[2/5]
JANGAN BILANG KE MEREKA KALAU ADA YANG KURANG AJAR PADAMU.
"Mama pulang," pintu kembali ditutup dikala seorang wanita melangkah masuk. "Kak, Dek, ada di rumah?"
Mendengar panggilan, Haitani Ran dengan rambutnya yang diikat setengah, kini berjalan mendekat. Kurva selalu terukir apabila ada (Name). Tidak membiarkan sang ibu melihat sisi gelapnya.
"Mama habis belanja?" netra ungunya memperhatikan kantong besar yang dibawa puan. Ran lantas mendekat, mengambil alih bawaannya dan ditaruh di atas meja dapur. "Padahal bisa suruh Rin."
Kemudian, tangannya mulai mengeluarkan satu persatu barang di dalam. Mengeceknya sesekali, kemudian memberi komentar tidak berguna.
Namun setelah beberapa saat, Ran merasa ganjal.
Sadar ada yang tidak beres, Ran menoleh ke belakang. Menatap sang ibu yang kini memijat keningnya. Wajah pucat, ditambah dengan jalannya perlahan melambat.
Pupilnya menyusut tatkala tubuh (Name) perlahan oleng dan hendak ambruk.
"Whoah, Ma! Hati-hati!"
Helaan napas lega keluar dari celah bibir. Ran bersyukur ada Rindou yang menangkap ibunya tepat waktu.
"... Mama kenapa?"
•••
"Wajah Mama emang keliatan banyak pikiran dari kemarin," sang punya surai terang meletakkan segelas air di atas meja. Kemudian menatap ibunya dari balik kacamata. "Ada apa?"
"Mama memang udah tua. Ya wajar sakit kepala," sang ibu menatap anaknya. Kemudian tersenyum tipis. Merasa waktu berlalu begitu cepat juga sebab kedua anaknya sudah sebesar ini.
(Name) menghela napas. Ia lalu meneguk air beberapa kali. Menunduk dengan wajah kalut, sementara Ran mengusap punggungnya.
"Iya Ma. Cerita aja sama kita," kali ini, Ran yang berbicara. "Ada yang ganggu Mama?"
(Name) menatap ragu sesaat dua putranya. Kalau berbicara dengan jujur, apakah orang yang bersangkutan dapat hidup dengan lama nantinya?
Agak ragu, sebenarnya. Pernah saat Ran masih tiga belas tahun, (Name) berkata bahwa anak dari SD sebelah iseng melemparnya batu. Dan kemudian hari, anak itu berakhir koma di rumah sakit. Ran dan Rindou pun malah masuk pusat penahanan remaja—sebab kejadian yang sama terulang beberapa kali.
Tapi bagaimanapun, mereka anaknya. Didunia ini, (Name) hanya memiliki mereka, begitupula sebaliknya. Akan semakin runyam bila dipendam sendiri.
"Gak bisa disebut ganggu juga sih."
Haitani bersaudara memasang telinga baik-baik. Menatap serta menyimak dengan saksama.
"Kalian tau tetangga sebelah kan? Akhir-akhir ini mereka sering banget ngomongin kita."
Rindou mengerutkan keningnya tak suka. Sementara Ran masih menjaga wajahnya agar tetap tenang—meski sesungguhnya dia sangat ingin mengambil tongkatnya sekarang.
"Ngomongin apa?"
"Banyak. Mulai dari kalian yang kerjaannya berkelahi, rusuh, sampai Mama yang jarang berinteraksi sama mereka. Biasa saja sih, cuma Mama kepikiran aja. Belum lagi Mama perempuan sendiri dirumah."
Ran terlihat bingung sesaat. Namun kemudian, netranya membulat, disusul senyumnya yang merekah. Gawat. Senyumnya bukan senyum malas seperti biasa.
"Ma, boleh tau nama orangnya gak?"
(Name) ragu sesaat.
"Itu ... "
Rindou bertukar pandang dengan Ran. Lantas senyum khas merekah pada paras rupawan, sementara pemuda dengan surai terang membenarkan kacamatanya.
Atensi kembali beralih pada (Name).
"Kasih tau ke Kakak sama Adek, Ma. Nggak akan kita apa-apain kok."
•••
Omake
"Kalian, tau gak? Tetangga kita katanya masuk rumah sakit."
"Iyakah? Aduh, kasian ya Ma."
"Biarin sih, apa urusannya sama kita coba?"
"..."
"..."
(Name) tersenyum.
"Good job, anak-anakku."
•••
15 Agustus 2021
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro