Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

04

"Abby!"

Sasha langsung masuk ke dalam kamarku. Menggangguku yang sedang menonton film di laptop ku.

"Apa?" Aku mendongakkan kepala. Sasha berdiri di sebelah kasurku dengan bersungut-sungut.

"Lo dapat cokelat itu dari mana?!" Sasha menunjuk cokelat yang kupegang. Aku memandang cokelat tersebut lalu menjawab.

"Di kulkas."

"Kulkas?!" Sasha melotot.

"Iya." Aku mengangguk polos.

"ITU PUNYA GUE!!" Sasha mengamuk. Aku terkesiap dan menghindar perlahan.

Dengan tangkas, Sasha merebut cokelat itu dan melihatnya. "TUH KAN! TINGGAL DIKIT."

"Maaf lah. Gue kan gak tau ini punya lo," ucapku. "Lagian lo juga sering ngambil makanan gue. Ya kan? Ngaku."

"Iya sih... tapi kan gue ganti juga." Sasha memberengut kesal. "Lo juga harus ganti nih cokelat. Langka tau."

"Gampang tuh. Nanti gue ganti ya? Nah sekarang, sini cokelatnya. Nanggung udah mau habis." Aku merebut cokelat itu dari tangan Sasha dan menghabiskan sisanya. Tak kuhiraukan Sasha yang marah-marah, keluar dari kamarku.

Aku kembali menonton film. Sasha telah mengganggu ketenanganku. Aku menonton film untuk memperbaiki mood ku. Gara-gara Johnny bercanda semalam, aku jadi kesal dan resah sendiri.

° ° °

"Selamat pagi, semuanya." Mrs Eva yang baru masuk ke dalam kelas, meletakkan buku-bukunya di atas meja.

"Selamat pagi, Mrs." Kami menjawab dengan serempak.

"Baiklah. Mari kita memulai pelajaran." Mrs Eva tersenyum tipis. Aku mengernyit. Tumben Mrs Eva seperti ini. Biasanya ia masuk ke dalam kelas dengan tampang galak. Dia termasuk salah satu guru paling killer di sekolah ini.

Aku mengira ada kabar baik yang membuatnya senang. Ternyata salah. Setelah berkata lembut seperti itu, tampangnya kembali seperti biasa. Galak.

"Sebelum kita mempelajari materi hari ini, tolong kumpulkan PR kalian, sekarang. Di meja ini."

Semuanya pun sibuk mengeluarkan buku PR. Aku yang sudah berhenti melamun, ikut mengeluarkan buku.

DEG!

Aku terdiam. Buku itu tak ada. Aku segera mencari-cari, bertanya pada teman perempuan yang duduk di depanku, entah mungkin buku itu ada di bawah meja. Tapi sialnya tidak ada.

Aku meringis pelan. Sial sekali. Padahal aku sudah mengerjakan PR itu semalaman. Mana susah lagi. Soalnya banyak dan jawabannya panjang. Membuatku tidur dengan keadaan tangan pegal. Tapi lihatlah sekarang. Buku itu hilang entah kemana.

"Ayo, semuanya. Cepat kumpulkan. Saya tak mau menunggu lama-lama." Mrs Eva sudah menunggu kami. Tatapannya mengerikan.

Aku melipat tanganku di meja sambil menunduk. Teman-temanku sudah mengumpulkan buku PR mereka di meja guru itu. Hanya aku sepertinya yang tidak mengumpul PR.

"Kurang dua. Siapa yang belum mengumpul? Atau mungkin, tak mengerjakan?"

Aku terkejut. Dua? Siapa selain aku?

Mrs Eva menatap kami semua dengan tajam. "Tak ada yang mau mengaku?"

Semuanya diam. Suasana kelas lengang. Mrs Eva menghela napas dengan marah.

"Baiklah. Abby!"

Aku mendongak dengan kaget.

"I-Iya, Mrs?"

"Kamu belum mengumpulkan PR kan?" Mrs Eva menatapku, membuatku menjadi kaku. "Saya melihatmu tadi. Kamu tak bergerak sama sekali dari kursimu."

Aku menelan ludah. Semuanya memperhatikanku.

"Maaf, Mrs. Saya sudah mengerjakan PR nya, tapi bukunya ketinggalan di rumah." Aku berusaha berkata dengan suara yang keras.

Mrs Eva melotot. "Kenapa ketinggalan?"

Aku kembali menelan ludah. "Saya lupa, Mrs. Seingat saya, buku itu sudah ada di dalam tas."

Mrs Eva menatapku. "Kamu dihukum. Berdiri sekarang."

Aku berdiri. Seluruh pasang mata memandangku.

Seseorang mengangkat tangannya. Membuat Mrs Eva dan para murid mengalihkan pandangannya dariku.

"Mr Wolfhard?" Mrs Eva mengernyit. "Ada apa? Kamu tak mengerjakan PR juga ya? Saya tak melihatmu dari tadi."

Aku menoleh, melihat anak laki-laki berambut keriting itu.

"Iya, Mrs." Finn menjawab, mengangguk. "Saya belum mengerjakan PR."

"Bagus, Nak." Mrs Eva mengangguk, menatap Finn dengan tajam. "Akhirnya Miss Henderson mempunyai teman untuk dihukum."

Seluruh murid menahan tawa. Aku hanya bisa menahan malu di kelas ini.

Dihukum? Dengan Finn?

"Hukuman untuk kalian berdua adalah..." Mrs Eva membetulkan kacamatanya, memandang kami berdua. "Kalian harus berdiri di lapangan sekolah, sampai istirahat pertama selesai."

Aku terbelalak. Tak bisa kupercaya, kami harus berdiri berdua di lapangan yang panas itu?! Bagaimana jika orang-orang melihat kami? Apalagi Ava dan Sasha. Aku bisa ditertawakan oleh mereka di rumah.

"Mrs, tapi—"

"Tidak ada kata tapi! Kalian pergi ke lapangan sekarang!" kata Mrs Eva dengan tegas. Aku dan Finn berjalan dengan gontai, keluar dari kelas. Semua murid menahan tawa. Ada yang cekikikan.

Tampangku kusut sekarang. Aku tak berbicara dengan Finn. Kami berdua pergi ke lapangan dengan kesal dan lengang.

° ° °

Matahari bersinar terik. Aku menyipitkan mataku. Keringatku mulai turun dari dahiku.

Finn sama sepertiku, menyipitkan mata. Kaki kami sama pegalnya. Aku berkali-kali mengangkat kakiku. Finn memandangku dengan heran.

"Ngapain sih lo?" tanya Finn. Aku mendelik.

"Bisa lihat sendiri kan?" Aku memegang kakiku. "Pegal tau."

"Makin pegal lah kalau kayak gitu. Gimana sih lo." Finn menggeleng-geleng.

"Gimini sih li." Aku mencibir. Finn hanya memutar bola matanya.

Udara semakin panas. Aku menyeka keringat di dahiku. Finn kembali memandangku.

"Panas?" tanyanya.

"Enggak. Dingin." Aku menatap lurus ke depan.

Bel sekolah berbunyi, menandakan waktunya istirahat. Aku dan Finn melihat sekeliling. Anak-anak sudah keluar dari kelas masing-masing, bergerombol pergi ke kafetaria ataupun ke tempat lainnya.

Mereka tak hanya lewat begitu saja. Mereka melihat kami berdua yang dihukum di lapangan. Aku menghindari tatapan mereka, sedikit menundukkan kepala. Finn hanya santai, memandang ke depan.

Aku melihat Ava dengan sahabatnya yang baru turun. Dia melihatku. "Abby?"

Aku mendongak. Ava terkejut saat melihat orang yang ada di sebelahku. Mungkin dia berpikir kalau "si biang kerok di toko ice cream sekolah di sini juga."

Ava masih terkesima saat diajak sahabatnya melanjutkan perjalanan. Dia tak berhenti memandangku dan Finn. Seakan kami sedang mengikuti perlombaan.

"Sampai kapan kita di sini?" Aku berbisik pada Finn.

"Hah?"

Aku mendengus. Kudekatkan kepalaku kepada Finn. "Sampai kapan kita di sini?" ulangku, dengan lebih lambat.

"Oh. Setelah istirahat lah. Mrs Eva bilang gitu kan tadi?" Finn berbisik. Aku mengangguk-angguk.

BUK!

"Ah." Finn menoleh. Kepalanya baru saja terkena lemparan bola. Seorang anak laki-laki berambut keriting tertawa, Jack.

"Hahaha, lo bisa dihukum juga ya. Sama cewe lagi," celetuk Jack. Finn melotot.

"Diem lo, Jack!" Finn mendengus jengkel, lantas Jack menyeringai. Jaeden dan Wyatt juga melihat kami. Mereka kaget dan menahan tawa melihat tampang kusut kami.

Finn melirikku. "Maklumi aja."

Aku mengangguk. Bagaimana lagi? Semuanya melihat kami.

° ° °

Well, good for you, you look happy and healthy
Not me, if you ever cared to ask
Good for you, you're doin' great out there without me
Baby, like a damn sociopath
I've lost my mind
I've spent the night cryin' on the floor in my bathroom
But you're so unaffected that I really don't get it
But I guess good for you

  "SASHAA!!" Aku, Ava, dan Andrew turun dari tangga. Remaja perempuan berambut pirang yang baru saja membuat rumah menjadi bising, menoleh dengan kesal.

"Apa sih??"

"Ribut banget sih lo. Mana nyanyinya di ruang TV lagi. Udah malam tau." Ava mengomel. Aku dan Andrew mengangguk. Sasha memutar bola mata.

"By, ambilin camilan di dapur."

"Argh!" Aku menggerutu, pergi ke dapur, mengikuti suruhan Sasha.

Aku mengambil camilan yang diletakkan di dalam lemari dapur. Sedangkan Sasha, Ava, dan Andrew telah duduk di sofa ruang TV.

"Lo kenapa sih, Sha?" Ava bertanya pada Sasha ketika aku bergabung dengan mereka setelah mengambil camilan.

"Kenapa apanya?" Sasha mengangkat bahu dan mengambil stoples biskuit.

"Kenapa galau terus?" Ava yang duduk di sebelahku, bertanya lagi.

"Hah?" Sasha tertawa. "Galau? Mana ada gue galau."

"Jadi? Kenapa dari minggu lalu lo suka denger lagu sedih?" tanya Ava polos.

"Kan gue suka dengernya. Bukan berarti gue beneran galau atau sedih," ujar Sasha, masih tertawa. Ava mengangguk-angguk.

"Eh, Sha. Lo kok beda ya," kata Ava. Sasha mengernyit.

"Beda apa?" tanya Sasha bingung.

"Nama lo. Beda sama nama kami yang dari A," kata Ava, menyantap cokelatnya.

Sasha diam. Dia menatap Ava dengan tajam.

Aku dan Andrew menahan tawa melihat tampang Sasha yang tampak kesal.

"Gak tau. Tanya aja sama Mum dan Dad kenapa ngasih nama dari S." Sasha berkata dengan getir.

"Lo juga beda soal rambut. Lo pirang sendiri," kata Ava. Anak perempuan ini memang suka membuat orang kesal. Aku yakin, setelah Sasha, pasti aku atau Andrew yang akan menjadi korban.

"Enggak kok. Tuh, Andrew pirang." Sasha memandang Andrew yang duduk sendiri, sama sepertinya.

"Eh iya. Maksudnya di antara kita bertiga lho." Ava masih tak mau kalah.

Sasha mendengus dan memutar bola mata. Ava memainkan handphone-nya. Membuka Instagram nya.

Sasha memandangku. "Eh, By. Yang tadi dihukum sama lo, siapa sih namanya?"

Aku mendelik. "Finn. Kenapa?"

"Kalian cocok tau." Sasha menyeletuk. Aku melotot.

"Dihukum?" Andrew mulai bersuara. Dia mengernyit sambil memandangku.

"Gara-gara gak ngumpul PR. Padahal gue udah ngerjain PR nya tadi malam. Cuman gak kebawa," jawabku getir.

"Yaelah. Gue kira gara-gara apa."

Aku mengangkat bahu dan menyantap camilanku.

"Pasti kaki lo pegel kan?" Sasha memandangku. Dia tak berhenti bicara.

"Iyalah," jawabku. "Masa enggak."

"Eh, si Finn yang lo bilang tadi, itu orang yang ketemu sama kita pas di toko ice cream kan?" Ava mendongak dan memandangku. Aku mengangguk.

"Iya. Dia ternyata sekolah di situ juga," kataku.

"Dia terkenal kan?" tanya Sasha. "Temen gue ngomongin dia terus."

"Terkenal?" Aku batuk. "Dia terkenal?"

"Iya, kalau gak salah." Sasha mengangguk. "Eh, By. Gimana hubungan lo sama Johnny?"

Aku terdiam. Andrew menyimak pembicaraan kami sambil menenggak minumannya.

"Hmm, gitu lah." Aku menjawab seadanya. Sasha mengernyit.

"Gitu gimana?"

"Ya, sahabat lah. Apa lagi emangnya?" cetusku.

"Gak lebih? Masa gitu terus." Sasha heran sendiri. "Biasanya kalau ada sahabat cewe-cowo, salah satunya ada rasa. Kalau kalian?"

"Gue." Aku menghela napas. "Gue suka dia kan?"

"Oh." Sasha terkejut. Begitupun Andrew dan Ava.

"Beneran?" tanya Sasha. Aku mengangguk. Tak ada salahnya aku bercerita pada mereka.

"Gue suka dia. Tapi gue gak tau Johnny balas perasaan gue atau enggak." Aku tersenyum getir. "Tapi, jujur aja. Ini bukan kepedean ya. Gue ngerasa kalau... dia suka sama gue."

Sasha dan Andrew hanya diam. Begitupun Ava yang menyantap camilannya dengan santai.

"Entahlah. Kemarin, Johnny bilang kalau dia suka sama gue. Tapi ternyata bercanda, dan dia bilang kalau dia gak suka siapa-siapa. Pas gue tanya kenapa dia gak langsung jawab 'gak suka siapa-siapa', dia cuman diam. Senyum, terus lanjutin tugasnya."

Aku menghela napas berat. Sasha dan Andrew saling pandang. Lalu mereka tertawa kecil.

"Jadi sesi curhat nih," celetuk Sasha. "Tumben lu curhat, By."

"Hm." Aku bergumam, lantas memutuskan untuk pergi ke kamar. Sasha dan Andrew mengobrol lagi. Kali ini tentang konser penyanyi kesukaan Sasha.

Di kamar, aku mengambil handphone-ku dan membuka Instagram. Aku melihat-lihat story. Ada story yang muncul pertama kali saat aku membuka Instagram.

Story Ava. Aku segera membuka story itu, siap tertawa melihat tingkahnya.

Ava mengunggah video dia di ruang TV tadi. Video dia menikmati roti sambil mendengar kami berbicara.

Awalnya aku hanya menggeleng-gelengkan kepala dan tertawa pelan melihat isi videonya. Tetapi saat aku membesarkan volume, aku langsung terperangah kaget.

CKLEK!

TAP! TAP! TAP!

Aku keluar dari kamar dan menuruni tangga, pergi ke ruang TV. Aku berjalan dengan cepat dan marah.

"AVA!"

Seperti melabrak adik kelas, aku mendatangi dua saudara dan satu sepupuku itu. Mereka terperanjat kaget. Termasuk Ava yang lebih kaget karena aku menatapnya dengan galak.

"LO MASUKIN VIDEO GUE CURHAT KE STORY INSTAGRAM LO YA?!"

Ava terkejut. Sasha dan Andrew menoleh memandangnya.

"Video lo curhat? Enggak kok. Gue kan enggak videoin lo. Gue videoin diri gue sendiri," elaknya, memandangku dengan takut.

"TERUS LO UPLOAD DI STORY?!" Aku melotot. Ava menggeleng.

"Enggak kok. Gue upload di close friends kek biasa," katanya. Aku menggeleng. Ku tunjukkan story nya tadi.

"INI APA?!"

Ava melihat video itu. Kemudian, dia terbelalak. "Loh?! Kok bisa di situ?"

"LO MASUKIN KAN?" Aku masih mengamuk. Ava menggeleng.

"Enggak! Mungkin ketekan," kata Ava enteng.

Aku menatapnya dengan tajam. Sedetik kemudian, aku menyerangnya. "HAPUS VIDEONYA!!!"

Ava memekik kaget dan lari. Aku mengejarnya.

"Iya, iya! GUE HAPUS NIH! JANGAN KEJAR GUE! SHAA, TOLONG!!!" Ava bersembunyi di belakang Sasha yang bingung melihat kami.

"JANGAN SEMBUNYI LO!! HAPUS SEKARANG! NANTI KALAU KETAHUAN SAMA JOHNNY, LO YANG NANGGUNG!" Aku masih mengejar Ava. Tetapi Andrew menahanku.

"Tenang, Abby!" Andrew berusaha keras menahanku yang masih mencoba menyerang Ava.

"Awas!" Aku menepis tangan Andrew. Tapi tak mempan. Dia dengan cepat menggendongku dan membawaku ke atas.

"ANDREW! LEPASIN!" Aku memukul-mukul punggung Andrew. Dia hanya meringis pelan dan masih membawaku ke atas. Sedangkan Ava sudah menghapus story nya atas suruhan Sasha.

° ° °

Keesokan harinya, di sekolah.

Aku bertemu dengan Millie dan Sadie setibanya di sekolah. Mereka menghampiriku dan mengajakku jalan-jalan pada hari Sabtu.

Aku membuka pintu loker. Millie menanyaiku dengan wajah berseri-seri.

"Gimana, By? Lo mau gak?"

"Emm, mau. Kalau gak sibuk pastinya." Aku mengangguk sambil tersenyum. Millie dan Sadie tersenyum lebar dan mengacungkan jempol mereka.

Aku mengambil buku-bukuku. Millie dan Sadie mengobrol, merencanakan soal hari Sabtu nanti. Tiba-tiba, empat anak laki-laki melewati koridor. Mereka tak asing lagi bagiku. Finn, Jaeden, Jack, dan Wyatt.

Mereka saling bercanda, tetapi saat melihat kami bertiga, Jack memandang Finn yang menyeringai.

"Pagi!" sapa Jack, membuat kami menoleh.

"Pagi." Kami menjawab dengan senyum tipis.

"Lihat." Finn memandangku. "Si friendzone."

Aku terdiam. Millie dan Sadie memandang Finn dengan bingung. Mereka mengernyit.

Jaeden, Jack, dan Wyatt terlihat sedang menahan tawa. Aku melangkah ke dekat Finn. Kutatap dia dengan tegang.

"Siapa yang lo maksud?" tanyaku dengan suara yang pelan. Finn tertawa.

"Lo lah. Siapa lagi."

DEG

Aku membelalak kaget. Finn menyeringai.

Seperti bisa membaca pikiranku, Finn berkata. "Temuin gue di gymnasium sepulang sekolah."

Kemudian dia berlalu dengan ketiga sahabatnya.

° ° °

Sepulang sekolah.

Suasana hatiku sepanjang hari ini tak bagus. Aku takut pada Finn dan rahasiaku sendiri.

BRAK!

Pintu gymnasium terbuka olehku. Terlihat Finn yang sedang bermain basket, sendirian. Dia menoleh saat aku membuka pintu.

"Lo datang juga ternyata." Dia melemparkan bola basketnya ke dalam ring. Aku menghela napas.

"Cepat jelasin soal tadi."

"Ck." Finn berjalan ke arahku. Dia memegang bola basketnya.

Saat kami sudah berdiri berhadapan, aku berbicara. "Lo tau soal friendzone itu?"

Finn menyeringai, lantas mengangguk.

"Tau dari mana?" tanyaku.

"Story adik lo."

Aku sedikit kaget. Sudah kuduga, dia tahu dari story Ava.

Aku menatapnya, lalu ikut menyeringai. Aku mulai tertawa. Membuat dia memandangku dengan bingung.

"Oh, lo selama ini nge-stalk gue? Sama saudara gue?"

Finn membeliak. Aku masih menyeringai.

"Enggak." Finn berkata dengan ketus.

"Alah, ngelak." Aku bersedekap tangan.

"Untung, gue udah simpan video nya." Finn merogoh sakunya.

Aku berhenti menyeringai. Aku menatapnya dengan takut. "Tolong... hapus..."

"Enggak mau." Finn menyeringai. Aku menggeleng. Finn menahan tawa, melihat ekspresiku yang berbeda seperti biasanya.

"Gue bakal hapus video ini, kalau lo lakuin satu syarat."

Aku berbicara dengan suara bergetar. "Syaratnya apa?"

Finn masih menyeringai. Dia berjalan semakin dekat denganku.

"Syaratnya, lo harus jadi pacar gue."

·
·
·

author's note :

jangan lupa vote n comment !

how's ur day ?

stay safe , ok ? ♡

maaf kalau ada kesalahan. see you !

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro