[3/5]
LELAH JADI IBU PARA JAMET.
"YANG DIGOYANG YANGGG!!!"
"TAS, DUN TAK DES, DUN TAK DESS!!"
"JIAKH CAKEPP!!!"
"AAAKHH~ YAMETE KUDALUMPING, ARA ARA ONII-SAN BAKA!!"
"HAHAH, HARU KAMU KENAPA DAH NJIR!!"
"..."
Kedua tangannya menutup telinga, wajah datar tanpa ekspresi menatap akan tiga sosok setan di hadapan. Ralat, bukan setan tapi jamet Tokyo.
Hari minggu yang pas untuk bersantai, diem di kamar, rebahan sambil marathoon anime seharian kini kandas sudah harapannya. Ketika keluar kamar dan disambut dengan kegilaan putra-putri Akashi.
"Ngapain sih kalian?"
Haruchiyo, yang menginjak usia empat belas kemarin kini memaju mundurkan pinggulnya. Sesekali meliukkan tangan, sambil tertawa gila.
Ada bekas luka pada dua sudut bibirnya. Itu terjadi ketika mereka masih cukup muda, Takeomi mengajaknya berduel. Dengan taruhan yang kalah traktir es kepal sebulan. Eh kebablasan malah kena dua sudut bibir, kayak badut.
"Yang Mulia gak lihat? KAMI LAGI KONSER!!"
"JREENGGG!!!"
Senju yang berdiri di atas meja kembali memainkan gitar. Baru saja dibeli kemarin, kini sudah lecet dimana-mana.
Takeomi sebagai anak tertua malah ikutan stres, bukannya nasetin adik kesayangan. Oh ternyata, dia adalah pelopor.
(Name) memutar bola matanya jengah. Kini bersedekap ketika diri bersandar pada ambang pintu.
"Berisik, ntar dighibahin tetangga."
Si sulung mengedikkan bahunya tak acuh.
"Yo ndak tau, biarin ajalah Nya."
Senju mengibaskan rambutnya—yang kelewat pendek, malah mirip laki-laki, kini loncat. Turun dari atas meja dan berjalan ke hadapan sang ibu dengan drama yang warbyasah. Sampai nari sana sini, muter kiri kanan cuma buat ngehampirin emaknya.
(Name) mengerutkan kening. Anaknya makin gede malah makin stres, turunan siapa sih?
"Apaan?"
Senju dengan tiba-tiba berlutut. Menyodorkan gitarnya sambil memasang wajah memelas. Sementara Haruchiyo dengan heboh mencari kipas sate, dan Takeomi kini menggunakan buku bergambar untuk menerbangkan helai sang bungsu.
(Name) memasang wajah jijik.
Tunggu ...
Jangan bilang ...
"Wahai ratu, sesungguhnya senja tidak akan ada tanpa (Name). Tau kenapa? KARENA SAYA BROJOL DARI NYONYA, ACIKIWIR PRIKITIW AW AW!"
KAN!!
Takeomi berhenti mengipasi Senju, beralih mengelus dagu seraya tersenyum bangga.
"CAKEP!!"
Haruchiyo yang ngumpet di balik sofa—tiba-tiba males ngegila, ikutan ngangguk.
"WAHAI NYO—"
(Name) tiba-tiba jatuh pingsan.
Ya, betul. Wanita itu stres punya anak modelan mereka. Mau resign saja rasanya.
•••
Pandangannya begitu gelap, membuat jantung berdebar. Panik hingga akhirnya sadar bahwa (Name) emang belum melek.
Pandang dapati Senju yang menatap khawatir, Takeomi yang mengarahkan kipas angin ke mukanya, sementara Haruchiyo menunduk. Helai rambutnya yang panjang menusuk muka. Ditambah membuat gelap, (Name) pastikan hampir saja dirinya berteriak ada kunti.
"Ratu udah sadar?"
Kadang bingung juga kenapa anaknya kalau manggil aneh-aneh. Kadang mama, kadang ratu, yang mulia, nyonya, dahlah. Capek sendiri.
"Belum," ini Takeomi yang menyahut. Membuat Senju kesal dari berujung melemparkan bantal.
(Name) menabok muka Haruchiyo. Membuat taruna bersurai terang kini melotot ke arahnya. Tapi langsung ciut ketika (Name) balas melotot.
"Hooh, ini udah sadar."
Senju tersenyum lega. Kini duduk di bibir ranjang, sementara Takeomi terkapar di atas lantai.
"Siapa yang gendong Mama ke sini?"
Haruchiyo dalam diam menunjuk Takeomi.
(Name) mengangguk singkat. Namun merasa agak khawatir, kemudian memilih untuk bertanya.
"Mama berat gak?"
Takeomi yang tadinya pura-pura mokad langsung melek. Kini duduk tega lalu memandang hangat ibunya.
"Nggak, Nyonya. Lebih berat rasa rinduku pada—LAH KOK PINGSAN???"
•••
Omake
"Heh, Ju, Senju, SENJAAA, INI NYONYA NGAPA PINGSAN??!"
"Lah kok tanya saya?"
"Hooh, Mas Omi eror."
"DIEM KALIAN, KELUAR SANA DARI KAMAR SAYA, WAHAI JAMET!!"
•••
13 September 2021
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro