Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

05 : Mutiara Ajaib

Setiap langkah terasa lambat bagi Wang Yan yang dicekam rasa panik dan cemas. Pemikiran yang menakutkan terkait hilangnya Di Feisheng mengikuti setiap langkahnya seperti bayangan. Dia terus bergegas melewati banyak lorong dan aula-aula yang luas sebelum tiba di sisi lain istana yang luas itu. Tiba di depan sebuah pintu besar berukir, dia mulai menggedor dengan keras.

"Tabib Iblis! Tabib Iblis!" Nama itu dia teriakkan dengan nada sedih dan menghawatirkan.

Di dalam ruangan luas yang diterangi banyak lampu mutiara bercahaya, seorang kakek tua berjubah kelabu nan indah duduk di atas permadani tebal dalam posisi membaca lembaran-lembaran kuno. Wajahnya tidak seindah jubahnya, dan rambut panjang putih hanya memperburuk segalanya. Terkejut oleh suara-suara dari balik pintu, dia mengeluarkan titah keras dengan suaranya yang serak dan menyakitkan telinga.

"Masuk!"

Dia memasang wajah cemberut begitu melihat Wang Yan berjalan tergopoh-gopoh dengan wajah meringis.

Sungguh menyebalkan, pikir kakek tua yang dipanggil Tabib Iblis. Dia sedang tidak membutuhkan kabar yang menyedihkan atau mengkhawatirkan di saat suasana hatinya tengah baik dan baru saja akan membaca perkamen kuno yang baru saja dia temukan di ruangan rahasia mendiang Raja.

"Kabar buruk! Kabar buruk!" Wang Yan terengah-engah.

"Sudah kuduga," Tabib Iblis menautkan alis dengan ganas. Membuat tanpangnya kian tak karuan.

"Seburuk apa itu, Wang Yan? Hingga kau tidak peduli lagi pada privasi seseorang."

Wang Yan menjatuhkan lututnya di depan Tabib Iblis, menahan diri untuk tidak berteriak-teriak. Dia tahu walaupun sudah kakek renta, Tabib Iblis tidak tuli. Sejenak tangannya menyentuh dada untuk menenangkan degup jantung yang bergemuruh laksana badai.

"Yang Mulia ... " ia mulai dicekam ketakutan lagi saat akan menyampaikan kabar buruk itu.

"Yang Mulia ... "

"Yang Mulia apa? Dia masih mulia, kan?"

"Dia ... " Wang Yan melebarkan mata, memperkuat efek dramatis yang membuat Tabib Iblis jadi kesal.

"Dia menghilang!"

"Apa?" Tabib Iblis menampar meja dan membentak dengan suara berbisa.

"Bagaimana itu terjadi?" ia balas melebarkan mata pada Wang Yan.

"Dia ... dia ... aku khawatir Yang Mulia menyebrangi pintu rahasia pembatas alam kita dengan alam manusia."

"Astaga ... " Tabib Iblis mendesah berat, menggelengkan kepalanya berkali-kali.
"Buah jatuh tidak jauh dari pohonnya. Seperti mendiang Raja, dia senang berpetualang di alam manusia."

Desahan lagi, sambil mengusap dagunya.

"Jangan sampai dia menikah sembarangan dengan manusia seperti yang dilakukan ayahnya."

Wang Yan menatap bingung, dia jelas tidak setuju dengan dugaan Tabib Iblis.

"Aku kira tidak seperti itu, Tabib! Seseorang pasti memperdayai Yang Mulia. Penobatannya sudah di depan mata. Tidak mungkin dia pergi dengan begitu mendadak. Aku sangat yakin adiknya yang pendengki, Jiao Liqiao, ada di belakang peristiwa menghilangnya Yang Mulia."

Tabib Iblis menatapnya dengan nanar.

*****

Menyadari tatapan Li Xiangyi tidak juga beralih darinya, Di Feisheng menyeringai keji, semakin merasa paling luar biasa di antara para manusia biasa.

"Jika sudah selesai memandangiku, sebaiknya kau segera mandi dan ganti pakaian kumalmu itu," celetuk Di Feisheng datar dan tajam.

Alih-alih merespon kata-kata tidak tahu malu itu, tatapan Li Xiangyi terpaku lebih dalam dan lebih tegang. Hal itu membuat Di Feisheng jadi sedikit cemas.

"Kau baik-baik saja?" Dia menjentikkan jari tepat di depan hidung Li Xiangyi yang segera tersentak.

"Apa pedulimu?" Dia kesal karena terlalu lama tertegun hingga merasa sedikit malu.

"Aish, membosankan. Pergi bersihkan dirimu. Seharusnya kau malu terlihat kumal seperti ini di hadapan dewa."

Li Xiangyi benar-benar ingin melayangkan tinjunya pada wajah Di Feisheng, tapi nyatanya ia hanya memutar bola mata dan menghembuskan napas keras sebelum beranjak ke belakang dengan dada bergemuruh kacau.

Kenapa aku jadi terpesona begini? batinnya dongkol.

Tidak peduli dewa atau siluman, sepertinya pertemuan ini tidak pernah dia harapkan. Dia tidak bisa membiarkan dirinya terpesona begitu mudah pada seorang pemuda asing. Perasaan semacam ini sangat berbahaya.

Beberapa waktu kemudian, Li Xiangyi kembali ke hadapan Di Feisheng dengan penampilan yang lebih bersih dan segar. Keduanya duduk berhadapan menghadapi teh hangat. Seperti halnya Li Xiangyi yang terpana melihat penampilan baru Di Feisheng, wajah tampan Li Xiangyi kini terlihat jelas dan nyata. Di Feisheng mengamatinya lekat-lekat penuh rasa curiga dan juga kekaguman yang mencoba ditutupi oleh ekspresi sinis.

Manusia biasa ini memiliki keanggunan dan kharisma. Dia juga sangat tampan. Jangan-jangan ... dia juga dewa, tapi dewa apa? Yang pasti bukan di kerajaan samudera.

Keheningan melingkupi mereka sementara benak Di Feisheng sibuk berbicara.

"Mau sampai kapan kalian saling memandang?" Si empunya rumah mematahkan kebisuan mereka sambil menyajikan dua piring makanan.

"Apa? Aku tidak memandanginya," elak Di Feisheng, memasang wajah keruh dengan sudut bibir terangkat. Tidak mau kalah, Li Xiangyi memutar bola mata dengan ekspresi bosan.

"Syukurlah kau datang cepat, Bibi. Jika lebih lama lagi, aku khawatir selera makanku hilang gara-gara melihat wajah orang ini," kata Li Xiangyi acuh tak acuh.

"Kau ... " Di Feisheng mengangkat jari telunjuknya.

"Aihh, sudahlah, kalian sangat imut saat berdebat. Tapi sebaiknya hentikan dulu dan makanlah sesuatu." Bibi Mei tersenyum lebar, senang karena ada tamu yang menghalau rasa sepinya.

"Imut?" Di Feisheng mencibir jijik. Ditatapnya wanita itu dengan ekspresi heran dan berbisik dalam hati,

Sepertinya dia bahagia sekali karena dikunjungi dewa tampan sepertiku. Kebahagiaannya membuatku kasihan.

Akhirnya, meskipun masih menyimpan banyak gerutuan dalam hati masing-masing, Li Xiangyi dan Di Feisheng mulai menyantap makanan yang disajikan. Awalnya Di Feisheng merasa tidak berselera, sehingga hanya memandanginya saja. Tapi kemudian perutnya menggeram dan mengundang senyum penuh ejekan dari Li Xiangyi.

"Dewa pun bisa lapar," cetusnya sinis.

"Cihhh ... " Di Feisheng tidak memiliki kata-kata bantahan karena faktanya memang lapar. Dan sialnya, makanan di meja cukup lezat sehingga dia tak bisa berhenti menyantapnya. Dia sedikit terkejut. Apakah dengan terlempar ke alam manusia, kini ia benar-benar menjelma jadi manusia biasa?

Astaga, ini bencana ....

"Nah, anak muda. Sekarang katakan siapa kalian dan bagaimana kalian bisa terdampar bersama di pantai?" tanya Bibi Mei, masih dengan senyum bijaksananya.

Gerakan Li Xiangyi saat mengangkat cangkir teh tiba-tiba terhenti. Benaknya berpikir cepat apakah ia akan mengatakan hal yang sebenarnya terjadi dan mengungkapkan identitas asli, ataukah menyembunyikan semuanya. Dia melirik pada Di Feisheng yang sama-sama memasang ekspresi bingung. Tapi apa yang dipikirkan pria itu bukan tentang berbohong atau tidak, melainkan dia tidak paham bagaimana manusia begitu bodoh hingga tak juga mengerti perkataannya.

"Aneh sekali, Bibi," ketika Li Xiangyi baru akan membuka mulutnya, Di Feisheng lebih dulu bersuara.

"Kalian manusia sulit sekali dibuat paham. Sudah kukatakan sebelumnya bahwa aku adalah dewa."

Li Xiangyi mengatupkan kembali mulutnya, geleng-geleng kepala melihat betapa keras kepalanya pria itu.

Sayang sekali, dia tampan tapi bebal, batinnya miris.

"Uhm, baiklah. Kau dari Kerajaan apa? Atau kau dewa kematian yang menyamar?" tanya Bibi Mei mencoba tetap santai.

Di Feisheng menyeringai. Dengan satu tangan, dia mendorong piring dan cangkir yang telah kosong sambil berkata dengan nada pongah, "Mana ada Dewa Kematian setampan diriku. Aku tidak memiliki kewajiban untuk mengungkapkan siapa dan apa latar belakangku, tapi karena kau sudah berbaik hati, maka baiklah. Aku akan memperkenalkan diri. Namaku Di Feisheng, pewaris Kerajaan Dewa Air."

Duduk kaku di depannya, mulut Li Xiangyi kali ini terbuka lagi. Tapi bukan karena ingin bicara melainkan takjub akan omong kosong pria ini.

"Di Feisheng ... " Bibi Mei mengulang namanya dengan ekspresi yang sulit dipahami.

"Kau senang sekarang?" Lalu Di Feisheng melirik Li Xiangyi, "Sekarang giliran kau yang harus memperkenalkan diri."

Li Xiangyi terbatuk-batuk, menatap dua orang di depannya bergantian. Raut wajahnya sedikit mencurigakan tapi segera dia samarkan dengan senyuman. "Aku mendengar nada penasaran dalam suaramu," katanya pada Di Feisheng.
"Entah mengapa, Aku merasa rasa ingin tahumu tentang siapa aku jauh lebih besar dari Bibi Mei."

Tawa sinis meletus dari mulut Di Feisheng. "Lucu sekali," katanya.
"Kalian manusia memang memalukan. Bagaimana mungkin Dewa harus tertarik pada identitasmu. Sejujurnya kau sangat tidak penting bagiku."

"Kalau begitu tidak penting apakah aku berbohong atau tidak, bukan?" Li Xiangyi mengangkat sebelah alisnya.

"Terserah," merasa kalah, Di Feisheng hanya mendesis gusar.

"Aihh, Nak. Tidak apa-apa jika kau keberatan," ujar Bibi Mei, merasa tidak enak hati melihat dua tamunya tiba-tiba saling melempar ucapan pedas.

"Aku sudah meminum air dan mengecap garam dalam makananmu. Tentu saja akan kukatakan siapa aku. Aku Lian Hua, seorang pedagang yang datang dari Gunung Yelan. Seorang saudaraku membawaku kemari untuk menjadi nelayan. Rumahku di utara sana."

"Hmmm, kau datang dari jauh. Tentu sulit bagimu memulai di desa asing," sahut Bibi Mei memberikan senyum penuh pengertian.

"Yah, itu akan berproses seiring waktu," kata Li Xiangyi sok bijak, kemudian meneguk sisa tehnya.

Tidak begitu saja percaya pada penuturan Li Xiangyi, pria tampan di depannya tampak menyipitkan mata, melipat lengan di dada dengan sikap defensif.

"Nelayan?" gumamnya curiga.

Tatapan Li Xiangyi yang merenungi cangkir naik sekilas, melirik wajah sinis lawan bicara.

"Apa aku terlalu tampan untuk jadi seorang nelayan?" Dia mencoba bergaya seperti si Dewa palsu, tapi gagal memperdaya Di Feisheng.

"Sewaktu pertama kali bertemu di gua, kau mengatakan padaku bahwa kau adalah Pimpinan Sigu," Di Feisheng berkata antara yakin dan tidak. Tiba-tiba saja ingatan itu datang begitu saja di kepalanya.

Li Xiangyi tampak terkesiap. Matanya melebar, menatap Di Feisheng dengan tajam.

Sialan, ingatan Dewa tengik ini lumayan juga ...

"Pimpinan Sigu?" ulang Bibi Mei.

Li Xiangyi terkekeh samar, sebelum menoleh pada Bibi Mei, dia melirik Di Feisheng dan mengedipkan sebelah mata untuk memberi isyarat agar pembicaraan ini tidak perlu diperpanjang lagi. Sialnya, pria itu sama sekali tidak peduli.

"Heh, Lian Hua, ada apa dengan matamu?" tanya Di Feisheng galak.

Huft! Payah, dia tidak mau mengerti

"Jadi sebenarnya kau siapa?" tanya Bibi Mei.

Kembali menampilkan sikap tenang dan senyum ramah, Li Xiangyi menjawab lebih tegas. "Itu sama sekali tidak penting, Bibi. Tapi memang benar aku berniat jadi nelayan. Karena itu aku datang ke desa ini. Mengenai ocehan kawanku ini, tidak usah dipikirkan. Aku sudah mengatakan padamu sebelumnya bahwa dia sedikit gila."

"Heh, berani sekali kau!"

"Aku yakin kau salah dengar, Di Feisheng," Li Xiangyi menulis tegas. Untuk sesaat, Di Feisheng merasakan aura yang kuat dan tatapan dingin seperti seorang musuh yang berwibawa. Dia terpaku sejenak lantas mengernyitkan kening.

"Cihhh!" umpatnya. "Nelayan ya nelayan. Mengapa harus melotot padaku?"

"Aaah, sudah ... sudah ... " Bibi Mei tertawa kecil, mencoba mencairkan suasana. "Siapa pun kalian, aku senang telah menjamu dengan baik. Nah, bagaimana rencana kalian sekarang?"

Itu dia! pikir Di Feisheng geram.

Dia sama sekali tidak tahu apa yang harus dilakukan di dunia manusia.

Di lain pihak, Li Xiangyi pun kebingungan. Dia datang sebagai pelarian dan tidak tahu sampai kapan ia bisa bersembunyi dari jangkauan para pengkhianat Sekte Sigu.

Alhasil, dua-duanya sama-sama terdiam dengan wajah muram. Tidak lama kemudian, Li Xiangyi berkata lebih dulu, "Aku akan kembali ke rumahku. Soal kawanku ini, aku tidak tahu apa rencananya."

Dua pasang mata sontak tertuju pada Di Feisheng.

"Aku?" Dia menunjuk hidungnya sendiri dengan bingung. Dua orang di depannya tampak meneliti hingga membuat Di Feisheng tidak nyaman.

"Aku ... tidak tahu." Dia membuang wajahnya yang cemberut.

Aaah, sudah kuduga, batin Li Xiangyi.

*****

Dalam ruangan Tabib Iblis, Wang Yang mondar-mandir penuh kegelisahan. Situasi yang terjadi membuatnya tidak bisa berpikir sama sekali. Dia tidak bisa membayangkan tindakan apa yang akan diambil Jiao Liqiao setelah berhasil menyingkirkan pewaris sah tahta kerajaan.

"Tabib Iblis, sudahkah kau memikirkan jalan untuk menemukan kembali Yang Mulia?" tanya Wang Yang, menatap bosan pada Tabib Iblis yang tengah bermeditasi.

"Diamlah! Aku sedang mengumpulkan visi dunia lampau, menembus tabir gaib Kerajaan Dewa Air dengan alam manusia, antara masa lalu dan masa sekarang," suara Tabib Iblis mendesis, rendah dan dingin. "Dibutuhkan banyak energi untuk melakukan ini. Aku tidak yakin bisa menembus tabir dalam waktu lama. Seharusnya Raja terdahulu memiliki solusi atas masalah ini. Mari kita lihat apakah upayaku akan berhasil .... "

Wang Yang hanya bisa menghembuskan napas panjang dan dalam. Sedikit tidak sabar dengan tindakan lambat Tabib Iblis. Dia khawatir Jiao Liqiao akan segera menyadari bahwa ia menyaksikan perbuatan liciknya. Gadis cantik tapi berwatak keji itu tidak akan segan-segan memberikan hukuman berat.

Dia menatap Tabib Iblis lagi, merasa bahwa pria tua itu hanya menguji keberuntungan. Namun Wang Yan bisa melihat wajahnya berkerut hingga membuatnya kian terlihat tua dan jelek. Pelipisnya berkedut, dan napasnya mulai tidak teratur.

Dalam meditasinya yang singkat, Tabib Iblis mengerahkan hampir seluruh energinya untuk mendapatkan pengetahuan ini. Dari balik tabir yang berusaha dia tembus, seberkas cahaya cemerlang bersinar. Dia melihat dua benda kecil berbentuk bulat, warnanya merah muda dan sangat indah.

Itu seperti ...

"Mutiara," bibir Tabib Iblis gemetar mengucapkan apa yang dia lihat dalam meditasinya.

"Apa katamu?" Wang Yan terkesiap.

"Sepertinya aku melihat mutiara. Mungkin ini adalah petunjuk."

Tabib Iblis segera membuka matanya sebelum energinya terkuras habis dan ia jatuh pingsan. Butuh waktu baginya untuk memulihkan diri tapi Wang Yan tampak tidak peduli.

"Jelaskan padaku," katanya, menyerbu ke arah Tabib Iblis.

"Aku menembus tabir masa lalu dan tabir antara alam kita dengan manusia. Sang Raja menunjukkan benda seperti mutiara berwarna merah muda."

Ekspresi Wang Yan bingung sesaat. "Itu seperti air mata bahagia putri duyung. Apa hubungannya dengan hilangnya Yang Mulia?" tanyanya sambil menggaruk dagu.

Menyeka keringat di pelipisnya, Tabib Iblis menatap kosong pada Wang Yan.

"Entahlah, aku juga tidak paham."

"Astaga .... " Wang Yan mendesah putus asa.

🌼🌼🌼

(TBC)

***Lotus on The River***
By Shenshen_88

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro