━ 𝐔𝐧𝐬𝐩𝐨𝐤𝐞𝐧 𝐋𝐨𝐯𝐞
─── ⋆⋅☆⋅⋆ ──
❝ KIM DOKJA,
suara mengalun
lembut, penuh kasih
menyapa rungu,
rasanya candu,
bagai bait sihir,
membuatnya terpaku
... Noona? ❜
jelaga pandangi
asal asanya,
bibir ranum
menjadi
pusat atensi,
kala durja itu
buat jarak
terkikis
maka dalam sunyi,
ragu menjadi pasti
kemudian ia
menyadari
hingga semua itu
berubah
menjadi sebuah validasi
ah, sepertinya aku jatuh cinta
⌗ 𝐔𝐧𝐬𝐩𝐨𝐤𝐞𝐧 𝐋𝐨𝐯𝐞
____________
DETIK suara feminim memanggil namanya, kelopak itu terbuka. Lantas mata menyerupai bulan sabit kala senyuman menyambut. Jingga yang menatap langsung buat jantungnya berpacu cepat. Pandangan begitu hangat, sehangat hatinya.
"Apa kau bermimpi buruk?"
Hangat menyapa permukaan kulit. Usapan lembut diberi. Ketika raut khawatir itu terlihat, Kim Dokja terdiam. Lantas sedikit menyandarkan kepala, membiarkan dirinya terlena dengan sentuhan semu.
"Sedikit."
"Apa tentang ... "
Kim Dokja menggelengkan kepalanya pelan.
"Bukan itu kok."
(Name) mengangguk. Syukurlah bukan tentang traumanya. Ia perlahan menurunkan tangannya.
"Aku mengerti. Kalau begitu, istirahat sebentar di sini. Aku mau keluar dulu."
"Untuk?"
"... kau selalu menanyakan itu setiap aku bilang mau pergi."
"..."
Terkekeh pelan, wanita itu menggelengkan kepalanya. Abai akan raut yang terdistorsi di hadapannya.
"Sooyoung."
Baru detik itu Kim Dokja sadar bahwa Han Sooyoung ada di sana. Duduk di atas kardus bekas dan memainkan ponselnya. Entah apa yang ia lihat sampai senyum-senyum sendiri.
"Hmm?"
"Aku mau keluar dulu."
Perempuan itu hanya mengangguk dan mengacungkan jempolnya.
Lantas langkah kaki terdengar memudar kala punggung itu ditelan kejauhan. Siluet wanita dengan surai panjang menghilang, kala jelaga menatapnya teduh.
"Hei."
Han Sooyoung menoleh kembali.
"... ini cerita temanku."
"Akhirnya kalimat klise itu keluar," sahut Han Sooyoung sembari memutar bola matanya malas.
"Aku serius."
"Ya ya. Jadi, kenapa temanmu itu?"
Menaikkan alis sebelah, puan pandangi pria di sana.
"Temanku punya kenalan perempuan yang lebih tua darinya. Mereka sudah kenal sangat lama. Tapi temanku ini, dia selalu merasakan sesuatu yang aneh."
"Aneh bagaimana?"
"Jantungnya berdebar dengan cepat, tubuhnya serasa memanas. Terutama bila ini menyangkut wanita itu," kali ini Kim Dokja mengerutkan keningnya dan menatap Han Sooyoung. "Apa dia punya penyakit jantung?"
Han Sooyoung menatapnya tak percaya.
"Itu namanya jatuh cinta, bodoh."
Kim Dokja terdiam. Ia menatap kosong ke depan sesaat mendengar kalimat tersebut.
"Aku jatuh cinta ... ?"
Merasa telah membongkar rahasianya sendiri, Kim Dokja dengan panik berbalik. Hanya untuk mendapati tatapan datar serta pesan beruntun konstelasi.
"Bodoh, kau orang terakhir yang sadar akan hal itu."
[ Konstelasi 'Demon-like Judge of Fire' memekik girang ]
[ Konstelasi 'The Omnipotent for Eternity' menangis haru ]
[ Konstelasi 'Prisoner of the Golden Headband' senang sampai rambutnya tumbuh kembali! ]
"Ah, Eonni sih kayaknya yang akan terakhir sadar."
"..."
Kim Dokja menutupi wajahnya dengan kedua tangan.
"Jadi? Kapan kau akan mengakuinya?"
Jelaga mengintip dari celah jari. Jawaban yang keluar dari tuan penuh rona itu mengundang dengus.
"... kapan apanya?"
"Astaga, ya mengakuinya pada Eonni itu lah! Kalau kau tidak mau, aku saja yang mengencaninya."
"Apa-apaan?"
Menaikkan bahu tak acuh, Han Sooyoung menggoyangkan kakinya yang tak menyentuh tanah.
"Kalian itu sangat kentara."
Tubuhnya perlahan bangkit. Mantel putih ia pakai. Sesekali menepuk debu yang menempel. Tampaknya angan membawa Kim Dokja tenggelam. Ia memandangi api yang melahap habis kayu di depan. Dalam hitungan sekon mengubahnya menjadi abu.
Pertemuannya dengan (Name) kembali, diikuti perasaan asing yang anehnya familiar. Tak pernah ia rasakan dengan wanita lain. Hanya dengan Noonanya itu.
Mengundang tanya juga resah.
"Aku memilih untuk diam saja."
Setidaknya, sementara.
Biar ia berdamai dulu dengan perasaannya. Karena sesungguhnya cinta adalah anugerah serta puncak rasa.
Selama hidupnya ia jauh dari asmara. Maka ketika cinta datang, adalah normal bagi Kim Dokja untuk merasa gundah. Tapi ketakutan terbesarnya adalah penolakan. Dihantui cemas apalagi bila puan tak rasakan hal yang sama.
Maka Kim Dokja memilih untuk mencintainya dalam diam.
Sebab karenanya, ia tak perlu memikirkan penolakan. Dalam kesendirian setidaknya mereka masih bersama. Karena wanita itu, telah lama menjadi bagian dalam hidupnya.
Sebab apabila penolakan itu benar adanya, maka Kim Dokja sungguh akan runtuh.
Karena nyatanya, ia mencintai (Name) lebih dari yang ia tahu.
☆☆☆
Tangan terangkat, menciptakan lubang gelap tiada akhir. Menelan figur raksasa yang menggeram. Lantas wanita itu mengerutkan keningnya.
'Duh, susah juga pakai stigma ini. Apalagi kalau monsternya besar.'
Black Hole memang sangat praktis baginya. Tak perlu bagi (Name) untuk repot-repot membawa senjata. Walau memang terkadang sulit juga. Nyatanya butuh waktu untuk menelan sesuatu dengan Black Hole. Semakin besar objeknya tentu semakin lama pula.
Memilih opsi lain, maka (Name) mengaktifkan skillnya.
[ Skill Shooting Star Lv. 4 diaktifkan! ]
Terciptanya sebuah objek bak meteor kecil di tangan, mengundang seringai tuannya. Seolah sedang melempar sampah ke tempatnya, ia lakukan hal yang sama pada meteor tersebut.
Setelahnya ia menghela napas. Memperhatikan bagaimana kepala monster itu hancur dan tubuhnya ambruk. Ia menonaktifkan kembali Black Hole dan berpaling, melihat bagaimana keadaan rekannya.
Kim Dokja di sisi lain menebas perut monster di depannya. Kemudian mengguncangkan pelan pedang di tangan guna singkirkan darah. Lantas menoleh pula dan berlari kecil. Menghampiri figur wanita yang kini menyisir pelan poni panjangnya.
"Noona, kau baik-baik saja?"
(Name) mengangguk. Memperhatikan keadaan fisik Kim Dokja dari atas hingga bawah. Wah, ternyata pria ini sudah meningkat pesat ya.
Omong-omong, pinggangnya juga—
Wanita itu refleks memejamkan matanya dengan kerutan. Astaga, apa yang dipikirkannya. Dan kemana mata ini mendarat. Ini pasti gara-gara pembicaraannya dengan Deity dan Han Sooyoung. Dia jadi kepikiran.
Kim Dokja hanya menggeleng pelan. Kemudian jelaga itu berpaling pada perempuan dengan surai coklat.
"Sangah-ssi," pria itu memanggilnya. Mengundang sang punya nama untuk berbalik. "Kalau bisa, gunakan stigma satu kali sehari saja."
Mengernyit, (Name) memilih untuk berjalan ke arah Han Sooyoung. Abai akan emosi aneh yang lagi-lagi menelusup ke dalam hatinya.
"Sooyoung, bagaimana keadaanmu?"
Han Sooyoung hanya tersenyum lebar dan kembali fokus untuk mengambil item berharga.
"Sedang mengumpulkan harta karun."
Wanita itu memperhatikan bagaimana Han Sooyoung berjongkok dan melakukan aksinya dengan ekspresi yang cukup imut. Tanpa sadar membuatnya tersenyum tipis dan ikut berjongkok.
"Eonni tidak mau?"
"Tidak perlu."
"Hah! Jangan-jangan Eonni crazy rich juga seperti Kim Dokja?"
"..."
Han Sooyoung terdiam. Dengan patah-patah ia berbalik hanya untuk melihat Eonninya yang tersenyum polos.
"Hanya sebuah keberuntungan kecil."
"... apa-apaan pasangan ini?"
☆☆☆
21 Januari 2024
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro