Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

25

 Keesokan harinya, Finn sudah mulai mengajakku latihan sepulang sekolah. Tepat saat aku baru saja menyusun bukuku di loker, anak laki-laki itu sudah berdiri di samping lokerku dengan memakai tas ranselnya di satu pundak saja.

 "Lo kalau dateng ucapin salam kek. Ngagetin aja," ujarku. 

 "Ayo latihan," ucap Finn sembari mengemut permen tangkainya. "Lo gak sibuk kan?"

 Aku menggeleng. "Enggak."

 "Yaudah, ayo." Finn langsung menarik tanganku tanpa jawaban. 

 "Hei!" Aku berusaha menepis tangan Finn, tapi tangannya tak bisa dilepas. Dengan santai, dia menggeretku ke ruang musik. Ternyata, masih hanya kami berdua di dalam ruangan itu.

 "Apa sih lo narik-narik," keluhku. Aku melihat sekeliling dengan bingung. "Mana Jaeden dan Wyatt?"

 "Beli jajan di cafetaria," jawab Finn. "Sambil nunggu mereka, lo latihan aja dulu."

 Setelah mengatakan itu, Finn langsung berbaring di sofa ruangan. Aku menatapnya sembari menggeleng-gelengkan kepala.

 "Latihan apa?"

 "Terserah," jawabnya sambil bermain handphone.

 Aku mendengus. Aku mengambil salah satu gitar yang ada di dalam ruangan, lalu mencari chord gitar untuk lagu yang akan kami tampilkan nanti.

 "Bisa?" Finn melirikku.

 "Ya," jawabku singkat tanpa melihatnya. 

 "Lo mau main gitar atau bass?" tanya Finn. 

 "Terserah."

 Finn memutar bola matanya. "Serius."

 "Terserah."

 "Lo mau bales gue?" Finn menyeringai. Dia duduk di sampingku.

 Aku mendecih. "Menurut lo mending gue main bass atau gitar?"

 "Bass sih. Lebih cocok aja menurut gue. Tapi, terserah lo juga."

 "Kan, terserah lagi." Aku mencubit tangan Finn. Dia merintih kesakitan dan nyengir lebar.

 "Kalau lo mau main bass, lo diajarin sama Jaeden aja. Tapi kalau lo tetap mau gitar, lo diajarin sama gue aja, kayak waktu di rumah Aidan," terang Finn.

 "Hmm." Aku berpikir keras. Tiba-tiba, pintu ruangan terbuka dan masuklah dua siswa yang menghilang sedari tadi.

 "Halo, kami balik," ucap Jaeden saat masuk ke dalam ruangan. Dia dan Wyatt menghampiriku dan Finn yang tengah duduk di lantai berlapis karpet. Mereka mengeluarkan sebuah paperbag berisi 6 bungkus cheeseburger. 

 "Nah. Kami beli 4, tapi karena kami cies sama ibu burger, jadi dapat bonus 2," ujar Wyatt. Aku dan Finn yang mendengar itu langsung terperangah.

 "Hah?"

 "Serius loh," kata Wyatt.

 "Bisa pula ya kayak gitu," ujar Finn sembari membuka sebungkus burger dan langsung melahapnya.

 Kami berempat menikmati cheeseburger itu seraya membincangkan banyak hal. Aku mulai berbaur dengan mereka. Pembahasan mereka sangat random dan seru. Bahkan saat cheeseburger kami sudah habis semua, kami masih mengobrol tentang tren-tren Tiktok zaman sekarang. Pembahasan itu belum berhenti, sampai akhirnya Finn yang selesai tertawa terbahak-bahak, bangkit dan membuang bungkus burger nya.

 "Eh, kok malah ngobrol. Yok yok, latihan," ajak Finn. Aku, Jaeden, dan Wyatt pun ikut memungut bungkus burger, berdiri, dan membuangnya. Jaeden meletakkan dua bungkus bonus burger tadi di atas meja.

 "Oke, pertama, kita latihan lagu yang mana dulu nih?" tanya Finn.

 "Eh ada yang mau kami bahas sama lo Finn, bentar," ujar Jaeden. Finn menatapnya.

"Gimana kalau lagu kita diganti?"

"Hah? Maksudnya?" tanya Finn.

"Lagu yang kita tampilin bertiga, diubah. Disconnected, jadi
Best Friend - Rex Orange County," terang Jaeden. "Gimana?"

"Hmm, bagus juga sih," ujar Finn. "Kalian udah hafal not nya??"

"Udah. Makanya kami pilih. Lo juga udah hafal chord sama liriknya kan?" tanya Jaeden.

Finn mengangguk. "Tapi, Jae. Gue punya ide juga."

"Apa?" tanya Jaeden.

"Gimana kalau lo yang jadi vokalis buat lagu kita bertiga?"

"Hah?" Jaeden langsung melotot tak percaya. "Gue yang nyanyi?"

"Iya," Finn mengangguk. Jaeden langsung menggeleng. "Gak, gak. Gue gak bisa nyanyi."

"Coba aja bro," Wyatt menepuk-nepuk pundak Jaeden sembari tersenyum berseri-seri. "Sekali-sekali. Finn kan maunya duet sama Abby— ADUH!"

Finn tersenyum masam sambil menginjak kaki Wyatt akibat ucapannya tadi. Jaeden masih kaget dengan ucapan Finn.

"Gimana ya.."

"Coba aja, Jae. Lo lihat gue lagi. Gue juga gak bisa nyanyi," kataku. Jaeden menoleh kepadaku.

"Iya juga ya," gumam Jaeden. "Kalau lo bisa kenapa gue gak bisa."

Jaeden pun memandang Finn dengan mantap. "Oke, Finn. Gue yang nyanyi lagu itu."

Finn tersenyum. "Bagus. Semangat, Jae." Ia menepuk pundak Jaeden. "Oke, ayo mulai latihan!"

━ ━ ━

Kami selesai latihan pukul lima sore. Aku pun menyusun barang-barangku dan keluar dari ruang musik. Sekolah sudah sepi. Hanya tinggal anak-anak yang menjalani pelajaran tambahan dan ekskul hari ini.

"Balik, By?" tanya Finn ketika aku berdiri menunggu jemputan di luar sekolah.

"Iya. Lo?"

 "Mau balik juga. Lo naik apa?"

 "Ini lagi nyari jemputan online."

 "Aih. Ngapain online," Finn menekan tombol Out di handphone ku. Aku melotot.

 "Hei!"

"Gue kemarin ada nemu tempat makan yang makanannya, serius, enak banget."

"Terus apa nyambungnya sama ojek online gue?"

"Ssst, denger dulu," Finn menutup mulutku. Aku menepisnya sembari merengut.

"Gue mau ngajak temen gue makan bareng, sekalian tularin virusnya. Nah, mereka gak bisa," ujar Finn.

"Siapa mereka?"

"Anak ayam," jawab Finn sewot.

"Serius!"

"Ya Jaeden Wyatt lah. Lo kira siapa lagi??" kata Finn, mengernyitkan dahinya.

"Ya, terus kan ada yang lain. Noah, siapa lagi," ujarku santai. "Atau Aidan."

"Ah, Aidan sok sibuk. Diajak gak mau, katanya ada les."

"Ya emang ada les gimana lagi. Lagian lu jahat, dia maunya sama gue," kataku, melipat tangan di depan dada.

"Dii miinyi simi giwi," Finn mencibir. "Gue yang maunya sama lo."

Aku menjulurkan lidah. "Wle. Gue gak mau."

"Aduh, sayang banget," Finn mendecak seraya menggeleng-gelengkan kepalanya. "Padahal ini makanan enak banget. Langka disini."

"Makanan apaa sihh?" tanyaku penasaran.

"Makanya ikut, biar bisa tau."

"Ah, lo sering bohong. Nanti ternyata gak ada makanan. Malah lo bawa gue nanti ke mana-mana," kataku dengan nada jengkel.

"Kali ini serius," ujar Finn. "Ayo, By. Ikut ya?" Finn memegang tanganku. Aku mendelik ke arah tangannya.

"Gue sibuk, Finn. Gimana ya."

"Gue udah bilang sama Sasha."

"HAH??"

"Ayok." Finn menarikku tanpa aba-aba ke tempat parkir. Sementara aku masih tercengang kaget.

"WOY!"

━ ━ ━

Aku masih merengut selama perjalanan. Sampai akhirnya 10 menit terlewati, dan kami sampai di tempat makan yang dimaksud Finn. Dan ternyata, makanan yang disebut lezat oleh anak keriting di depanku ini ialah..

"Ooh, bakso..," ucapku setelah melihat makanan yang disajikan oleh pelayan ke meja lain.

"Nah, bener," Finn menjentikkan jarinya. "Enak kan?"

"Iya. Gue pernah nyoba juga soalnya," jawabku. Kami duduk di salah satu meja area belakang, dekat dengan taman rumah makan itu.

Finn tersenyum seraya menyandarkan dirinya di kursinya. Menikmati angin sore yang sangat sejuk. "Sejuknya."

Aku ikut menikmati semilir angin segar itu. Aku memandang sekeliling. Salah satu pelayan pun datang menghampiri kami, dan menanyakan pesanan kami. Setelah menentukan pesanan, kami kembali menikmati angin sore.

"Di sini bukan cuman bakso ya?" tanyaku.

"Iyaa. Ada nasi goreng, dan kawan-kawannya juga. Tapi baksonya paling enak," jawab Finn. Aku manggut-manggut.

Aku membuka tasku dan mengeluarkan buku Fisika ku. Mengerjakan tugas yang tadi diberikan di sekolah. Lebih baik dikerjakan sekarang, daripada nanti. Kalau nanti malam, aku malah membantai tidur, bukannya tugas.

Finn menggeleng-geleng melihatku. Kemudian matanya terpejam. Ya, ia tertidur. Bagaimana sih??! Dia yang mengajak makan, eh malah tidur.

"Cih." Aku mendecih kesal melihat anak laki-laki di depanku itu. Dasar. Finn 'Gak Jelas' Wolfhard.

Aku kembali fokus menyelesaikan tugasku. Sembari menyetel lagu yang menyenangkan telingaku lewat headset yang kubawa.

Tiba-tiba, sebuah suara tertangkap jelas di telingaku, samar-samar dari nada laguku. Aku diam, memberhentikan laguku sebentar, lalu melepas headset ku.

GROOKK

"Iiihh!" Aku memekik kesal setelah mengetahui bahwa itu adalah suara dengkuran Finn. Anak satu ini memang aneh. Bisa-bisanya, di tengah-tengah keriuhan para pelanggan di restoran ini, dia malah tertidur nyenyak. Mendengkur pula itu!

"Woi!" Aku berbisik kuat kepada Finn sambil melihat sekeliling. Untung belum ada yang melihat dia.

Aku menepuk-nepuk bahu Finn. Dia tertidur sambil melipat kedua tangannya di atas meja, dan menopang kepalanya di atas tangannya itu.

"Finn!"

Bukannya bangun, ia malah mendengkur semakin keras. Aku memijit dahiku. Bingung.

"Hei!!" Aku mengacak-acak rambutnya dengan kesal. Para karyawan yang tengah berkumpul di meja kasir melihat kami berdua. Mereka terlihat menahan tawa, melihat Finn yang tertidur pulas.

"Finn, wake up," ucapku pelan, di depan wajahnya, seraya menopangkan daguku di meja. Aku ikut berposisi sepertinya.

Satu.. dua.. tiga.. empat.. lima.

Lima detik berlalu, dan kemudian..

"Hmm," Finn bergumam. Ia membuka matanya perlahan. Netranya langsung menangkap tatapanku.

"Kenapa?" Finn menjawab dengan pelan dan malas.

"Lo ngorok," jawabku, dengan raut datar. Finn mengangkat kedua alisnya.

"Terus?"

"Hei?? Kita ada dimana?" tanyaku, menjentikkan jariku berkali-kali di depan matanya.

"Di rumah."

"Rumah makan, Pinter," ujarku. Finn terdiam sebentar, lalu bangkit dari posisinya. Ia melihat sekeliling, masih dengan mata yang berat.

"Ngantuk banget gue," katanya. Finn mengucek-ngucek matanya.

"Eh, gak boleh," aku memegang tangannya, menghentikan tindakannya itu. Finn menurut dan menurunkan tangannya. Aku menyuruhnya mencuci muka. Sementara dia beranjak dari kursinya dan mencuci muka di toilet, aku menyusun semua buku tugasku tadi. Tinggal satu soal yang belum kuselesaikan.

Tak lama kemudian, tepat setelah Finn kembali, makanan kami datang. Kami pun menikmati bakso itu dengan lahap. Rasa kantuk Finn sudah hilang. Matanya tak berat lagi.

"Lo suka?" tanya Finn, membuka pembicaraan.

"Suka apa?" sahutku tanpa mendongak.

"Suka gue."

Aku pun langsung mendelik.

"Ya suka makanannya lah! Nanya lagi," ujar Finn. "Cepat jawab."

"Suka," jawabku.

"Tuhkan, apa gue bilang," katanya dengan seringaian bangga.

"Tapi, Finn. Tadi siang kan kita udah makan cheeseburger. Jujur, perut gue masih kenyang banget. Lo juga?" tanyaku, masih menyantap bakso itu walaupun perutku masih kenyang.

"Perut gue banyak ruangannya. Mau mukbang seafood pun juga bakal habis sama gue," ujar Finn sombong, dibalas decihanku. "Ini bakso buat makan malam, By. Jadi, lo nanti malam gak usah makan lagi."

"Oh gitu," aku mengangguk-angguk.

"Iya sayang."

"Dih!" Aku melotot. Finn tertawa kecil. Kebanyakan bercanda.

"Anyway, lo kok bisa ketiduran sih?" tanyaku.

"Karena ngantuk." Finn masih sibuk menggigit baksonya.

"Is. Bukan," kataku sambil mendengus.

"Hehe, karena tadi malam gue begadang," jawab Finn.

"Ngapain lo begadang?"

"Latihan."

Aku langsung terperangah. "Lo ngapain latihan sampai ga tidur??"

"Keasyikan. Gak bisa tidur gue," jawab Finn.

"Terus kenapa lo gak tidur di ruang musik tadi?" tanyaku lagi.

"Karena lo ngajak ngomong."

Aku merengut. Kembali ku santap baksoku, menyeruput kuahnya yang asin.

·
·
·

hi! don't forget to vote and comment!

and also, pls tell me if there's something wrong in this chapter. thanks!

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro