Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

30

Hari acara pun tiba. Sekolah sangat ramai. Lapangan dipenuhi oleh stan-stan bazaar semua murid. Aku, Millie, Sadie, dan yang lain bergantian menjaga stan cupcake kami. Banyak juga yang membeli cupcake buatan kami ini.

Syukurlah. Tambahan uang jajan.

"Beli kak, dibeliii.." Millie mempromosikan cupcake itu dengan sangat semangat. Sama seperti semua murid yang mempromosikan jualan mereka masing-masing.

Ada beberapa murid yang tampil di panggung, menghibur semua warga. Guru-guru mengelilingi sekolah, sesekali membeli makanan yang dijual para murid.

Tepat pukul 12 siang, cupcake kami habis dibeli. Laris manis. Acara masih berlangsung, dan sekarang kami bebas, tanpa berjualan lagi. Stan kami tutup.

Noah, Wyatt, dan Gaten mengikuti perlombaan yang diadakan di lapangan belakang. Lomba terompah. Kami semua menonton mereka dan menyorakinya dengan riuh. Apalagi Jaeden dan Finn.

"AYO, NOAH!! GATEN!! WYATT!! MAJU LAGI!!" teriak kami serempak. Di tengah keriuhan itu, Aidan datang bergabung dengan napas yang terengah-engah.

"Guys, guys," sapanya seraya membungkuk. Aku yang mendengarnya menoleh. "Apa, Dan? Dari mana lo?"

"Gue tadi samperin Mr Daniel," jawab Aidan. "Dan katanya, Malina gak bisa ikut cerdas cermat. Karena demam tinggi."

"Jadi?" tanyaku.

"Gue harus nyari anak lain yang mau ikut cerdas cermat," ujar Aidan. "Terus nanti gue lapor ke OSIS, daftar peserta barunya."

Aku berpikir. Aku tidak mengikuti lomba apapun. Mungkin cerdas cermat ini bisa menjadi peluangku? Lumayan, mengisi kebosanan.

"Lo mau gak, By?" tanya Aidan. "Lo kan pinter. Pertanyaan cerdas cermatnya 30% IPA, 30% matematika, 30% IPS, dan 10% bahasa. Ada tiga babak."

"Mau," jawabku, mengangguk. "Gue mau coba."

Aidan terperangah. "Wow! Makasih ya, By!! Gue bantu lo kok. Kita bareng-bareng!" ujar Aidan dengan wajah yang berseri-seri. Aku mengangguk-angguk.

"Ada tiga orang dalam satu tim ya, Dan? Gue, lo, terus siapa lagi?" tanyaku.

"Oh, Layla," jawab Aidan. "Anak seni."

"Kayak pernah denger," ujarku.

"Nah, dia lah. Oh ya, By. Gue mau ke ruang OSIS nih, mau ikut gak?" tanya Aidan. "Sekalian gue ajak Layla juga."

"Boleh," jawabku, mengangguk. Aku pun kemudian mengikuti langkah Aidan menuju sekretariat OSIS. Bertemu lagi dengan Emma untuk kedua kalinya.

━ ━ ━

Seperti biasa, aku latihan dengan Finn, Jaeden, dan Wyatt sepulang sekolah. Hanya sebentar sih latihannya. 40% latihan, 60% merayakan kemenangan Wyatt di lomba terompah tadi.

Hari ini mereka benar-benar merdeka. Memborong makanan di bazaar, dan menikmatinya di sini. Aku turut bergabung karena ajakan mereka. Tak dikasih pulang karena..

"Lo mau kemana?" Finn menahanku yang baru saja ingin keluar dari ruangan.

"Pulang lah," jawabku. Finn langsung berkacak pinggang.

"Kabur lo? Lupa ya sama janji ice cream kemarin?" tanya Finn. Aku mengingat-ingat, lalu menepuk jidat.

"Oh iya!" ucapku. "Lo sih, gak jemput gue semalam. Udah lupa lah gue."

"Yaudah hari ini traktirnya," ujar Finn. "Pulang pesta ini."

Alhasil, aku pun bergabung dengan mereka, berpesta ria menghabiskan cemilan. Tak lama kemudian, waktu menunjukkan pukul lima sore dan sekolah sudah sepi. Tinggal beberapa murid OSIS yang masih membersihkan bekas acara.

Mengingat janji, aku pun pulang dengan Finn. Tapi, kali ini berbeda. Dibanding menaiki kereta ataupun mobil, kami lebih milih berjalan kaki. Ya, karena Finn pagi ini berangkat dengan bis, katanya. Tak masalah juga lagian. Dengan jalan kaki begini, kami bisa bercerita dengan bebas.

Selama berjalan kaki, aku bercerita tentang Aidan semalam. Finn mendengarkan ceritaku dengan seksama.

"Lo udah bisa nebak kan sebenernya, kenapa Aidan tiba-tiba deket sama Ava?" tanyaku seraya menatap Finn dengan mendongakkan kepala.

Finn berpikir. Matanya mengarah ke atas. Ia kemudian berkata, "Aidan suka sama Ava?"

"Yes." Aku mengangguk. Finn menyeringai, "Nampak sih memang."

"Makanya," kataku.

"Emm, Abby," panggil Finn. Aku mengangkat kedua alisku, "Apa?" sahutku.

"Gue tadi lihat lo ngomong sama Aidan pas lombanya Wyatt. Terus kalian pergi. Kenapa? Lo ikut lomba ya?" tanya Finn.

"Oh, iya. Kata Aidan, satu anggota kelompok cerdas cermatnya ada yang sakit. Jadi, dia harus cari pengganti. Dia nawarin gue kan, terus gue mau. Yaudah deh, besok gue ikut lomba cerdas cermat itu," jawabku dengan jelas.

"Oooh, keren, keren," Finn mengangguk-angguk. "Semangat, By."

"Makasih," Aku tersenyum malu. "Doain gue ya."

"Gue selalu doain lo," ucap Finn. Aku menatapnya sejenak, kemudian tersenyum tipis.

"Eh, Finn," panggilku.

"Ya?"

Aku berhenti melangkah.

"Gue terlalu banyak cerita ya?"

Finn menatapku dengan dahi yang berkerut. "Enggak, By." Dia menggeleng.

"Tapi dari tadi gue terus yang cerita. Giliran lo kapan," ujarku, menghela napas. "Gue kayak egois gitu jadinya."

Finn mengulum senyum. Ia menunduk, menatap kedua mataku dengan dalam.

"Lo gak egois. Gue senang lihat lo cerita gitu, By."

Aku terdiam.

"Gak ada salahnya lo cerita terus, sementara gue ngedengerin lo. Emang gue gak punya cerita soalnya, hahah," Finn tertawa kecil.

"Lo beda, By, kalau lagi cerita gitu. Lebih terbuka. Kayak bukan lo yang biasanya. Yang pendiam, tertutup, atau sebagainya. Makanya gue suka dengerin lo."

Aku tertegun. Ucapan Finn benar-benar langsung melekat ke benakku.

Beda? Dia benar. Aku memang berbeda jika sudah seperti itu. Dengan orang-orang yang sudah kuanggap dekat, aku suka bercerita. Seperti Aidan, Johnny, dan sekarang.. Finn?

Entahlah. Aku memang sering merasa muak dengannya, tapi sejujurnya, aku merasa nyaman setiap di dekatnya.

"Cerita terus ya, By? Jangan berubah," ujar Finn. "Jangan overthinking soal yang aneh-aneh. Kalau ada masalah, lo mau cerita sama gue gapapa. Silakan."

Aku tersenyum kecil dan menganggukkan kepala. "Oke deh."

Finn tertawa. Kami pun kembali berjalan menuju ke toko ice cream itu.

━ ━ ━

Tak butuh waktu lama untuk kami tiba di toko itu. Toko ice cream yang tak begitu ramai. Aku dan Finn segera masuk ke dalam toko dan memesan ice cream yang kami inginkan. Khusus hari ini, sebagai janji, aku men-traktir Finn. Sarannya yang sangat berguna telah membuatku menyelesaikan masalah dengan Aidan.

"Lo masih inget gak sih pas kita pertama kali ketemu," ujar Finn, ketika kami mengantre.

"Yang di toko ice cream dekat swalayan itu?" tanyaku. Finn mengangguk.

"Iya. Pas gue terobos lo itu."

"Lo emang bener-bener ngeselin banget waktu itu serius," ujarku. "Tengil banget, nerobos antrean orang."

"Gue buru-buru," katanya.

"Idih. Pakai alasan buru-buru. Memang tengil ngaku aja lah." Aku menyikut sikunya. Finn hanya cengengesan lebar.

Ketika ice cream kami selesai, alih-alih pulang, kami memutuskan untuk duduk-duduk sejenak dulu di salah satu meja toko itu. Meja yang tepat berada di depan jendela kaca toko. Menikmati pemandangan jalan raya.

"Jadi lo gak belajar nih?" tanya Finn seraya menyantap ice cream vanilla nya. "Kok santai banget."

"Belajar lah," jawabku. "Tapi nanti. Sekarang gue mau pacaran sama ice cream ini dulu."

"Gak pacaran sama gue?"

"Dih. Mimpi."

Finn terkekeh ringan. Aku hanya memutar bola mataku dengan menahan tawa. Di tengah nikmatnya ice cream dan pemandangan jalan itu, tiba-tiba, ada seseorang yang menepuk pundakku.

Aku terkejut. Kutolehkan kepalaku untuk melihat sosok itu.


















Tak dipercaya.

"Johnny?!"

━ ━ ━

Johnny Orlando.

Dia kembali. Tepat berdiri di hadapanku saat ini, masih dengan ciri-ciri yang sama. Yang berbeda darinya hanyalah...
















Dia membawa seorang perempuan.

"Long time no see you, By," sapa Johnny dengan senyumannya yang sangat hangat. Dia memelukku dengan erat.

Aku membalas pelukannya itu dengan antusias, "Long time no see you too, John. Apa kabar lo??"

"Baik," jawab Johnny, kini melepaskan pelukannya. "Lo?"

"Never better," jawabku jujur. Aku memandang sosok perempuan yang berdiri di samping Johnny.

Johnny menatapku dan perempuan di sampingnya itu bergantian. Ia lalu memperkenalkan sosok itu kepadaku, "Emm, ini Bianca, By."

"Hai, Abby. Gue Bianca." Anak perempuan itu mengulurkan tangannya kepadaku dengan senyum yang manis. Aku membalas senyumannya dan menjabat tangannya, "Hai, Bianca."

"Hai, John," sapa Finn seraya mengangkat kedua alisnya kepada Johnny.

"Hai, Finn," balas Johnny seraya berjabat tangan dengan Finn.

"Ayo, duduk sama kami," ajakku kepada Johnny dan Bianca. Mereka mengangguk dan duduk bergabung dengan kami. Kami berbincang tentang kedatangan Johnny.

"Lo kok gak bilang-bilang, John??" tanyaku, masih terkejut.

Johnny tertawa kecil. "Sengaja gue, By. Gue mau kejutin kalian. Lo, Sasha, Ava, Andrew, dan teman-teman yang lain,"  terangnya.

"Gue sama Bianca lagi ikutin tur sekolah. Kebetulan kami tur ke sini. Udah tiga hari sih turnya. Dan hari ini sama besok, kami free. Jadi yaudah deh. Gue mau ketemu sama kalian," lanjut Johnny.

Aku tersenyum dan menatapnya dengan dalam.

"Gue kangen sama lo, John," ucapku tulus. Johnny tersenyum dan mengangguk, "Gue juga kangen sama lo, By."

"Jadi, kapan lo mau ketemu sama kita semua?" tanya Finn. "Maksudnya, temen-temen yang lain."

"Besok bisa gak?" tanya Johnny. "Gue juga kangen banget sama mereka."

"Bisa lah," jawab Finn. "Lo dateng aja besok ke rumah Noah ya."

"Eh?" aku melirik Finn. "Rumah Noah?"

"Masak donat," jawab Finn. "Lupa ya? Pikun."

"Oh iya," aku memejamkan mataku. "Ya maaf gak fokus," ucapku membantah ejekan Finn.

Entah ejekan atau fakta. Sepertinya memang fakta.

"Kalian udah mesen ice cream?" tanyaku pada Johnny dan Bianca.

"Udah. Tadi, sebelum samperin kalian." Bianca yang menjawab. Aku mengangguk-angguk.

Aku sebenarnya masih bertanya-tanya. Siapa Bianca? Pacar baru Johnny kah?

Aku dan Finn kembali menikmati ice cream kami sambil bercengkrama dengan Johnny dan Bianca. Saat ice cream ku habis, aku memutuskan untuk ke toilet sebentar.

"Emm, gue ke belakang bentar ya," ucapku kepada mereka, dan segera beranjak ke toilet toko. Aku sangat ingin membuang air kecil sekarang juga.

Beberapa menit berlalu dan akhirnya aku keluar dari toilet. Aku mencuci tanganku, dan tepat sebelum aku selesai membasuh tangan...

"Abby," Seseorang muncul di belakangku. Tanpa menoleh, aku memandang orang tersebut dari kaca wastafel. Barulah aku membalikkan badanku setelahnya.

"Eh, John," ucapku. "Kenapa?" tanyaku.

"Gue mau ngomong sama lo," ujar Johnny. Raut wajahnya terlihat bingung. Berbeda dengan saat tadi.

"Oh," gumamku. "Dimana? Sini aja?"

"Luar aja kayanya," jawab Johnny.

"Oke. Up to you," ucapku. Aku pun mengikuti langkah Johnny keluar dari toko. Aku sempat melihat Finn yang tengah mengobrol dengan Bianca.

Kutahan senyumku, melihat Finn yang mudah akrab begitu. Dia bisa saja mencairkan suasana bahkan dengan orang yang baru dikenalnya. Berbeda denganku yang kaku.

Sekarang, aku dan Johnny telah berdiri berhadapan di luar toko. Aku memasukkan kedua tanganku ke dalam saku celana dan memandang Johnny. Angin sore menerpa rambut kami.

"Kenapa, John?" tanyaku.

Johnny menghela napas. Ia menatap kedua mataku.

"Maaf, By."

Aku memandangnya dengan bingung.

"Maaf kenapa?"

"Gue masih inget malam terakhir gue di sini waktu itu," ucap Johnny.

Oh. Aku langsung mengingat malam itu. Malam dimana aku menyatakan perasaanku dengan Johnny, dan ternyata dia juga memiliki rasa yang sama padaku. Setelah itu, aku menghampiri Finn di taman, di bawah derasnya hujan.

Mana mungkin aku melupakan malam itu.

"Gue suka sama lo, dan ternyata lo juga. Gue belum bisa lupain itu sampai sekarang," ujar Johnny, tersenyum tipis. "Gue selalu mikirin lo semenjak itu, By. Dan gue merasa gak terima sama kenyataan kalau gue kayaknya gak akan balik ke sini lagi."

Aku mengangguk. Aku juga seperti itu setelah dia pergi.

"Itu berlangsung sampai akhirnya gue masuk ke sekolah baru. Di situ, gue ketemu sama Bianca, dan kami teman dekat sampai hari ini." Johnny memandang Bianca dari kaca tembus pandang toko.

Aku menatap kedua matanya.

"Dan, ya. Akhirnya gue bisa lupain lo, Abby. Karena—"

"Lo suka sama Bianca," ucapku, memotong kalimat nya. Johnny menyengir.

"Lo bisa telepati sekarang?" celetuk Johnny. Aku tertawa kecil.

"Enggaklah. Lagian, nampak dari mata lo pas natap Bianca," ujarku. "Lo suka sama dia kan? Makanya lo bisa move on dari gue."

Johnny menghembuskan napasnya dan mengangguk.

"Iya, By. Benar," ucapnya. "Gue suka sama dia, tapi gue belum berani buat nyatain ke dia. Karena masih ada yang ngeganjal di hati gue."

Johnny menatapku. "Lo, Abby. Gue merasa berkhianat dari lo kalau tiba-tiba gue balik ke sini karena tur, dan gue udah gandeng Bianca. Sementara kita berdua baru aja confess gak sampai tiga bulan yang lalu. Dan gue seakan-akan segampang itu lupain lo."

"Johnny." Aku memandang Johnny dengan serius. "Kalau lo suka sama dia, nyatain aja. Gue gak berpikir buruk tentang lo kok."

Johnny mengerutkan dahinya sedikit. "Lo gak...?"

"Cemburu?" tanyaku. Aku mendengus dan menggeleng mantap. "Enggak."



























Wait.

Aku tak cemburu? Aku baru menyadari itu sekarang juga. Bodohnya diriku.

Aku memang merasa bingung sedari tadi, dari saat Johnny datang dengan Bianca di sisinya. Aku memang bingung dan bertanya-tanya, apa hubungan mereka.

Tapi, aku tak merasakan sedikit pun rasa cemburu, iri, ataupun sakit hati. Suasana hatiku tak memburuk sama sekali. Aku malah senang berbincang dengan mereka, dengan Finn. Seperti reuni teman lama.

Apa mungkin aku memang sudah move on dari Johnny?

Ya. Aku rasa sudah dari lama aku beranjak darinya.

"Jadi lo juga udah move on, By?" tanya Johnny. Senyumnya merekah.

"Gue rasa iya." Aku mengangguk dengan cengiran lebar.

"Jadi.. menurut lo, gue harus gimana?" tanya Johnny.

"Ya confess lah. Ngapain ditunda-tunda. Sebelum sesuatu yang gak terduga terjadi, nyatain rasa suka lo," ujarku dengan nada meyakinkan.

Johnny tersenyum. "Oke. Gue bakal confess secepatnya. Lo?"

"Hah? Gue?" Aku tertawa remeh. "Sama siapa? Finn?"

"Eh." Johnny mengangkat kedua alisnya. Raut wajahnya terlihat menjebak. Ia menatapku. Aku hanya memandangnya dengan heran.

Sedetik kemudian, aku pun menyadari apa yang kusebut tadi. Mataku membelalak.




























Oh God. What's wrong with me??

Johnny sama sekali tak tahu siapa yang kusuka. Bahkan dia sama sekali tak menyebut nama seorang pun.

Tapi, aku menyebut nama Finn se-spontan itu?

"Gue gak ada sebut siapapun loh," kata Johnny. "Gue kira lo gak suka siapapun."

"Emang gue gak suka sama siapapun!" tegasku. "Gue tadi keceplosan karena gue kira lo bakal bilang gitu!"

"Keceplosan atau memang benar lo suka sama dia, By?"

"ENGGAK!!"

Johnny tertawa puas. Aku memberengut dan berjalan lebih dulu ke dalam toko. Jantungku berdetak kencang. Hatiku terasa bimbang.

"Lo gapapa?" Finn menanyakanku ketika aku duduk di kursiku kembali.

"Gapapa," jawabku dengan anggukan dan senyuman tipis.

Ada apa denganku sekarang. Mengapa aku merasa telah berbohong dengan Johnny?





















Mungkin yang dikatakan Johnny adalah fakta.

Aku telah jatuh suka kepada Finn.

·
·
·

don't forget to vote and comment! kalo ada kesalahan tolong koreksi di komentar aja yaa biar aku revisi.

thank you!! bye, xoxo <3

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro