Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

16

"Makan malam?"

"Iya." Aku mengangguk. Finn mengernyitkan dahi. "Makan malam untuk apa?"

"Mana gue tau." Aku mengangkat bahu. "Katanya, bawa keluarga gue juga."

Finn tampak semakin bingung. "Lah? Bawa keluarga lo?"

"Iyaa." Aku kembali mengangguk.

Fyi, aku dan Finn sedang makan berdua di satu restoran kecil dalam mall. Finn yang mengajakku. Katanya, "Kan ini hari spesial gue karena udah tampil kece," dan ya, mau tak mau, aku harus menurutinya.

"Finn, sini piring gue. Jangan dihabisin kentangnya!"

Terlambat, Finn sudah menghabiskan kentang yang kupesan sendiri.

"Nih, piringnya." Finn menyodorkan piring itu. Aku menatapnya dengan tajam.

"FINN!" kataku kesal. Finn nyengir lebar.

"Hehe, maaf. Keterusan," katanya, tanpa merasa bersalah. Aku mendengus. Bisa-bisanya kentang yang kupesan, yang banyak isinya, habis ludes dibuat oleh Finn. Padahal dia sudah menghabiskan sepiring spaghetti berporsi besar.

"Yaudah nih gue pesan, gantinya," kata Finn. Dia memanggil salah satu pelayan. "Kak!"

Pelayan yang dipanggil Finn menoleh dan menghampiri meja kami. "Mau pesan apa?"

"Kentang lagi kak, yang large," jawab Finn.

"Untuk siapa?"

"Untuk pacar saya."

Aku mendelik.

"Ooh, kalian pacaran ya ternyata. Sudah saya duga dari tadi. Baiklah. Saya akan kembali secepatnya dengan pesanan kalian. Tunggu ya." Pelayan itu tersenyum. Finn mengangguk sembari membalas senyumannya.

"'Pacar saya'?" Aku bertanya pada Finn sambil mengerutkan dahi. "Kita kan gak di sekolah."

"Emang kenapa?" tanya Finn, menyeringai. "Toh lu pengen juga dibilang pacar gue kan?"

"Enggak," jawabku singkat. Finn tertawa puas.

"Lo masih lapar?" tanya Finn. Aku mengangguk.

"Oh, sama dong. Soalnya gue juga. Nanti kentangnya bagi lagi ya."

Setelah berkata itu, Finn pun berhasil menerima injakan kakiku.

"Aduh! Abby!"

"Rasain! Dasar rakus!"

━ ━ ━

"Makan malam sama keluarga Johnny?" Sasha terkejut setelah mendengar perkataanku. "Beneran? Dia bilang gitu?"

"Iya. Beneran," jawabku. "Besok malam."

"Kalau sekeluarga, berarti Bibi Julie juga ikut?" tanya Sasha. Aku mengangguk.

"Iya. Mum udah diajak sama keluarga Johnny juga ternyata," ujar Andrew.

"Wah, kalau gitu, lo harus tampil cantik dong, By!" kata Ava heboh. Aku menatapnya dengan bingung. "Buat apa?"

"Ya karena lo mau ketemu sama..." Ava menyeringai, "crush... lo..."

Aku mencubit lengan Ava pelan. Dia memekik. "Aw! Sakit!"

"Makanya jangan heboh banget. Gara-gara lo rahasia gue hampir ketahuan sama Johnny." Aku beranjak dari sofa. Ava meringis dan mencibirku dari belakang.

"Galak."

━ ━ ━

Keesokan harinya.

Aku turun dari motor. Hari ini, aku tak berangkat dengan Finn, melainkan diantar Andrew yang tak kuliah hari ini. Makanya dia mengantarku ke sekolah. Finn? Entahlah, katanya mobilnya bermasalah kemarin dan harus diperbaiki di bengkel. Jadi, dia berangkat dengan Wyatt hari ini.

"Makasih, Andrew," ucapku, tersenyum seraya melepas helm yang terpakai di kepalaku.

"Sama-sama, By. Gue pulang ya. Dadah," ucap Andrew, menerima helm yang ku sodorkan, lalu mengendarai motornya pulang ke rumah. Aku melambaikan tanganku pada Andrew, lalu berjalan ke dalam sekolah.

Baru saja masuk lewat gerbang sekolah, seseorang sudah menerobos jalanku tiba-tiba. Aku terkejut dan beruntungnya, tak terjatuh. Aku memandang orang yang menerobosku tadi. Dia memakai sebuah kacamata hitam yang entah untuk apa dipakai pagi pagi begini.

Aku memperhatikannya dengan saksama. Kemudian, saat sudah melihat ciri-cirinya yang pas dengan seseorang, aku menepuk pundaknya. Dia menoleh dan bertanya, "Apa?"

Aku melepas kacamata hitamnya secepat mungkin, dan..

"AIDAN!" Aku berseru. Aidan, anak laki-laki yang kacamatanya kulepas, tersenyum miring. "Abby."

"Akhirnya lo sekolah di sini juga! GUE SENENG BANGET TAU!" Aku melompat-lompat kecil. Aidan tertawa.

"Lo pakai nerobos jalan orang segala tadi. Untung gue kenal fisik lo gimana," kataku agak kesal. Aidan semakin tertawa.

"Ya maaf. Gue tadi niatnya mau kejutin lo. Dan berhasil kan?? Hehehe," ujar Aidan.

Iya, berhasil, dan hampir membuatku ingin melabraknya saat istirahat.

"Oh iya, Abby. Gue kan baru sekolah di sini, jadi belum tau deh seluk beluk sekolah ini gimana. Lo mau kasih tau gue gak?" tanya Aidan.

"Mau dong pasti. Apa yang enggak buat lo. Ayo sini! Masuk!" Aku menarik tangan Aidan, membawanya masuk ke halaman sekolah. Aidan mengangguk dan mengikutiku.

━ ━ ━

Setelah berkeliling sekolah dengan Aidan, Aidan mentraktirku di kafetaria sekolah pada jam istirahat pertama.

"Aduh, Aidan. Gue ngerasa ngerepotin lo banget." Aku nyengir. "Lain kali gue yang traktir lo."

"Gak ngerepotin sama sekali ya, denger." Aidan melotot, lalu tersenyum. "Ini balasan karena lo udah ngenalin seisi sekolah ini sama gue. Cuman lo yang gue kenal di si—"

"Aidan?? Lo Aidan kan?!"

Aku dan Aidan serempak menoleh setelah mendengar suara yang mengejutkan itu.

"Finn! Astaga. Lo ngagetin aja ya," kataku, mendecak.

"Ih beneran Aidan! Hei, lo kapan ke sini? Kenapa gak bilang-bilang??" Finn menepuk-nepuk pundak Aidan dengan senyum lebar.

"Eh, Finn. Senang ketemu sama lo. Gue baru pindah hari ini kok," jawab Aidan, cengengesan.

"Bisa-bisanya gue gak lihat lo, astaga. Maaf ya," ucap Finn, menggaruk kepalanya yang tak gatal.

"Ih, Aidan! Lo Aidan kan? Ya kan?? Nice to meet you, bro." Jaeden muncul dari belakang Finn. Aku melotot kaget. Dia muncul tiba-tiba, entah dari mana. Aku tadi hanya melihat Finn dan Wyatt.

"Nice to meet you too, Jae." Aidan dan Jaeden berjabat tangan sambil tersenyum.

"Emm, kalian udah saling kenal?" tanya Wyatt, nyengir lebar.

"Iya," jawab Jaeden dan Finn.

"Ooh." Wyatt bergumam. Dia pun mendekati Aidan dan tersenyum. "Hai, gue Wyatt Oleff. Panggil Wyatt aja. Salken ya."

Aidan tersenyum. "Hai, gue Aidan Gallagher. Panggil Aidan aja. Salken juga."

"Emm, kami boleh duduk di sini gak? Soalnya yang lain udah pada pen—"

"Finn! Jaeden! Wyatt! Ayo duduk siniii!"

"Di sini aja! Boleh banget kok!"

"Ayo di sini!"

Finn, Jaeden, dan Wyatt sama-sama cengengesan. Mereka menggeleng kepada fans-fans mereka yang memenuhi kantin. Aku membuang napas panjang.

Ya, mereka lumayan terkenal. Finn terkenal karena merupakan anak band, Jaeden dan Wyatt terkenal karena merupakan sahabat Finn. Mereka juga sebenarnya terkenal karena merupakan anak klub teater. Begitupun Jack yang sudah pindah.

Mereka berempat, termasuk bintang sekolah selain Johnny dan Louis Partridge. Banyak anak perempuan yang menyukai mereka. Makanya tak heran kalau berita Finn berpacaran dengan Vanya, ataupun Jaeden berpacaran dengan Sateen, dan Wyatt berpacaran dengan Erin, menggegerkan satu sekolah.

Tunggu. Apa itu artinya... berita aku berpacaran dengan Finn ini menggegerkan satu sekolah juga??

"UHUK!"

Aku tersedak setelah memikirkan hal tadi. Finn yang ternyata sudah duduk di sebelahku tanpa kusadari, bertanya sambil memegang pundakku.

"Are you okay?" tanya Finn, mengerutkan dahi. Aku mengangguk, tanpa mengucapkan apapun.

TING!

Satu notifikasi muncul di handphone ku. Aku membuka notifikasi dari Johnny itu.

Johnny

abby
nanti kita pulang bareng ya
ntar gue tunggu di halaman sekolah!

━ ━ ━

Entah kenapa, waktu berjalan lambat kalau kita tunggu-tunggu. Aku terus menunggu jam pulang sekolah sedari tadi. Dan entah kenapa, waktu terasa sangattt.. lambat.

Akhirnya, setelah guru matematika selesai mengajar, aku menyusun buku-bukuku secepat mungkin dan berlari ke loker. Sadie dan Millie saja sampai memandangku dengan heran.

"Lo mau kemana, By? Buru-buru banget," tanya Millie.

"Mau pulang, hehe. Dadah!" Aku melambaikan tanganku kepada mereka. Mereka memandangku dengan bingung, tetapi tetap membalas lambaian tanganku.

Aku berjalan cepat ke halaman depan sekolah yang dipenuhi lumayan banyak murid. Aku mencari-cari sosok Johnny. Dan tiba-tiba, seseorang menepuk pundakku. Aku menoleh, kemudian tersenyum.

"Hei, Abby. Lo datang juga ya ternyata. Gue kira gak bakalan datang," ujar Johnny, nyengir lebar. Aku tertawa kecil.

"Mana mungkin gue gak datang. Justru gue semangat banget malah. Ayo pulang!" Aku memegang tangan Johnny dan berjalan keluar sekolah. Johnny mengikutiku.

Kami pun mulai berbincang selama di perjalanan pulang. Hal yang sudah lama sekali tak kami lakukan.

"Apa pendapat lo soal perform gue waktu itu, By?" tanya Johnny.

"Bagus! Keren pokoknya," jawabku, tersenyum lebar.

"Wah, makasih." Johnny membalas senyumanku dengan senang. Aku mengangguk.

Sesaat kemudian, suasana lengang. Aku melihat sekitar, sambil sesekali melirik Johnny. Tiba-tiba, tanpa ku sangka, Johnny memegang dan menggenggam tanganku. Aku terkejut dan menatapnya dengan gugup.

"Udah lama gak begini. Dulu kan kita sering," ujar Johnny. Aku pun kembali mengingat masa dulu. Johnny benar. Kami sering begini dulu. Kejar-kejaran, lalu berpegangan tangan.

Pipiku memerah. Aku malu mengingat dulu. Aku yang dulu suka sekali sengaja memegang tangan Johnny. Dan Johnny biasa saja, tak menghindar sama sekali.

Lihatlah sekarang. Canggung, tak seperti dulu. Mungkin karena persahabatannya semakin serius?

━ ━ ━

"Abby! Lo udah siap-siap??" Sasha membuka pintu kamarku dan langsung masuk tanpa permisi.

"Belum. Eh, Sha, lo bisa gak sih permisi? Tiba-tiba udah masuk," omelku getir.

"Maaf, lain kali ya. Lo kenapa belum siap-siap sih?? Kan kita mau pergi bentar lagi," kata Sasha. "Udah jam enam lho."

"Hah? Jam enam?! Serius??"

"Serius lah. Ngapain gue bohong?" kata Sasha. "Makanya lo jangan rebahan doang. Di hp kan ada jam, gimana sih."

"Gue gak lihat. Yaudah nih, gue siap-siap." Aku beranjak dari kasurku, lalu mendorong Sasha keluar dari kamarku. "Dah, sana keluar! Hus hus."

"Baik, Ms. Wolfhard."

"SASHA!"

"IYA IYA, NIH GUE KELUAR."

━ ━ ━

Pukul setengah tujuh.

Aku, Sasha, Ava, Andrew, dan Bibi Julie berangkat ke rumah Johnny. Andrew yang menyetir mobil. Bibi Julie duduk di sebelahnya, sedangkan aku, Sasha, dan Ava duduk bertiga di belakang.

Rumahku dan rumah Johnny tak begitu jauh sebenarnya. Hanya lima belas menit perjalanan. Selama di perjalanan, aku memandang pemandangan kota yang menakjubkan. Langit sudah mulai malam. Membuat pemandangan kota semakin menarik.

"Lo tadi pulang sama Johnny ya, Abby?" tanya Ava, memulai pembicaraan setelah sekian lama suasana lengang.

"Iya," jawabku. "Tau dari mana?"

"Sasha," jawab Ava. Aku mengangguk-anggukkan kepala.

Dan setelah itu, suasana mobil kembali lengang. Masing-masing sibuk dengan pikiran sendiri.

━ ━ ━

Sasha menekan bel rumah Johnny. Pintu pun terbuka dan terlihat Lauren yang menyambut kami.

"Selamat malam, Lau," ucap Ava, menunjukkan senyum manisnya.

"Selamat malam, Ava," balas Lauren, ikut tersenyum. "Ayo masuk!"

Kami pun masuk ke dalam berempat. Keluarga Johnny sudah menyambut kami di ruang tamu. Kami bercengkrama sebentar, lalu keluarga Orlando mengajak kami ke ruang makan untuk memulai acara makan malam.

"Akhirnya kalian datang juga," ucap Johnny, berjalan di sebelahku saat kami ke ruang makan. Aku tersenyum dan mengangguk pelan.

Di ruang makan, aku duduk di hadapan Johnny, dan di antara Sasha dan Ava. Sasha berhadapan dengan Darian, Ava berhadapan dengan Lauren, Bibi Julie berhadapan dengan Mrs Orlando, sedangkan Andrew yang duduk di sebelah kiri Sasha,  berhadapan dengan Maddie.

Selama makan, Bibi Julie, Mrs, dan Mr Orlando sekali-sekali mengobrol. Tentang kabar masing-masing, sekolah kami, dan lain-lain. Paman Hank, ayah Andrew, masih di luar kota. Jadi hanya bisa mengirim salam.

Setelah makan malam bersama, Lauren, Maddie, dan Darian mengajak kami duduk bersama di ruang keluarga. Para orangtua mengobrol di meja bar dekat dapur.

Aku duduk di sebelah Ava dan Lauren yang sedang membicarakan series kesukaan mereka. Lauren sebenarnya lebih tua setahun dari Ava. Tapi mereka tetap sefrekuensi.

"Lo udah nonton yang waktu itu gue rekomendasiin gak, Ava?" tanya Lauren.

"Udah kok. Seru juga ternyata," jawab Ava.

"Nah iya kan! Aduh, gue pengen banget deh nonton bareng sama lo dan yang lain. Tapi bentar lagi kami mau pindah."

Aku fokus menonton film yang diputar Darian. Dan kemudian, setelah mendengar perkataan Lauren tadi, aku langsung terkejut dan menoleh.

"Pindah??" Aku terperangah.

"Iya." Lauren menoleh kepadaku dan mengangguk. Aku terdiam membatu.

"Lo baru tau, By?" tanya Ava. Aku menggeleng. Aku benar-benar belum tahu soal berita 'pindah' itu.

Beberapa memori langsung memenuhi benakku. Memoriku dengan Johnny.

Johnny dan keluarganya akan pindah?

"Oh iya. Pindah kemana, Lau?" tanya Ava.

"Ke Kanada," jawab Lauren. "Balik ke rumah yang dulu."

"Ooh. Sayang banget ya, padahal kita udah rencana mau nobar bareng," ujar Ava, menunduk. Lauren mengangguk dengan murung.

Aku mengepalkan tanganku. Kenapa aku baru tahu soal ini? Kenapa tidak ada yang memberitahuku? Dan kenapa Johnny tak memberitahuku sama sekali?

Aku pun langsung memikirkan tentang perasaanku terhadap Johnny. Haruskah ku nyatakan padanya sekarang, sebelum terlambat?

·
·
·

hi, don't forget to vote and comment!

aku udah nulis chap ini dari bbrp hari yang lalu (atau mungkin minggu lalu sjhjshsj), tapi belum mau di upload krn masi ujian. jadi hari ini, aku bakal selesai ujian dan besok kayanya libur. dan aku pikir, chap ini bagusnya aku up hari ini hshs. wml today :))

so gitu aja. maaf kalau ada kesalahan. dan maaf karena udah lama ga uploaddd :((

bye! see you soon <33

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro