31
BRUK!
Aku membaringkan badanku di atas kasur sepulang dari toko ice cream tadi. Aku dan Finn pulang dengan tumpangan bis, lalu kami berpisah.
Fyuh! Aku menghembuskan napasku. Pakaian bebasku sedari tadi pagi masih terpasang di sekujur tubuhku. Sementara waktu sudah menunjukkan pukul delapan malam, dan langit sudah gelap, bertabur bintang.
Aku tak bisa berhenti memikirkan tentang fakta yang baru kusadari tadi.
Aku menyukai Finn. Namun, sejak kapan? Kenapa aku baru menyadarinya sekarang?
Mungkin aku kurang mengerti diriku sendiri. Aku cukup buta dalam memahami perasaanku.
Sejak saat Finn membelaku di lapangan, ketika semua murid merundungiku, aku mungkin sudah jatuh hati padanya. Bagaimana dia melindungiku. Dan bagaimana aku masih tetap dekat dengannya meski beasiswaku sudah terancam karena video yang dilebay-lebaykan itu.
Saat menonton konser, sebenarnya secara tak sadar, aku telah menunjukkan tanda-tanda bahwa aku menyukainya. Padahal dia hanya mengatakan kata-kata yang mungkin saja tidak memiliki makna yang kukira.
Walau aku muak dengan keusilan dan segala tingkahnya, aku sejujurnya sudah percaya dengan dia. Terbukti dari aku yang turut bercerita tentang masalahku dengan Aidan padanya. Seperti yang kubilang tadi. Aku merasa nyaman dengannya. Aku percaya padanya.
Dan terakhir. Tadi. Aku tak cemburu sama sekali melihat Johnny dan Bianca. Jika aku masih menyukai Johnny, mungkin aku sudah menangis sekarang. Tapi apa? Tidak. Aku malah merasa senang karena hari ini bisa menghabiskan waktu dengan Finn.
Ah. Bagaimana ini?
Aku terjebak dalam friendzone.
━ ━ ━
Hari kedua acara dimulai. Hari ini, bazaar ditiadakan. Sengaja, supaya semua murid tertarik pada lomba. Namun besok akan kembali seperti kemarin lagi.
Sekolah kembali ramai. Hampir semua murid mengikuti lomba yang diselenggarakan oleh OSIS. Terutama aku, Aidan, dan teman-teman yang lain.
Hari ini, aku dan Aidan akan melaksanakan lomba cerdas cermat itu, dengan Layla. Aku sekelas dengan Layla di kelas Biologi ternyata. Jadi kami tahu satu sama lain.
Setelah merenungi perasaanku dengan Finn semalam, aku mempelajari beberapa materi dengan giat. Aku tak bisa menebak apa soal yang akan keluar di lomba nanti. Lebih baik, baca saja poin-poin materinya.
Dan sekarang, kami siap berperang. Waktu sudah menunjukkan pukul 10, dan ini giliran lomba cerdas cermat yang diadakan di ruang English Club. Lomba ini tak dihadiri oleh murid-murid lain yang ingin menonton. Jadi, mereka hanya bisa menunggu di luar. Sementara seluruh peserta lomba berada dalam ruangan dengan tiga guru yang menjadi juri, dan seorang anggota OSIS ketua koordinator seksi Prestasi Akademik yang membacakan soal.
Lomba berlalu dengan tiga babak yang mendebarkan. Khususnya babak ketiga. Babak "Rebutan". Dimana semua tim berebut untuk menjawab soal itu lebih dulu.
Syukurlah, kami bisa melalui semuanya dengan lancar dan unggul. Sampai akhirnya, ketika kami seri dan soal terakhir diucapkan, aku menekan tombol itu terlebih dahulu dan menjawab soal itu dengan benar.
Kami pun memenangkan lomba itu dengan skor yang lebih tinggi dari tim lainnya. Saat kami keluar dari ruangan, Finn, Millie, dan kawan-kawan yang lain langsung mengucapkan selamat pada kami.
"AAA!!! SELAMATTT GUYSSS!!!" ucap mereka serempak. Millie dan Sadie memelukku erat. Begitupun Finn, Jaeden, Wyatt, Noah, Caleb, dan Gaten yang memeluk Aidan. Besar kemungkinan Aidan tidak bisa bernapas sekarang.
"Keren banget kalian sumpahh!!" Millie menyeka air matanya. Aku meringis menatapnya, "Loh kok nangis, Mill..?"
"Terharu!!!" Millie kembali memelukku. Kali ini sampai salah satu kakinya mengambang. Aku tertawa memandangnya.
Setelah itu, kami pun berkumpul di cafetaria. Merayakan kemenangan itu. Kami juga mengajak Layla tentunya. Jaeden, Wyatt, dan Finn pun mengeluarkan jurus "sok akrab" mereka agar Layla mau ikut dengan kami. Untung saja ia mau.
Aku tengah menikmati steak ku sekarang. Aidan duduk di sampingku. Di hadapan kami adalah Millie dan Noah.
"Kalian berdua ini ya," ujar Noah seraya mendecak. "Keren banget asli. Entar gue kasih deh kalian donat. Gratis."
"Yes! Love you, Noah," ucapku, tersenyum berseri-seri seraya mengulurkan jariku yang membentuk saranghaeyo.
"Love you too, Abby," Noah membalas uluran tanganku dengan membentuk jari yang sama. Millie dan Aidan hanya tertawa.
Setelah makan siang di kafetaria, kami semua pun pulang bersama menuju rumah Noah. Untuk membuat stok cupcake yang baru. Seperti biasa, aku dibonceng oleh Finn. Dan kali ini sangat jelas jika hatiku berdebar kencang.
"Keren banget lo, Abby," ucap Finn selama di perjalanan.
"Jelas lah. Abby gitu loh," celetukku.
"Tapi kecean gue sih. Bisa sahabatan sama dia," Finn membalas candaanku seraya memandang wajahku dari kaca keretanya.
"Emang kita sahabatan?"
"Oh iya ya. Kita kan pacaran."
"Heh! Apaan!" Aku langsung menumbuk pundaknya. Finn tertawa sambil meringis.
Tak lama kemudian, kami tiba di depan rumah Noah. Kami pun masuk ke dalam rumah yang cukup besar itu lalu bergabung dengan yang lain, membuat cupcake.
"Eh lo semua tau gak sih," Sadie memulai percakapan kala ia sedang membantu Jaeden mengaduk adonan. "Denger-denger ya, katanya besok tuh ada penampilan dadakan gitu."
"Biasanya kalau bazaar emang begitu kan?" tanya Noah.
"Iyaa. Tapi buat besok beda. Besok, setelah semua penampilan penghibur bazaarnya selesai, semua murid gak langsung pulang," ujar Sadie.
"Loh? Jadi?" tanya Gaten penasaran.
"Besok, bakal ada penampilan yang diumumkan secara dadakan sama panitianya. Kita gak tau itu penampilan apa. Panitia OSIS nya milih secara acak besok," terang Sadie.
"Loh? Penampilan acaknya diambil dari mana? Semua murid kah? Atau gimana?" tanya Noah.
"Kayaknya dari murid-murid yang udah daftar bakal ikut tampil di hari terakhir nanti. Yang buat pentas seni," jawab Sadie.
"Kayak kami?" tanya Wyatt. Sadie mengangguk. "Iya."
"Berarti kita harus siap-siap dong. Kalau besok nama band kita yang dipanggil gimana?" tanya Wyatt kepada ku, Finn, dan Jaeden.
"Maju aja lah, gas," jawab Finn dengan seringaiannya.
"Tampil yang mana?" tanya Jaeden.
Finn memandangku, memberikan telepati. Aku menatapnya sekilas, lalu menggeleng, tanda tak siap.
"Best Friend aja," jawab Finn. Jaeden langsung mendelik.
"Gue yang nyanyi??" tanya Jaeden. "Aih, gue belum siap."
"Gue aja," ujar Finn. "Lo hafal not lagunya kan? Lo main bass kayak biasa aja."
"Oke deh," ujar Jaeden.
"Kalau kalian yang besok dipanggil, serius dah. Gue berdiri paling depan dan nyanyinya sambil teriak," sarkas Noah. Finn tertawa. "Mantap!"
Kami pun kembali mengaduk adonan cupcake lagi. Hari ini, kami akan menyiapkan stok yang berkali lipat. Cupcake kelas kami ini laris pada hari pertama. Dan kemarin, stoknya cepat habis. Jadi, lebih baik kami memperbanyak stoknya. Jika ada sisa, ya untuk kami makan saja.
TING! NONG!
Terdengar suara bel dari pintu rumah Noah. Kami langsung menoleh.
"Siapa tuh?" tanya Noah seraya mencuci tangannya di wastafel. Ia kemudian pergi ke ruang tamunya untuk membuka pintu.
CKLEK!
"Hai, Noah!"
"Johnny?!?"
Kami langsung memandang satu sama lain dan mencuci tangan kami yang bernoda secara rebutan saking tak sabarnya. Kemudian, kami semua langsung berlari menghampiri Johnny dan Noah.
"JOHNNY!!!" seru Millie, Sadie, Caleb, Gaten, dan yang lainnya. Aku dan Finn tersenyum. Kami sudah reuni dengan Johnny kemarin.
Mereka semua memeluk Johnny. Tepat di samping Johnny, berdirilah Bianca yang hanya tersenyum malu. Aku pun menghampiri Bianca dan mengajaknya ke dalam dengan Finn.
"Ayo, Bi! Gabung sama kami," ajakku. Bianca mengangguk dan tersenyum.
"We miss you, John!" ucap Gaten. "Apa kabar, bro?"
"Baik," jawab Johnny dengan senyumnya yang merekah lebar. "Kalian??"
"Baik lah! Kalau gak baik ya ngapain kami masak-masak hari ini," jawab Gaten yang disambut oleh tawa Johnny. Johnny pun dipersilakan masuk oleh Noah.
"Emm, guys. Ini Bianca, teman dekat gue," Johnny memperkenalkan Bianca kepada semuanya.
"Halo, Bianca!"
"Halo semua," balas Bianca dengan senyum manis.
"Gue Millie! Ini Sadie, ini Jaeden, ini Wyatt, ini Caleb, ini Gaten, ini Noah, dan ini Aidan," Millie mewakili semuanya.
"Nice to meet all of you," ucap Bianca. Aku tersenyum kecil.
"Kalian udah ketemu kemarin?" tanya Noah kepadaku dan Johnny. Aku mengangguk.
"Iya. Kemarin kami ketemu di toko ice cream," jawabku. Noah memanggut-manggut.
"Oh iya. Ini ada oleh-oleh buat kalian semua," Johnny mengulurkan sebungkus paper bag yang berisi selusin sirup maple Kanada.
"Wih! Makasih, John!!" ucap kami serempak. Johnny mengangguk. Ia kemudian menatapku, "By, besok gue ke rumah lo ya? Ketemu Sasha, Ava, sama Andrew sebelum pulang."
"Oh, yaudah, John. Datang ajaa," ujarku, tersenyum. "Gue kirim salam sama Lauren, Maddie, dan Darian ya. Kemarin gue lupa bilang."
"Sip!"
"Yaudah yok, lanjut lagi cupcake nya? Lo mau ikut, John?" tanya Noah kepada Johnny.
"Boleh!" jawab Johnny dengan anggukannya.
"Oke. Ayo, semua!" ajak Millie. Kami semua pun bergegas kembali ke dapur. Johnny dan Bianca bergabung dalam pembuatan cupcake itu. Mereka membuat rasa baru. Untung saja mereka sudah mengerti bagaimana cara membuat kue yang lezat itu.
Dua jam kami habiskan untuk memasak cupcake. Setelah seluruh stok yang kami rencanakan selesai, Johnny dan Bianca berpamitan dengan kami karena mereka harus kembali ke tempat penginapan tur sekolah mereka.
"Dadah, Johnn!" seru kami semua sembari melambaikan tangan ketika Johnny dan Bianca beranjak naik ke mobil.
"Dadah, semuanya!! Sampai jumpa lagi!!"
Setelah melepas Johnny dan Bianca pulang, kami pun beristirahat sebentar di ruang tamu rumah Noah. Tak sampai lima menit kemudian, Millie kembali mengajak kami.
"Ayo, guys. Kita main di luar. Udah sore nih, pasti sejuk," ujar Millie.
"Aduh, panas banget cuy," keluh Wyatt yang terbaring di karpet. "Yakin lo sejuk?"
"Ya gak tau. Tapi ayo! Gak bosen kah di dalam rumah terus?"
"Yaudah ayo," tanggap Finn. "Bosen juga gue nih."
"Ayo!" Noah ikut setuju. Dia dan Finn telah berdiri sekarang. Noah berjalan ke pintu rumahnya dan membuka pintu tersebut, sembari berseru, "Ayo main!!"
Jaeden dan Wyatt sempat mengeluh, namun mereka tetap bangkit dan menyusul. Aku dan Sadie ikut menyusul dengan Caleb, Gaten, dan Aidan.
Kami bermain-main di luar rumah Noah. Di jalanan kompleknya yang sepi itu. Noah mengeluarkan bola basketnya, sepedanya, dan berbagai macam mainan lainnya yang cocok kami mainkan.
"Woy, Noah," panggil Finn dari teras.
"Ya?" tanya Noah.
"Lo kenapa gak bilang lo punya skateboard?" tanya Finn seraya mendongak kepada Noah. Kedua tangannya memegang sebuah skateboard berwarna merah bata yang tampaknya jarang dipakai.
"Ya lo gak nanya. Gue jarang mainin itu sih, karena kurang pandai. Terakhir kali gue mainin, gue hampir nabrak anjing tetangga," ujar Noah, sukses membuat Jaeden yang mendengarnya tergelak.
"Napa lo gak minta diajarin sama gue," Finn ikut tertawa. "Btw, pinjem ya, No."
"Iyaa. Mainin aja," ujar Noah, melangkah meninggalkan teras dan menghampiri Caleb dan Gaten yang sedang bermain badminton.
"Abby!" Finn memanggilku yang tengah bermain basket dengan Sadie.
"Apa?" tanyaku dari jauh.
"Lo pandai main skateboard gak??" tanya Finn dengan volume suara yang cukup memekakkan telinga jika berada di dekatnya.
"Enggak!!" jawabku. Finn pun mengangguk-angguk dan beranjak dari teras dengan menaiki skateboard itu. Aku kembali bermain dengan Sadie.
"Dari sekian banyaknya kita di sini, dia cuman nanyain lo ya," Sadie tersenyum menggodaku. Aku menyengir lebar.
"Apaan," ucapku pada Sadie. Namun hatiku juga bertanya-tanya.
Sedikit! Ya, mungkin Finn bertanya padaku seperti itu karena ingin meledekku atau apalah. Aku tak mengerti.
Aku sekarang tengah menggiring bola basket itu dengan memantul-mantulkannya, bersiap menembaknya ke dalam ring. Namun, tepat sebelum aku menembak bola itu dengan jarak yang sudah pas, Finn lewat di samping kami dengan meluncur di atas skateboard merah bata itu.
Dan sialnya, saat itu juga, aku meliriknya sampai menoleh dan tanganku menembakkan bola itu ke dalam ring.
Meleset.
"Abby?" tanya Sadie setelah aku mengambil bola yang meleset itu lagi. Wajah Sadie tampak kebingungan.
"Eh?" Panggilan Sadie berhasil membuyarkan lamunanku.
Aku terlena karena Finn dan skateboard Noah. Bagaimana ia meluncur dengan skateboard itu, dan sialnya, dengan seringaiannya yang sangat khas itu sengaja tertuju kepadaku, untuk membanggakan dirinya sendiri. Aku memang emosi melihat ekspresinya. Namun, mengapa aku malah kehilangan fokus??
"Lo kok gak fokus tiba-tiba?" tanya Sadie heran. Aku langsung memasang cengiran lebarku.
"Enggak tau, Sad. Tiba-tiba," jawabku seadanya. Aku sudah grogi sekarang. Bagaimana jika Sadie melihat bagaimana aku langsung kehilangan fokus karena Finn tadi? Matilah aku. Semuanya bisa tahu bahwa aku telah jatuh cinta pada anak rambut keriting itu.
"Eh, gue pergi dulu ya, Sad," ujarku seraya memberikan bola basket yang ada di tanganku itu kepada Sadie dengan cengengesan.
"Yaelah, By," ujar Sadie. Aku melambaikan tanganku dan berlari meninggalkan Sadie. Tenang saja. Setelah aku pergi, ada Aidan yang tengah kebosanan, dan akhirnya bermain melawan Sadie.
Aku berlari mengejar sosok Finn yang masih meluncur dengan skateboard itu. Tapi, dari pada ngos-ngosan, aku lebih memilih menghadangnya di sisi jalan komplek satu lagi, setelah ia berputar arah.
Aku menunggunya meluncur di jalan itu, sampai akhirnya, ketika suara skateboard nya terdengar di telingaku, aku segera berdiri di tengah jalan dan menghadangnya.
CIIT!!
Finn menurunkan satu kakinya. Dia memberhentikan laju skateboard itu tepat sebelum menabrakku.
"Tertarik juga lo?" Finn kembali menyeringai. Aku mendengus, berusaha menutupi rasa salah tingkahku.
"Gue mau coba," ujarku. "Gue pernah nyoba main punya Andrew tapi udah lupa."
"Makanya belajar sama gue," ujarnya. Dia mendecih pelan, "Guru gitar lo ini juga bisa main skateboard," ucapnya. Sukses membuatku mencibirnya.
"Besar kepala," ledekku. Finn hanya memberikan isyarat kepadaku dan berkata, "Sini."
Aku menghampirinya dan skateboard itu dengan wajah berseri. Aku menaikkan satu kakiku ke atas skateboard itu.
"Jadi, pertama. Supaya meluncur, lo harus posisikan kaki lo dengan benar di atas papannya. Nah, tergantung dengan kaki dominan lo. Buat mendorong, lo bakal pakai kaki yang mana?" tanya Finn.
"Kiri," jawabku.
"Oke. Tarok kaki kiri lo di belakang, dan kaki kanan lo di depan. Berarti sekarang lo ngadep gue," ujar Finn. Aku menurut dan segera mengikuti perintahnya. Kuletakkan kaki kananku di bagian depan papan, dan kaki kiriku di bagian belakang.
"Nah, habis itu, turunin kaki kiri lo yang buat ngedorong itu. Belokkan kaki kanan lo supaya selurus dengan papannya," perintah Finn, yang langsung kulakukan. "Terus, kaki kiri lo dorong pelan-pelan, supaya skateboard nya meluncur."
Aku segera mengikuti perintahnya. Mendorong skateboard itu dengan gaya yang dihasilkan kaki kiriku di atas jalan. Skateboard itu pun meluncur dengan perlahan. Aku tersenyum gugup.
"Nah, bagus. Pelan-pelan aja dulu," Finn berjalan di sampingku, menyamakan kecepatannya dengan kecepatan laju skateboard ku.
"Dorong terus ya, By," ujar Finn. Aku mengangguk dengan raut wajah yang gugup. Aku mendorong laju skateboard itu berkali-kali. Sampai akhirnya, lajunya semakin lancar dan cepat.
Aku segera menaikkan kaki kiriku ke atas papan. Finn kembali memberi perintah, "Tekukkan lutut lo, By!"
Aku menekukkan lututku. Skateboard itu terus melaju dengan cukup kencang. Finn berlari-lari mengejarku.
"Finn!" Aku berusaha untuk berhenti. Akhirnya, kuturunkan kaki kiriku dan skateboard itu pun mulai berhenti secara perlahan.
Ketika Finn akhirnya berada di sampingku, ia memegang kedua tanganku, membantuku menjaga keseimbangan. Aku pun turun dari skateboard itu masih dengan wajah yang gugup.
"Bagus, By!!" ucap Finn. "Itu lo udah pandai."
"Gak ah gue takut," ujarku. Finn tertawa dan menepuk-nepuk kepalaku.
"Gapapa. Itu udah keren," ucap Finn. Tatapannya tepat mengarah ke sepasang mataku, dengan senyum yang manis.
Aku akui, kini perutku serasa terserang oleh beribu kupu-kupu. Jantungku berdegup kencang. Semoga pipiku tak memerah. Jika iya, mau ditaruh dimana wajahku setelah ini??!?!?
"Mau coba lagi?" tanya Finn dengan kedua alisnya yang terangkat.
"Entar kencang banget gue bikin."
"Kali ini gue pegangin," ujar Finn. Lagi-lagi aku tertegun.
Aku berpikir sebentar. Namun akhirnya aku mengangguk setuju.
Aku pun kembali memulai metode yang tadi. Finn menggenggam tangan kiriku. Skateboard itu pun melaju dengan kecepatan yang sedang. Aku tersenyum. Beginilah aku baru tenang.
Selama aku meluncur, Finn tak melepas genggamannya. Ia ikut berjalan menyamakan laju skateboard ku itu dengan senyumnya.
"Bagus!" ucap Finn. "Anak didik gue nih."
"Dih! Si paling guru!" ledekku. Finn tertawa.
"Gue kagum sama lo hari ini. Gimana kalau besok, kita nonton bareng?" tanya Finn. Aku langsung menatapnya.
Date?
Sudah pasti bukan, Abby!
Dengan perasaan yang telah kusadari kini, tak mungkin aku menolak. Namun lagi-lagi, aku berbasa basi.
"Wow. Nonton apa?" tanyaku.
"Film bioskop yang baru," jawab Finn. "Ayo. Mau gak? Kata review orang-orang seru sih. Penuh misteri gitu filmnya."
Aku hanya mengangguk dengan senyum yang kuulum. "Iya."
"Yaudah ayo kita besok nonton. Pulang latihan," ujar Finn.
"Sama siapa aja?"
"Ya berdua lah."
Aku kembali terpaku. Astaga. Tak terbayangkan betapa berbunga-bunganya hatiku sekarang.
"Oke. Gue mau," ucapku. Finn tersenyum lebar, hingga giginya yang berderet rapi terlihat.
"Bagus," ucap Finn. Kami saling menatap satu sama lain dengan senyum masing-masing. Tapi, tiba-tiba,
KRING! KRING! KRING!
"Awas lo berdua!!"
Kami langsung menolehkan kepala dengan kaget. Aku refleks menurunkan kaki kiriku dan laju skateboard ku terhenti. Kami langsung menepi, masih dengan tangan yang tergenggam. Sepeda yang dikendarai oleh Wyatt terus melaju lurus.
"Kalau mau pacaran jangan di tengah jalan!" seru Wyatt.
"SIAPA JUGA YANG PACARAN!!" Aku dan Finn sontak menjawab serempak. Kali ini pipiku memerah karena ledekan Wyatt.
Ah. Abby gawat.
·
·
·
don't forget to vote and comment!! kalau ada kesalahan tolong dikoreksi di kolom komentar aja yaa <3
maaf kalau aneh AJDKAKAKA byee!
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro