26
Beberapa hari berlalu. Acara ulang tahun sekolah semakin dekat. Aku semakin giat berlatih dengan Finn, Jaeden, dan Wyatt. Kemampuanku semakin meningkat. Berlatih dengan mereka memang tak begitu buruk. Namun yang kerap sekali membuat aku jengkel adalah setiap kali aku salah dalam memainkan lagu, dan mereka langsung mengolok-olok. Padahal mereka pun juga sering salah!
Hari ini, kami libur. Ya, weekend. Aku menghabiskan waktuku dengan mendekam di kamar. Menonton film di laptopku, menikmati berbagai cemilan yang sudah kusimpan berhari-hari, dan sesekali mencoba memainkan gitar milik Andrew, untuk mengembangkan kemampuanku. Tak lupa juga, yang paling penting : tidur. Sampai tiba pukul tiga sore, setelah aku bangun dari tidur siangku, handphone ku berbunyi. Menunjukkan sebuah notifikasi pertama yang kudapat hari ini.
finn
oi oi
abby abby
Aku mengintip layar handphone ku, menghela napas, dan membuka notif itu.
finn
finn
oi oi
abby abby
abby
ha
finn
gue ada info
abby
apa
finn
jadi kan
coba vc
abby
bilang aja
kenapa harus vc??
finn
penting
abby
ah semua lo bilang penting
apaannn
EH KOK LO TELPON
finn
angkat anjir
abby
Y Y SBNTAR
Aku langsung mengeluh. Nama Finn masih tertera di handphone ku yang berbunyi terus menerus, menunggu untuk dijawab. Aku langsung beranjak dari tempat tidurku, mencuci mukaku, menyisir rambutku yang berantakan, dan menyanggulnya. Setelah itu, tepat sedetik sebelum panggilan itu berhenti berbunyi, aku pun menerima panggilan itu.
"Lama banget!" seru Finn langsung ketika ia melihat wajahku di layar handphone nya.
"Ya maaf. Gue baru bangun tidur, lo tiba-tiba ngajak vc," ujarku kesal. "Kenapa? Kenapa mesti vc?"
"Udah gue bilang. Ini penting," ujar Finn.
"Yaudah apa yang penting??" tanyaku gusar.
"Jadi kan, lo lihat ini coba," Finn menggeser badannya dari kamera. Menyisakan sebuah pemandangan kamar di kameranya. Aku memperhatikan dengan saksama.
"Kenapa?" tanyaku. "Eh, tumben itu bersih," aku pun menyadari sesuatu.
"Nah, itu," kata Finn.
"Lo biasanya setiap pap di grup band, berantakan mulu kamarnya," ujarku. "Itu kok bersih? Ada house elf kah?"
"Bukan house elf," Finn menggeleng. "Tapi, peri."
Aku mengernyitkan dahi. "Peri?"
"Iya. Kayak Tinkerbell."
"Siapa?"
"Gue."
Sontak, aku pun mengacungkan kepalan tanganku. "Sekali lagi lo gak jelas, gue matiin ini vc."
"Masih pembukaan, By. Bentar," ujar Finn, terkikik geli. Aku memutar bola mataku dan menatapnya dengan sinis.
"Jadi, itu lo yang bersihin?"
"Iyaa. Sisi rajin gue lagi dateng. Tamu setahun sekali," celetuk Finn.
"Ya, gak heran. Terus, kenapa?"
"Jadi, gue tadi kan lagi bersihin kamar gue yang mirip kapal pecah ini kan. Terus, tiba-tiba gue ketemu ini," Finn kembali menghilang dari layar. Abby menunggu. Lima detik kemudian, Finn kembali muncul di kamera dengan dua lembar kertas hologram.
"Apaan tuh?" tanyaku.
"Tiket konser," jawab Finn.
"Hah?" aku terperangah. "Tiket konser apa?"
"Ini. Band pop kesukaan gue," Finn memandangi dua lembar tiket itu.
"Dari mana?"
"Nah ini dia yang mau gue bilang," kata Finn. "Jadi, gue baru inget kalau gue ada nyimpan tiket konser ini. Yang udah gue beli dari beberapa bulan yang lalu. Udah lama banget emang war tiketnya. Udah sold out. Tapi konsernya tiga hari lagi. Untung gue udah dapat tiketnya. Tapi, masalahnya, gue bingung, yang satu lagi ini buat siapa."
"Loh, tapi dulu lo beli dua. Kalau mau sendiri, kenapa lo beli dua? Buat siapa satu lagi?"
"Vanya," jawab Finn.
"Oh," gumamku.
"Dulu, pas kami masih pacaran. Gue ngajak dia nonton konser ini nanti. Udah kami beli juga. Tiketnya aman, eh kaminya kandas," ujar Finn.
"Yaelah," aku menggeleng-gelengkan kepala. "Makanya. Reunian sana kalian. Nonton konser. Kasihan tuh tiketnya nganggur."
"Ngapain sama dia," ujar Finn dengan kerutan dahinya. "Biarin aja dia sama Mark nontonnya."
Aku menyeringai. "Cemburu?"
"Gak," Finn langsung menjawab.
Aku tertawa kecil. "Jadi gimana itu? Entar lo sama Vanya rugi."
"Sama Vanya apanya. Gue yang beli ini duluu, karena gue yang tertarik banget sama konsernya," tukas Finn. "Gue traktir dia."
"Yaudah. Sama Jaeden, Wyatt, Noah, atau siapa lagi," aku berpikir.
"Atau sama lo."
Aku langsung mendelik. "Maaf, sibuk."
"Sibuk apaan. Perasaan kesibukan lo cuman latihan doang lah," kata Finn. Aku mencibir.
"Gak mau," ucapku.
"By, serius ini. Gue udah ngajak Jaeden sama Wyatt. Noah, Aidan juga. Tapi pada gak bisa semua."
"Kenapa gak bisa?"
"Jaeden nanti ada makan malam keluarga. Wyatt gak bisa karena neneknya ultah. Noah sibuk bikin donat buat bisnisnya. Aidan juga sibuk."
"Aidan sibuk kenapa?"
"Lah, kok nanya gue. Tanya sendiri sana," jawab Finn.
Aku menghela napas. "Selain mereka kan ada, Finn. Caleb, Gaten.."
"Mereka tapi mau camping."
"Hah?" aku kembali terperangah. "Apaan kok sibuk semua."
"Ya, makanya. Ayo ikut sama gue, By," kata Finn. "Bentar doang kok. Sore ke malam aja. Jalan ke sana? Sama gue aja."
"Mager, Finn.." Aku memelas.
"Remaja jompoo," ledek Finn. Aku refleks melotot.
"Gue mau sibuk mendadak nanti," ucapku, seraya bangkit dari dudukku dan berjalan ke meja kamarku, melihat kalender kecil yang terletak di ujung meja itu. Aku melihat tanggal tiga hari lagi.
"Tanggal 17..," gumamku. "Gue ada.."
Finn masih menunggu jawabanku dengan serius.
"Kosong.."
"Yes! Tuhkan. Lo emang gak ditakdirkan sibuk," kata Finn di seberang telpon. Wajahnya terlihat tersenyum puas. Aku mendengus.
"Yaudah."
Lagi-lagi aku pasrah. Aku tak tahu apa "jampi-jampi" yang dipasang Finn pada dirinya, tapi mengapa aku selalu mengalah padanya??!! Sesusah itu menolak ajakannya.
"Gitu dong!" ucap Finn. "Sana, minta izin dulu. Kalau gak dikasih, gapapa. Gak usah ikut."
Aku mengacungkan jempolku. "Oke. Gue matiin ya."
"Iya."
━ ━ ━
Diizinkan.
Aku diizinkan pergi menonton konser dengan Finn. Sepertinya keluargaku sudah percaya dengannya. Diberikan begitu saja, tanpa dibujuk. Alhasil, aku pun pergi dengannya tiga hari kemudian.
Dengan kaus putih lengan pendek berlapis jaket jeans biru muda, dan celana hitam panjang, aku menunggu kedatangan Finn di depan rumah. Selagi menunggu, aku menyisir rambutku. Karena merasa rambutku cukup rapi sekarang, aku pun menggerainya. Mengambil tas selempang hitam kecil dan memasukkan barang-barangku, aku pun turun ke bawah.
"Ih, ini yang mau ketemu Hyve??"
Aku melirik Ava yang tengah berjalan ke ruang tengah dan menyapaku.
"Gak ketemu. Nonton doang," kataku seraya menyeringai.
TIIN! TIIN!
"Finn, By!" terdengar seruan Sasha dari ruang tamu.
"Oh iyaa, bentar!" aku berlari menuju pintu ruang tamu. Terlihat mobil Finn yang berhenti di depan rumahku.
"Aku pergi ya!" seruku pada orang-orang dalam rumah.
"Hati-hati, By!" seru Sasha dan Ava.
Aku berjalan menuju pintu mobil bagian kiri Finn. Membuka pintu itu, dan masuk ke dalam.
"Kok lama," kataku.
"Ketiduran."
Mendengar jawaban Finn, aku pun menatapnya dengan datar. Aku memakai safety belt ku, sementara Finn mengambil parfum kesukaannya dari laci mobil dan menyemprotkannya ke kaus hitamnya.
Mobil pun melaju tak lama kemudian. Menuju lokasi konser.
━ ━ ━
Setengah jam kemudian, Finn memarkirkan mobilnya di tempat khusus parkir. Kami turun dari mobil dan berjalan menuju pintu masuk. Setelah tiket kami dicek, kami pun masuk ke dalam area konser. Mencari tempat untuk kami berdua di antara kerumunan orang-orang. Akhirnya, kami lebih memilih tempat di bagian belakang, yang cukup sepi dari kerumunan. Mungkin agar tak ikut berdesak-desak.
"Ayo, makan, By," ajak Finn. "Gue ada bawa roti mocca nih. Nah, buat lo satu."
"Makasih, Finn," aku menerima sebungkus roti lembut itu dan kemudian menikmatinya. Untung aku membawa sebotol air mineral untuk diminum.
Setengah jam kemudian, konser dimulai. Setelah pembukaan yang sekejap saja, band yang bernama Hyve itu mulai memainkan lagu mereka. Aku menatap Finn yang tak berhenti bersenandung di setiap lagu yang dinyanyikan oleh vokalis band itu. Aku ikut menikmati. Memang lagu-lagunya enak semua. Catchy.
Selain catchy, lagu-lagu mereka juga dapat menghipnotis para penontonnya agar terbawa perasaan.
Termasuk aku.
Ya, entah mengapa hatiku langsung berbunga-bunga setelah mendengar lagu mereka. Seenak itu. Finn pun juga ikut terhipnotis. Kedua pasang tangan kami melambai-lambai, menikmati lagu. Sementara langit sudah mulai gelap. Matahari terbenam.
Menyesuaikan dengan suasana sekitar, band itu pun mengganti lagu mereka menjadi lagu yang cukup tenang. Aku memandang sunset itu dengan kagum.
"Lihat, Finn," aku menepuk-nepuk pundak Finn. Ia menoleh dan menatap arah yang kutunjuk.
"Cantik," ujarnya. "Kayak orang yang nunjuk."
Aku langsung mencibir dan menyikut tangannya. Gombalan tak jelasnya itu memuakkan. Dasar buaya.
Lantunan lagu yang tenang masuk ke dalam telingaku dengan lembut. Tak mau menyia-nyiakan pemandangan yang indah itu, aku segera mengeluarkan handphone ku dari dalam tas dan langsung memotret sunset itu. Finn tiba-tiba melipat kedua tangannya di atas kepalaku, dan menopangkan dagunya.
"The sunset is beautiful isn't it?"
Aku mendelik ke atas, tanpa bisa melihat sosoknya. Aku tertegun. Aku tahu apa makna dari kalimat itu. Makanya aku terdiam bingung.
"Maksudnya?" ucapku dengan cengiran lebar. Berpura-pura tak mengerti.
"Gapapa. Itu buat Vanya."
Oh..
Aku langsung melotot setelah membatin seperti itu. Bertanya-tanya dalam benakku, mengapa tadi tiba-tiba aku merasa lega?!
Aku diam. Berusaha untuk mengalihkan pikiranku yang mengherankan itu, aku pun kembali memotret sunset itu.
"Tag gue entar ya," ucap Finn, berhenti menopangkan dagunya di atas kepalaku.
"Foto sunset ini?" tanyaku dengan raut wajah heran.
"Iya. Kenapa emangnya?" jawab Finn, malah balik bertanya. "Oh, mau foto bareng?"
"Gak gitu juga!!"
Finn terkikik. "Yaudah. Foto ini, sama foto tiket yang di awal tadi aja. Terus gabung sama foto kita sendiri."
"Oh, empat grid?"
"Yes," Finn mengangguk.
"Yaudah, ayo foto," kataku.
"Nanti aja pas malem. Keren," kata Finn, mengedipkan sebelah matanya. Aku langsung memutar bola mataku setelah melihat ekspresinya.
Beberapa saat kemudian, malam pun tiba. Sinar matahari meninggalkan hamparan langit. Bulan pun menggantikan perannya untuk menerangi langit malam yang gelap. Bintang-bintang bertabur indah. Aku kembali memotret pemandangan langit itu.
"Foto lagi," komentar Finn, teralih dari mendengarkan lagu pop yang kembali dimainkan.
"Terserah gue," aku mengangkat kedua bahuku.
"Kenapa gak foto lo sendiri?" tanya Finn.
"Gak suka," jawabku. "Jelek."
"Gue sentil juga lo bilang kayak gitu lagi," ujar Finn. Dia menunjuk wajahku dengan heran, "Jelek apanya kayak gini."
Aku meringis, seraya menggesernya dari kamera.
"Semua cantik, termasuk lo," kata Finn. "Lihat tuh. Bulannya cantik, kan?"
Aku terpaku. Tanganku berhenti memotret. Setelah mendengar perkataan Finn tadi, aku tak tahu mau berkata apa.
Apalagi setelah mendengar kalimat yang terakhir?? Translate dari kalimat penuh makna itu??
Ah, Abby gila. Kau terlalu banyak membaca istilah seperti itu, By.
Terserah kalian ingin mengatakan aku apa. Aku juga ingin mengata-ngatai diriku sendiri.
ABBY GEER.
Mana mungkin. Finn?? Mana mungkin dia—
"Aih," aku nyengir dan membalikkan badan. "Lo sok bijak," aku mendecak seraya mendorong pelan pundaknya.
"Terserah gue," balas Finn. "Ayo sekarang foto. Gue fotoin lo duluan."
"Kenapa gak lo aja?"
"Ah, udahlah," Finn merebut handphone ku secepat kilat. Aku terkejut dan tanpa bisa berbuat apa-apa, aku pun langsung berpose. Finn memotretku dengan flashlight yang menerangi hasil foto. Setelah itu, giliran ia yang kufoto.
Tepat saat aku selesai mengambil foto, Finn memanggil seseorang wanita di antara kerumunan. Aku menatapnya sekilas. Tiba-tiba, Finn merebut kembali handphone ku itu dan memberikannya kepada wanita tersebut. Ia lalu menarik diriku dan merangkulku. Aku terkejut dan tersenyum terpaksa.
CKREK!
"Makasih, kak," Finn menerima handphone ku yang dikembalikan oleh wanita tersebut. Tepat sebelum aku menyerangnya dengan berbagai umpatan, ia meraih tanganku dan mengajakku menari-nari kecil menikmati intro dari satu lagu yang sangat seru dan siap dimainkan. Atau bisa dibilang, lagu terakhir dari konser hari ini.
Dan sialan. Lagi-lagi aku tak bisa menolak ajakannya.
━ ━ ━
Konser pun berakhir. Kami berjalan kembali ke mobil sambil mengobrol.
"Seru kan?" kata Finn.
"Seru," jawabku.
"Tuhkan bener. Gak salah gue ngajak lo nonton konser mereka," kata Finn.
Aku hanya mengangguk mengiyakan ucapannya. Finn menyeringai. Kami tiba di tempat mobilnya terparkir. Setelah masuk ke dalam mobil, Finn pun menyetir dan mobil ini pun melaju.
Aku menikmati pemandangan kota pada malam hari dari jendela mobil yang cukup gelap. Finn menyalakan radio mobilnya, dan terputarlah satu lagu yang dibawakan The Weeknd, yang benar-benar sangat cocok dengan suasana city night ini.
Aku tersenyum kecil. Kepalaku bergerak-gerak menikmati irama lagu. Mobil berhenti, ketika lampu lalulintas menunjukkan lampu merah.
Aku melihat aktivitas orang-orang yang di luar. Tiba-tiba, pandanganku tertuju pada sepasang orang yang tengah berjalan di trotoar. Aku terkejut dan tak percaya. Kusipitkan mataku, untuk membuktikan bahwa apa yang kulihat itu benar.
Dan ternyata benar apa yang kulihat. Aku tak salah lihat sama sekali.
Itu benar Aidan dan Ava. Berjalan berdua dengan canda tawa.
·
·
·
hai haii, don't forget to vote and comment! pls hidupin aja cerita ini. kayak gurun aku liat, sepi betul ☺☺
tp yaudah NVMDD, pls correct me if i'm wrong. tolong koreksi di kolom komentar apabila ada typo atau salah apa.
minal aidin wal faidzin btw. telat 4 hari 🙏🏻
aku terlalu banyak basa basi HEHEHEHEH pardon mee
see you soon, bye!
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro