Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

❝ halaman keempat

Tuhan menyayanginya bukan tanpa alasan.

"Oh!"

Langkah dipercepat. Sang surai hitam dengan hati-hati menggendong seekor kucing. Ada jejak darah pada rambutnya. Putih ternodai tanah serta darah.

Wajah sang gadis dipenuhi rasa iba.

"(Name)?"

Rindou memandangnya bingung.

Ah.

Ingatan lain seolah memaksa masuk. Faktanya, (Name) adalah orang yang tidak tega.

Jika diingat, bukankah alasan dia masuk Bonten adalah ... Rindou sendiri?

Tidak ada satu persen kemungkinan pun gadis ini masuk ke dalam organisasi kriminal jika bukan karena Rindou. Mengingatnya, membuat Rindou kembali merasa sakit. Seolah jarum tak kasat mata menusuknya.

Lelaki itu mendengus.

"Rin, lihat! Kakinya terluka!"

Diperlihatkannya darah yang mulai mengering.

Rindou diam-diam menikmati, walau wajahnya tampak sakit hati. Dia berusaha terlihat seolah sedang bersimpati.

"Ouh ... itu terlihat sakit. Mau bawa ke rumah sakit bersalin?"

(Name) menatapnya aneh. Apa laki-laki ini memang bodoh?

"Dia terluka, bukan sedang mengandung!"

Rindou memutar bola matanya jengah. Berdecak sebal sebelum akhirnya mengangguk pasrah.

"Baiklah. bawa dia kemana?"

"Rumah sakit hewanlah!"

Rindou megerutkan keingnya.

"Biayanya?"

"Rin yang bayar."

"... bajingan."

Percayalah. Jika bukan karena cinta, (Name) sekarang sudah terbaring tak bernyawa.

•••

Ditatapnya Shibuya yang bermandikan jingga. Memanjakan mata dikala hangat terasa. Sang puan menatap bingung pada adam yang memintanya singgah.

"Apa yang kau lakukan, Rin?"

Berjongkok di samping Rindou, sang gadis memasang wajah bingung. Diam, memperhatikan Rindou yang tampak serius menarik garis. Menciptakan sebaris kalimat dari tinta hitam.

"Hahah! Aku?"

Senyum khas terukir. Rindou menunggu tulisannya kering. Kemudian, dia melipat kertas beberapa kali. Membentuk pesawat kertas.

(Name) tersenyum.

"Aku baru tahu kamu bisa buat origami."

Rindou menoleh dengan kekehan manis.

"Itu karena kau baru mengenalku."

Rindou bangkit dari duduknya. Menepuk pakaian beberapa kali guna mengusir debu. Kemudian, dia menunggu sang gadis untuk ikut berdiri.

Mengulurkan tangan, lalu menciptakan tautan hangat.

Berjalan bersama menuju ujung bangunan.

Ini adalah tempat yang sama dimana Rindou mengakhiri hidupnya dimasa lalu. Merasa depresi serta tenggelam dalam putus asa. Sungguh, dia bersyukur dikala Tuhan memberinya kesempatan.

Dia tersenyum ketika menoleh. Menatap permata yang kini ingin ia jaga.

"Aku sedang menulis surat."

Origami dipegang di tangan kanan. Diangkat, diperlihatkan dengan bangga.

"Pada?" sang gadis kembali melontarkan kalimat tanya.

Rambut bergerak dengan liar. Sang gadis menyesal tidak membawa ikat rambut.

Penglihatannya sedikit terganggu dikala helai menusuk mata.

Namun ia dapat melihat dengan jelas lelaki yang kini tersenyum padanya. Tatapan hangat yang tersorot sinar.

"Tuhan."

Rindou mengangkat tangan kanan. Mengambil ancang-ancang untuk melempar.

"TUNGGU, AKU INGIN MEMBACANYA—"

(Name) terlambat satu langkah. Kertas putih terbang dengan leluasa. Begitu bebas. Dituntun oleh angin menuju cakralawa.

Rindou tertawa saat keseimbangannya runtuh.

Ia menarik paksa gadisnya ke dalam rengkuhan. Dengan erat, membiarkan keduanya ambruk ke belakang. Jatuh dengan kasar, dengan Rindou sebagai alas.

"Rin!"

Guratan halus tercipta pada kening (Name).

Kedua tangannya bertumpu pada dada Rindou. Dan (Name) dengan nyamannya menduduki perut sang adam. Membuat Rindou mengerutkan kening, seolah karung beras ditaruh di atas perut.

"Aku penasaran!"

Rindou tertawa kencang. Mengabaikan rasa sakit di perutnya.

"Siapa bilang kau boleh membacanya?"

"Lalu untuk apa kau membawaku kemari?"

"Menemanikulah!"

Sang gadis mengetatkan rahangnya. Wajah memerah perlahan, antara sebal dengan malu.

"Kau—"

"Diam, atau kutampar?"

"..."

Seulas senyum terukir pada paras sang gadis.

"RINDOU RINDOU RINDOU—"

Plak!

Dengan refleks, Rindou menamparnya. Meninggalkan jejak merah pada pipi kiri (Name).

Namun, gadis ini menatapnya dengan senyum merekah.

"..."

Untuk sesaat, Rindou lupa gadis ini sedikit berbeda dengan yang lain.

•••

Rasa takut kembali menyelimuti hati. Datang, lalu pergi. Seolah tak akan kembali, namun kini berkunjung tanpa henti.

Menanamkan takut dalam diri, serta gelisah tanpa arti.

"Lagi-lagi ... "

Rindou bergumam dikala sinar mata meredup. Sepasang tangan terkulai lemah, terjatuh di atas kubangan darah. Sang adam berjongkok, menatap seseorang yang mengangkat mata dengan pandangan sayu.

"Aku tidak bisa membunuh terang-terangan di hadapan (Name)," bergumam, kemudian tersenyum senang. "Makanya, kamu jangan bilang-bilang, ya?"

Nasib orang ini sungguh tidak beruntung. Nyatanya, dia adalah orang yang sama dengan saksi kejadian beberapa waktu lalu. Disaat Rindou membunuh pada malam hari bersama kakaknya, permata ungu menatap orang ini dari jauh.

"(Name) menyukai rasa sakit, namun benci jika aku menyakiti orang lain."

Diri terus berkata, tak peduli pada gerakan bibir yang meminta ampun.

"Jadi, kau diam ya?"

Tangan kanan terangkat, menyentuh pipi pucat bernoda merah. Terlihat indah, disertai genangan darah. Ada rasa jijik dalam diri, ketika orang itu meludahinya.

Rindou kembali, membunuh tanpa henti. Orang berdosa menjadi korban, satu persatu berjatuhan. Kehilangan nyawa ditangan sang pendosa.

"Brengsek!"

Mengumpat, Rindou mengetatkan rahangnya. Dirasa emosi, ada amarah dalam diri.

Dia mengangkat tangan, memukul wajah yang mungkin tak akan bisa lagi dikenali. Membuat darah segar kembali keluar, mengotori sekitar.

Napas terengah, namun puas tak terasa. Rindou tersenyum sebelum menaruh kedua tangannya di atas leher orang itu.

Dicekik.

"Kenapa ... salahku ... apa?"

Orang itu menangis. Dalam hati menjerit, bertanya memiliki dosa apa hingga mati dengan begitu sadis.

"Kamu tidak salah. Tapi keberuntunganmu saja yang buruk."

Nyawa kembali direngut.

Seolah belum puas dengan dosa yang ditanggung. Rindou terus mengulangi dosa dimasa lalu. Jika begini, akankah kematian (Name) kembali terulang?

Rindou belum bisa menghentikan hasratnya. Belum bisa menahannya. Hasrat gila yang mana membuatnya menyiksa. Dengan senyum pada wajah, melukis dengan darah.

"Hah ... "

Gelap menyelimuti gang tersebut. Ada iblis yang bersemayam, menyamar menjadi manusia. Dengan senyum, mendekati anak mentari.

Agaknya malam kembali terang. Mau tak mau menjalani tugas dari alam. Menerangi jalan, dengan tangis di tengah hujan.

Menyamarkan bau busuk, menghilangkan noda pada wajah.

Rindou benar-benar pasangan yang buruk bagi (Name). Bila hasrat tak bisa ditekan, akankah suatu hari nanti (Name) kembali menjadi tempatnya untuk melampiaskan amarah?

•••

26 Juli 2021

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro