Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

18

Entah kenapa, semangatku turun drastis sekarang. Johnny sudah pindah dari tadi pagi. Kemarin adalah hari terakhirnya di sekolah. Dan hari ini adalah hari pertamaku tanpanya di sekolah.

Aku memasuki halaman sekolah dengan berjalan gontai. Mataku agak sembap karena menangis. Aku tak punya selera makan. Makanya sarapanku sedikit sekali.

"Abby!" Aidan berlari menghampiriku. Aku menoleh pelan. Wajah Aidan tampak berseri-seri.

"Apa, Dan?" sahutku pelan.

"Ini— eh, Abby?" Raut wajah Aidan berubah menjadi heran. Dia memandangku. "Lo kenapa?"

Aku mengangkat bahu, tak mau menjawab.

Handphone Aidan berbunyi. Sebuah notifikasi muncul di handphone nya. Aidan melihat pesan yang dikirim Jaeden itu.

jaeden
ppp aidannn
OII
LO TAU GK
JOHNNY PINDAH

Aidan langsung terbelalak. Dia menoleh kepadaku. "Abby, lo—"

"Gue tau," ucapku. "Gue tau Johnny pindah."

"Jadi... ini alasan lo gak semangat gitu?" tanya Aidan, penuh simpati.

Aku hanya diam. Aidan tahu tanpa bertanya lagi sebenarnya.

"Lupain aja," kataku. "Ayo masuk ke kelas."

━ ━ ━

Johnny pindah.
 
Vanya kecelakaan.

Itulah topik pembicaraan sekolah hari ini. Semuanya membicarakan soal itu. Beberapa perempuan heboh karena idola mereka pindah dari sekolah. Bahkan kudengar, ada yang menangis di toilet.

"Hei!" Jaeden, Wyatt, Sateen, Noah, Millie, Sadie, Caleb, dan Gaten datang bergerombol ke mejaku dan Aidan. Aku mendongak dan menghela napas. Baru saja aku ingin berbicara empat mata dengan Aidan. Tapi tidak apa-apa lah. Nanti bisa di lain waktu.

"Hei," balas Aidan. "Sini duduk sama kami."

Jaeden, Wyatt, Sateen, Noah, Millie, Sadie, Caleb, dan Gaten duduk di dekat kami. Aku duduk di dekat Sateen, Millie, dan Sadie. Meja pun langsung penuh.

"Kalian udah denger berita terbaru?" tanya Gaten. Semua mengangguk, kecuali aku.

"Udah denger. Johnny pindah kan?" kata Wyatt. Gaten mengangguk.

"Si Vanya juga kecelakaan. Aduh, kasihan banget ya," kata Millie. Sadie dan Sateen mengangguk.

Kulihat Jaeden dan Wyatt batuk-batuk, dan sesekali bersin. Kami pun sedikit menghindar dari mereka.

"Kalian kenapa batuk-batuk?" tanya Aidan. "Lagi flu?"

"Mau— HATCHIMM! Mau flu kayaknya," jawab Jaeden.

"Siapa suruh mandi hujan," kata Sateen jutek sembari menyilangkan tangan di dada. "Tuh, jadi sakit begitu. Harusnya kalian di rumah dulu."

"Ya kan kami udah rencana mau berenang bareng, eh malah hujan," ujar Jaeden. "Ya kan, Wyatt?"

"Iya, betul betul betul." Wyatt mengangguk.

"Mandi hujan? Astaga, ck ck." Aidan mendecak. "Pantesan."

 "Tapi lebih parah Finn menurut gue," ujar Noah.

 Finn?

 Aku baru sadar kalau Finn tak ada di antara kami. 

 "Finn?" aku mengerutkan dahi. "Dia dimana?"

 "Finn sakit," jawab Noah. "Gara-gara ngegalau pas hujan."

 "Ngegalau pas hujan?" Aidan terperangah. "Ck. Ada-ada aja."

"Nanti kita jenguk dia yuk," usul Noah. "Kita patungan buat beli makanan untuk dia."

"Ayoo," tanggap Millie. "Gue setuju."

"Gue juga."

"Gue jugaa."

Alhasil semua setuju, sampai akhirnya...

"Abby? Lo gak ikut?" Aidan bertanya kepadaku, membuyarkan lamunanku tentang Finn tadi malam.

"Eh, ikut," jawabku. "Gue ikut."

"Oke. Ayo kita kumpulin duitnya sekarang."

━ ━ ━

Sepulang sekolah, kami langsung membeli makanan untuk Finn. Parsel buah juga brownies. Aku semobil dengan Aidan, Sateen, Jaeden, dan Wyatt. Sedangkan Millie semobil dengan Sadie, Noah, Gaten, dan Caleb.

Sesampainya di rumah Finn, kami disambut oleh saudara laki-laki Finn, Nick Wolfhard. Ia mempersilahkan kami ke kamar Finn. Kami pun menjenguk Finn di dalam kamarnya. Noah mengetuk pintu kamar Finn, lalu langsung membuka pintunya.

"Halo, Finn!" sapa Noah dengan senyum lebar. Sapaan Noah berhasil membuat Finn yang sedang berbaring lemah di atas kasur, terkejut.

"Eh, kalian ternyata," kata Finn dengan lesu. "Kalian udah datang dari tadi?"

"Udah dong. Gimana kabar lo?" tanya Jaeden yang memegang parsel dan brownies.

"Enggak baik," jawab Finn.

"Iya sih, bener. Oh iya, nih buat lo." Jaeden meletakkan parsel buah dan sekotak brownies tadi di atas meja yang berada di sebelah kasur Finn.

"Makasih ya," ucap Finn.

"Sama-sama. Ngomong-ngomong, lo kok bisa sih ngegalau di hujan?" tanya Jaeden, yang setelahnya langsung bersin.

"Enggak tau." Finn cengengesan. Dia memandang kami semua yang sudah duduk di karpet kamarnya. Tiba-tiba, pandangannya tertuju padaku.

"Hai, Abby galak," sapanya. Aku menghela napas sabar, berusaha menahan emosi. Dia sedang sakit, jadi yaa begitulah..

"Hai," balasku singkat. Finn kembali menunjukkan seringaiannya yang menyebalkan.

"Emm, ada sesuatu nih di antara kalian," kata Wyatt, mengetuk-ngetuk dagunya sembari menyeringai.

"Gimana? Udah pacaran beneran nih?" tanya Gaten, cekikikan.

"Udah putus sih iya."

Semua langsung memandang Finn, kecuali aku yang sudah tahu. Aku mendecak pelan. Finn mengatakan itu dengan santai.

"Putus?!" Noah terbelalak. "Maksud lo??"

"Iya, putus." Finn mengangguk enteng. Sementara teman-temannya memasang wajah terkejut. Aidan melirikku.

"Kenapa lo gak ngasih tau ke kita, By?" tanya Aidan.

"Males," jawabku.

"Terus? Kalian sekarang gimana?" tanya Sadie.

"Ya gitu. Single. No crush, no relationship," jawab Finn, mengangkat bahunya dengan pelan. "Ya kan?"

Aku mengangguk.

Gara-gara perkataan Finn, mereka semua tak berhenti membicarakan soal kami, juga Vanya dan Johnny. Aku hanya bisa diam dan melihat seisi kamar Finn yang terlihat keren. Anak ini memang memiliki selera yang keren.

 Satu jam kemudian, kami pamit pulang. Masing-masing orang harus segera pulang. Ya, masing-masing, kecuali aku. Noah akan pergi menemani Chloe, Millie dan Sadie ada rapat klub, Jaeden dan Wyatt harus istirahat di rumah karena flu mereka, Sateen ada acara keluarga, Caleb dan Gaten harus mengerjakan tugas klub mereka, dan Aidan akan menemani orangtuanya membeli perabotan rumah baru. Sedangkan aku? Tidak ada urusan. Sok sibuk sih iya.

 "Kami pulang ya, Finn. Cepat sembuh, nanti temen main kami gak ada," kata Noah. Finn nyengir. "Iya, iya. Makasih ya semuanya."

 "Sama-sama, Finn," ucap mereka. "Sampai jumpa di sekolah ya."

 "Iya, dadahh."

 Mereka pun keluar dari kamar Finn. Aku masih tinggal di dalam kamarnya, berdiri dan tenggelam dalam pikiranku.

 "Abby, lo gak ikut pulang?" tanya Aidan. Aku mendongak, lalu menggeleng. "Enggak. Gue di sini dulu. Kalian duluan aja."

 "Yakin?" tanya Aidan. Aku mengangguk. Aidan memandangku sejenak, kemudian tersenyum. "Yaudah. Dadah, Abby. Hati-hati nanti."

 "Dadah, Aidan. Hati-hati juga," balasku seraya menunjukkan senyumku. Aidan pun menyusul Noah, Millie, Sadie, Jaeden dan yang lainnya.

Setelah semuanya pulang, suasana kamar pun menjadi lengang. Hanya ada aku dengan Finn di dalam kamar. Aku menggigit bibir bawahku dengan banyak pikiran. Finn yang sedang menyeruput minumannya, memandangku dengan heran.

"Lo kenapa gak pulang?" tanya Finn. Aku menoleh, tanpa menjawab. Aku tak tahu ingin menjawab apa. Itu sebabnya, aku duduk di kursi yang terletak di sebelah kasur Finn.

"Ada yang bisa gue bantu?" tanyaku. Tiba-tiba saja, Finn tersedak minumannya. Dia terbatuk-batuk. Aku membelalak kaget.

"Kenapa lo tanya gitu?" tanya Finn, terbatuk lagi. Dia menatapku dengan aneh, seperti aku adalah orang asing yang tiba-tiba menanyakan "ada yang bisa saya bantu?".

"Yah gapapa." Aku mengangkat bahu.

"Jawab coba. Kenapa lo tinggal di sini? Kenapa lo gak ikut pulang sama yang lain?"

"Karena gue mau tanggung jawab!" Akhirnya aku mengutarakan pikiranku sedari tadi. Finn sakit karena kehujanan tadi malam. Jika dia pulang lebih cepat, pasti sakitnya tak akan terlalu parah dan dia bisa hadir ke sekolah.

"Tanggung jawab?" Finn mengerutkan dahi. "Lo mikir apa sih? Kenapa harus tanggung jawab?"

"Gara-gara gue gak bawa lo pulang lebih cepat, lo jadi sakit parah begini sampai gak hadir di sekolah," kataku. "Ya berarti ini salah gue."

"Ngapain lo tanggung jawab. Kan ini salah gue karena gak mau pulang pas hujan," kata Finn, cengengesan. "Lo boleh pulang kok tadi sama mereka."

Aku diam. Baiklah, Finn benar juga.

Jadi? Apa yang ku lakukan sekarang? Membantu Finn?

"Hmm, apa jangan-jangan... lo kasihan sama gue ya?" kata Finn, kembali menunjukkan seringaiannya yang menyebalkan.

Aku langsung menggeleng. "Enggak lah."

"Yaudah kalau enggak. Tadi lo nanya apa ada yang bisa lo bantu kan?" kata Finn, meletakkan gelasnya di meja samping kasur. Aku terus memandangnya, tak tahu apa yang akan dikatakannya.

"Ada kok yang bisa lo bantu," kata Finn.

"Apa?"

"Suapin gue."

━ ━ ━

Aku menyuapkan makanan Finn. Anak laki-laki berambut keriting tersebut memperlakukanku seperti perawatnya. Aku hanya bisa pasrah. Ini semua juga gara-gara pertanyaanku tadi.

Walaupun aku agak kasihan pada Finn karena kondisinya yang terbaring lemah sekarang, aku masih ingin memukulnya. Terlebih saat aku kembali melihat seringaian menyebalkannya.

"Udah kenyang," kata Finn saat aku memberinya suapan ketiga. Aku pun menggeleng.

"Lagi. Belum lima suap lho," omelku. "Nanti lo makin sakit."

"Gak selera," ujar Finn, menggeleng sambil menutup mulutnya seperti anak kecil.

"Ck." Aku mendecak. "Dikit lagi, oke? Tadi kan lo yang minta makan."

Finn menatapku, lalu akhirnya membuka mulutnya dengan terpaksa. Aku pun menyuapkan sesendok makanan kepadanya. Setelah makan, Finn meminum obatnya. Aku memegang gelas air putihnya, lalu menyodorkan gelas tersebut padanya saat dia selesai menelan obat tabletnya.

"Makasih, Abby," ucap Finn. "By the way, ada kejadian di sekolah?"

"Gak ada. Tapi semuanya ngomongin tentang Johnny dan Vanya," jawabku. Finn menghela napas.

"Vanya.." Finn menunduk. "Ah, lupain."

"Hmm, Finn." Aku memakai tasku dan beranjak dari kursi. "Gue pulang ya. Besok, kalau bisa, lo datang ke sekolah ya. Jaga kesehatan terus. Banyak makan, banyak minum."

"Iyaa. Makasih ya. Dadah," kata Finn, tersenyum kecil.

"Dadah," balasku, keluar dari kamar Finn.

━ ━ ━

Aku sudah menelepon Andrew agar dia menjemputku. Tetapi tak diangkat. Aku mengeluh dalam hati. Entah apa yang dilakukan Andrew.

Aku berjalan pulang di pinggir jalan yang padat, masih dengan balutan seragam sekolah. Sekarang sudah sore dan banyak orang yang pulang. Jalanan macet dan padat. Aku memakai maskerku dan berjalan sambil memasukkan tangan ke dalam saku jaket. Tudung jaket yang kupakai menutup kepalaku.

Tengah berjalan melewati padatnya trotoar, tiba-tiba, seseorang menabrakku dari arah yang berlawanan. Untung saja aku tak terjatuh. Aku segera memandang orang yang menabrakku tadi. Dia memakai hoodie hitam, dengan celana abu-abu. Kepalanya ditutupi tudung hoodie. Dia tak memakai masker.

Begitu melihat wajahnya, aku langsung tahu siapa dia. Tetapi, yang aku tanyakan sedari tadi adalah : untuk apa dia menabrakku?

Perempuan itu menyeringai. Aku terdiam.

Dia Kailee. Anak perempuan yang berhasil membuatku kesal sekaligus cemburu. Aku sangat bingung dengan penampilan nya sekarang. Misterius.

Kailee mengeluarkan handphone nya dari saku, dan menunjukkannya di depan mataku. Dia tertawa. Tawa yang aneh, entah memiliki arti apa.

·
·
·

vote and comment! thankss!

kalau ada kesalahan, koreksi aja yaaa <33

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro