap-tatapan aja."
"Hah?"
Aku kembali memberikan Finn contoh. Aku menatapnya tanpa menolehkan kepala, dan aku berkacak pinggang. Aku memiringkan kepalaku ke arahnya.
"Oh." Finn mengangguk dan mengikuti gayaku. Menatap dari samping, dan ia memiringkan kepalanya ke arahku. Tapi dia tak berkacak pinggang, melainkan melipat kedua tangannya di depan dada.
CKREK!
Foto keenam. Kembali dalam hitungan 10 detik. Aku dan Finn kini memutuskan untuk bergaya yang lebih lucu. Aku mengangkat kedua jariku yang membentuk huruf V, lalu meletakkannya di bawah dagu. Aku memanyunkan bibirku sedikit sembari mengedipkan sebelah mataku.
Sementara Finn menutup mulutnya dengan ketiga jarinya yang membentuk pistol, yakni jempol, telunjuk, dan tengah. Dia tersenyum tipis, dan kedua alisnya terangkat.
CKREK!
Foto ketujuh. Kali ini, aku tersenyum manis seraya memegang pipiku dengan kedua tanganku. Gaya chibi-chibi. Sedangkan Finn mengangkat jari telunjuk dan jempolnya ke depan kamera, seolah sedang menunjuk kamera itu. Mulutnya terbuka.
CKREK!
Tibalah foto terakhir. Kali ini, ide kami telah buntu. Aku kembali berdiskusi dengan Finn.
"Gimana nih, terakhir??"
"Ya mana gue tau. Gue pun bingung."
"Yaudah kita sama-sama bingung."
"Eh udah 5 detik nih!!"
"Gimana nih??"
"Ah! Gini ajalah!"
Tanpa aba-aba, Finn langsung merangkul ku dan tersenyum ke kamera, kembali dengan menunjukkan giginya. Satu matanya berkedip.
Aku mendelik dan kemudian memandang kamera dan tersenyum manis.
CKREK!
━ ━ ━
Masing-masing dari kami memiliki dua lembar foto. Foto yang telah kami buat tadi ada 8, jadi ada 2 lembar. Finn mengambil dua set, jadi masing-masing kami memiliki 2 lembar foto itu.
"Jelek banget gue di sini," ucapku ketika kami sudah di jalan pulang dalam mobil. Aku sebenarnya tak yakin ini benar-benar pulang sih. Dengan Finn, mana mungkin ia langsung mengantar pulang.
"Gue juga jelek," kata Finn. "Sama-sama jelek. Gapapa dong."
Aku meringis. Perhatianku pun teralih ke pemandangan jalanan. Waktu sudah menunjukkan pukul delapan malam. Lagi-lagi, night drive.
"Gue tau ini gak jalan pulang gue," ujarku. Finn menjentikkan jarinya dan berkata, "Exactly."
"Mau kemana lagi nih?" tanyaku seraya menolehkan kepalaku kepadanya.
"Ke tempat favorit gue. Tapi mending kita drive thru makanan dulu," ujar Finn.
"Oh iya ya. Napa kita gak makan di mall aja tadi."
"Kan lo tadi yang mau pulang."
"Oh iya."
Kami pun tiba di sebuah tempat makan cepat saji sebentar untuk memesan makanan. Untung saja antrean nya tak begitu ramai. Jadi kami bisa memesan itu dengan cepat dan leluasa.
Setelah menerima makanan kami, Finn pun kembali melajukan mobilnya. Aku kembali menikmati pemandangan malam, dengan lantunan lagu di radio yang terputar.
Beberapa menit berlalu. Kami tiba di tepi sebuah danau yang ada di tengah kota. Aku pernah mendengar danau ini dari cerita Sasha, namun tak pernah mengunjunginya secara langsung.
Finn memarkirkan mobilnya di tengah-tengah tepi itu. Kami pun turun dari mobil. Aku memandang sekeliling. Sangat indah di sini. Di seberang danau, terlihat banyaknya gedung-gedung dan lampu kota yang indah. Ada juga jembatan di danau ini. Menghubungkan kedua sisi kota.
"Cantik," ucapku seraya menghampiri Finn yang baru saja mengambil makanan yang kami pesan tadi.
"I know," ucap Finn sambil duduk di ujung kap mobilnya. Aku menghampirinya dan duduk di sampingnya.
"Ini tempat favorit gue," ujar Finn. Dia melahap cheeseburger nya. "At least, disini gue bisa lihat bintang-bintang tanpa dihalangi gedung."
Finn menengadahkan kepalanya. Aku ikut memandang langit malam itu. Memang benar ucapannya. Langit gelap itu bertabur bintang yang indah. Ada bulan sabit yang bersinar terang.
Sambil menikmati makananku, aku bertanya kepada Finn, "Lo sering ke sini?"
"Lumayan sih," jawab Finn. "Kadang-kadang, kalau lagi gak sibuk."
Aku manggut-manggut. "Kenapa lo gak pernah ngajak gue?"
"Emang lo mau?" tanya Finn seraya memandangku.
"Ya, mau kayaknya," jawabku. "Enak juga tempatnya."
"Memang," jawab Finn. Dia tersenyum sembari menatap hamparan danau itu.
"Sayang, ini terakhir kali gue ke sini."
Aku yang masih menikmati makananku, belum menyadari arti ucapan Finn pada awalnya. Sampai beberapa detik berlalu, aku pun terkejut.
"Terakhir kali lo ke sini?"
Finn yang tadinya tersenyum-senyum sendiri sambil melahap makan malamnya, sontak terbelalak.
"Finn..?" Aku menatap Finn dengan serius. "Maksud lo apa?"
Finn mengalihkan pandangannya dari wajahku. Dia bergumam bingung. "Eng.."
Aku tak berhenti menatapnya. Tak berkedip sedikitpun. Benakku masih digantung oleh ucapannya.
Finn menghela napasnya. Ia lalu berkata, "Ada yang mau gue bilang sama lo dari kemarin, By."
Aku mengangkat kedua alisku, "Apa?"
"Gue mau pindah, By."
Aku terdiam. Terpaku di tempat. Jantungku serasa terhenti sekejap. Aku tak berhenti memandang Finn dengan penuh harapan. Kuharap ini tipu dayanya saja.
"Gue serius," ujar Finn. "Beberapa hari yang lalu, papa gue bilang gini sama kami pas rapat keluarga."
"Kami bakal pindah ke Jepang karena papa gue dipindahtugas kan ke sana," terang Finn. "Mau gak mau, gue sama abang gue harus ikut ke sana juga. Pindah."
Aku menunduk. Ingin rasanya air mataku mengalir sekarang.
Why? Ini terasa seperti deja vu. Aku sudah mengalaminya beberapa bulan yang lalu. Dengan orang yang berbeda. Dulu Johnny, sekarang Finn?
"Gue mau ngasih tau lo dari lama sebenarnya. Tapi gak tau kenapa gue belum siap. Yang lain udah tau, tapi lo belum. Makanya selama beberapa hari terakhir ini, gue selalu berusaha supaya habisin waktu sama lo," lanjut Finn. Membuatku semakin menahan tangisku.
"Maaf ya, By?" Finn memegang pundakku. Aku reflek menepisnya.
"Kenapa lo gak bilang aja dari kemarin-kemarin? Sekian banyak waktu kita berdua ngobrol, lo baru bilang ini sekarang??" Aku menatapnya dengan jengkel. Mataku sudah berkaca-kaca. Membuatku semakin kesal. Jangan sampai aku menangis di hadapannya.
"Kapan lo pindah??" tanyaku dengan amarah.
Finn menghela napasnya, "Lusa."
Aku mendengus dan mengalihkan wajahku. Aku pun meremas bungkus makananku yang sudah habis dengan penuh emosi.
"H-2 baru lo kasih tau sama gue?" ujarku. "Good job."
Aku pun melangkah pergi meninggalkan Finn dan membuang bungkus tadi ke tempat sampah. Aku tak membalikkan badanku sedikitpun lagi, dan terus melangkah pergi. Aku berdiri di tepi jalan dan tepat sekali, sebuah bis tiba di hadapanku.
"Abby!"
Aku hanya menoleh sebentar kepada Finn dengan tatapan tajam, dan segera naik ke bis itu. Meninggalkan Finn dan rahasia yang baru saja ia buka malam ini juga.
·
·
·
don't forget to vote and comment! tolong dikomen ya, sikit sikit pun takpe 🙏🏻
anw ini chapter sm kemarin panjang banget. chapter ini aja sampai 4000an omg
kalau ada kesalahan, tolong koreksi di kolom komentar <33
see you! byee :)
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro