Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

01 : Kerajaan Dewa Air

Mysterious Lotus Casebook Fanfiction

Written by
Shenshen_88

Disclaimer

Characters belong to Teng Ping

Author's Note :

I dedicated this story for someone very nice, my best friend ArYizhan

Happy Birthday to you ✨🥰


🌼🌼🌼

Tidak ada bulan maupun matahari di langit Kerajaan Dewa Air yang bisa dinikmati mahluk hidup pada umumnya. Namun angkasa di atas kerajaan tampak begitu gemerlap oleh ribuan warna warni cerah dari beragam mahluk yang hidup di lautan. Semuanya terlihat bagaikan gugusan bintang, dilatarbelakangi cahaya biru muda berkilauan.

Di Feisheng, sang pewaris tahta kerajaan, duduk termangu di atas satu kursi kayu keemasan yang diukir dengan indah, dilapisi busa dan kain berwarna senada. Dia berada di taman istana nan luas berhiaskan marmer putih pipih dan petak-petak beralas batuan kristal warna warni. Meski suasana terang benderang, tidak ada pantulan cahaya di wajah tampannya. Ekspresinya mengeras, bibir tipis sinis yang siap menggerutu setiap waktu. Jubah merah anggur membalut tubuh tinggi tegapnya, menghampar anggun di sekitar tempat duduknya sekarang.

"Sudah selesai apa belum?" Di Feisheng akhirnya mengeluarkan suara berat bernada bosan seraya menatap jengkel pada seorang pria separuh baya yang sibuk menyapukan kuas pada permukaan kanvas yang sangat lebar.

"Tidak lama lagi Yang Mulia," si pria pelukis terlihat gugup, seiring getar dalam suaranya.

"Aku bertanya tiga kali dan jawabanmu selalu sama. Sungguh tiada keperluan duduk sepanjang hari menatap wajahmu yang tidak menarik," Di Feisheng mendengus.

"Karena pertanyaan Anda juga selalu sama, Yang Mulia ... "

"Heh, berani mengoceh?!"

"Hamba tidak berani ..."

Lirikan kejam Di Feisheng yang mampu menciutkan nyali siapa pun seketika membuat si pelukis kian kacau sehingga sapuan kuasnya bergerak ke arah yang salah. Itu menyebabkan hasil pekerjaannya semakin tidak karuan. Dia bisa mendengar helaan napas panjang sang pangeran Kerajaan Dewa Air yang menegaskan ketidaksabarannya.

"Lupakan saja ide lukisan ini," ujarnya datar, menyipitkan mata pada lukisan separuh jadi di hadapannya. "Hanya membuang waktuku saja. Aku nyaris saja ketiduran."

"Maafkan hamba, Yang Mulia. Ini tidak akan memakan waktu lama." Si pelukis bersujud, terlihat panik dan ketakutan. Tapi sikapnya tidak mengubah keputusan sang pangeran. Di Feisheng mendengus sekali lagi, bangkit berdiri dalam gerakan dramatis. Satu tangannya mengibaskan jubah panjang berhias bordir keemasan yang mewah dan elegan.

"Membosankan!"

"Yang Mulia!" Seorang pria lain datang menghampiri. Penampilannya lebih baik dari si pelukis menunjukkan posisinya yang cukup penting. Dia adalah Wang Yan, orang kepercayaan Di Feisheng.

"Lukisan ini harus selesai. Ini adalah tradisi," dia berkata sopan, membungkuk sekilas di hadapan Di Feisheng yang sudah berdiri kaku.

"Tradisi apa?" gumam Di Feisheng, memutar bola matanya dengan malas.

"Raja sebelum Anda pun memiliki lukisan terbaiknya yang akan disimpan di aula utama. Kita tidak bisa membiarkan tempat untuk lukisan Anda dibiarkan kosong."

"Aku tak peduli," tukas Di Feisheng, mulai melangkah untuk menuju sisi lain taman istana. "Daripada duduk bengong menatap pria tua gugup yang tak becus bekerja, lebih baik aku berlatih ilmu pedang dan sihirku."

Wang Yan segera mengikuti langkah sang pangeran, tak henti menghamburkan kata-kata bujukan.

"Aku berjanji pelukis itu akan segera menyelesaikan tugasnya, Yang Mulia. Kita membutuhkan lukisan itu. Tradisi tidak bisa dihilangkan begitu saja."

"Aku akan menghilangkannya mulai sekarang."

"Tidak bisa, Yang Mulia. Anda belum resmi menjadi Raja. Dewan Agung akan melaksanakan ritual sakral esok hari. Baru pada saat itu kata-kata Anda adalah hukum bagi seluruh kerajaan. Tidak ada salahnya pula mengabadikan wajah tampan Anda dalam bentuk karya seni yang indah."

"Sungguh tidak bisa dipahami," desis Di Feisheng. "Aku adalah dewa, dan tidak akan menua. Jadi wajah tampanku tidak akan berubah. Tidak ada gunanya. Sudahlah, aku lebih baik berlatih sihir."

Wang Yan masih belum menyerah.
"Itu bisa dilakukan lain waktu. Lagi pula Anda tetap akan jadi Raja walaupun tidak pandai sihir."

Di Feisheng terus berjalan tanpa memperdulikan pelayan setianya, bersikap seakan-akan tidak mendengar apa pun.

"Bahkan," lanjut Wang Yan, menatap cemas dari arah samping pada sang pangeran, "Anda tetap akan jadi Raja meskipun tidak bisa melakukan apa-apa."

Kali ini langkah Di Feisheng terhenti, menolehkan wajah dinginnya pada Wang Yan. "Apa maksudmu dengan tidak bisa apa-apa?"

"Ampuni hamba Yang Mulia, maksudku ... "

"Jika kau sangat bersikeras dengan lukisan. Kau saja yang dilukis. Aku sudah bosan."

" .... "

Ketika Di Feisheng melanjutkan langkah, Wang Yan masih berdiri bengong dengan bahu turun. Menatap bingung pada pangeran yang terus berlalu dengan jubah berayun anggun.

"Eh ... Yang Mulia!" Dia tersadar beberapa saat kemudian mencoba mengejar Di Feisheng. Namun satu sosok wanita cantik bergaun merah datang dari arah lain, menghampiri Di Feisheng dan menebar senyum manis.

"Yang Mulia ... " suaranya lembut dan berlagu.

"Apa lagi sekarang? Kalian semua tak bisa membiarkan aku hidup tenang," desis Di Feisheng sedikit geram.

"Ah, Anda terlihat tegang. Aku ingin mengajakmu minum anggur. Aku telah menyiapkan makanan dan minuman yang lezat di Aula Pirus."

Yang datang adalah Jiao Liqiao. Adik tirinya. Puteri Raja Kerajaan Air berdarah campuran. Hasil dari hubungan Raja yang saat itu tengah linglung, masuk ke dunia manusia dan memiliki puteri dari perempuan kalangan manusia biasa.

"Aku sedang tidak ingin minum," sahut Di Feisheng ketus.

"Ayolah ... arak yang kusajikan sangat istimewa. Mungkin ini hari terakhir kita bisa sedekat ini. Esok saat kau jadi Raja, akan semakin sulit memiliki sedikit waktu bersamamu."

Jiao Liqiao mengangkat tangan dan menyentuh wajah Di Feisheng lantas kembali berkata dengan hangat, "Setelah Ayahanda kita mundur dan pergi bertapa, aku tidak memiliki siapa pun selain dirimu. Kelangsungan kerajaan sekarang ada di tanganmu. Aku tidak sabar ingin melihatmu dinobatkan sebagai Raja. Kau akan terlihat menakjubkan, penuh wibawa, dan akan menjadi Raja paling hebat yang dimiliki kerajaan ini."

Mendengar kata-kata Jiao Liqiao yang penuh bunga-bunga, Di Feisheng hanya mendengus samar. Dia tidak merasa heran lagi dengan gaya memuji adiknya yang berlebihan. Kekagumannya sangat terang-terangan sehingga kadangkala menyebabkan Di Feisheng jengah. Bahkan rumor sempat berembus di seantero kerajaan bahwa Jiao Liqiao yang cantik jelita telah jatuh cinta pada sang kakak yang tampan dan berwibawa. Rumor jahat yang tidak berdasar, membuat Di Feisheng sempat menjaga jarak dengan adik perempuannya. Namun Jiao Liqiao nampaknya tidak peduli tentang gosip yang beredar. Dia masih bersikap manja, memuji-muji dan menyentuh bagian-bagian tubuhnya sesuka hati.

"Omong kosong. Memangnya sesibuk apa? Kau lihat sendiri Ayahanda. Meskipun jadi Raja, sempat-sempatnya berhubungan gelap dengan wanita dari jenis manusia biasa."

Jiao Liqiao tertawa kecil. Kali ini tangannya menggamit lengan Di Feisheng, sementara satu tangan lagi masih menyentuh wajahnya. "Saat kau telah menjadi Raja, kuharap tidak mengikuti jejak Ayahanda. Jika kau menemukan satu hari yang kosong dan melelahkan, tidak perlu pergi ke dunia manusia dan membuat ulah. Temui saja aku. Aku pasti akan menemani dan menghiburmu."

Bibir tipis Di Feisheng membentuk seringai sinis hingga wajahnya memancarkan aura keji. "Pergi ke dunia manusia? Yang benar saja. Sungguh lelucon." Di ujung gerutuannya, ia melirik pada wajah bercahaya milik Jiao Liqiao. Kecantikannya yang memukau mampu membuat pria mana pun bertekuk lutut. Satu senyuman dan lambaian tangan halusnya bisa membuat Raja-Raja meninggalkan kerajaan mereka. Namun bagi Di Feisheng, senyum Jiao Liqiao tampak palsu dan mencurigakan. Dia sama sekali tidak memiliki kekaguman apa pun. Mungkin karena karakter Di Feisheng yang pahit dan sulit, hingga dia nyaris tidak menyukai semua orang di sekitarnya.

"Nah, aku lega mendengar kau tidak berminat pergi ke dunia manusia. Akan banyak kesulitan yang kau hadapi di sana. Sihir yang kita miliki pun akan berkurang kekuatannya hingga kita tidak ada bedanya dengan manusia biasa yang tanpa daya. Sungguh menyedihkan, bukan? Sekarang mari ikut aku ke Aula Pirus. Sebentar saja, Yang Mulia ... "

Mempertimbangkan bahwa esok hari dia akan dinobatkan menjadi Raja dalam upacara suci, Di Feisheng mungkin tidak akan memiliki hari yang dipenuhi lelucon dan saat santai seperti sekarang. Jadi dia memutuskan untuk mengikuti keinginan Jiao Liqiao.

"Aku tidak bisa menemanimu dalam waktu lama," dia masih melontarkan kata-kata tegas karena tidak tahan melihat senyum penuh kemenangan di wajah adiknya.

"Jangan terlalu cemas. Aku tidak akan menggigitmu." Tawa Jiao Liqiao mengalun merdu seraya mencubit dagu sang kakak. Dengan gerakan lambat tapi pasti, Di Feisheng menarik tangan gadis itu dari wajahnya. Ekspresinya kesal dan tidak sabar. Entah mengapa, sentuhan gadis ini membuatnya merinding. Ada aura berbahaya yang terpancar dan bisa dia rasakan. Namun ia tidak bisa mengungkapkannya.

Bagian istana yang disebut Aula Pirus tidak jauh dari kediaman pribadi Jiao Liqiao. Ruangan luas itu didekorasi dengan mewah sesuai seleranya, penuh sentuhan warna merah dan emas. Ada sofa lembut berukir yang menjadi tempat Jiao Liqiao duduk dan membaca buku-buku tentang perang dan pemerintahan. Di Feisheng terbiasa dengan selera berlebihan sang adik, tapi kali ini dia semakin merasa sesak karena ada pemandangan lain yaitu meja bundar marmer yang dipenuhi beragam makanan, buah-buahan dan teko arak yang terbuat dari perak.

"Apa-apaan ini? Kukira sedang tidak ada pesta," komentar Di Feisheng tanpa minat.

"Sudah kukatakan, ini saat-saat terakhir kita memiliki kedekatan sebagai saudara. Hari esok tidak akan sama lagi."

Jiao Liqiao membimbing sang kakak untuk duduk di salah satu kursi yang telah dia siapkan. Dengan enggan Di Feisheng mengikuti keinginan Jiao Liqiao, duduk dengan patuh dan mengamati bagaimana gadis itu menuangkan arak untuknya. Aroma wangi yang memabukkan tercium kuat. Sepertinya memang arak yang bagus. Diam-diam selera Di Feisheng bangkit untuk mencicipinya.

"Aromanya sedikit berbeda dari arak yang biasa kausajikan sebelumnya," ia berkata, kali ini nadanya lebih lunak.

"Aku sudah katakan arak ini istimewa," Jiao Liqiao berkata bangga, mendorong cawan perak yang telah diisi arak tepat ke hadapan sang kakak.

Tanpa berpikir panjang, Di Feisheng meneguk arak itu. Rasanya cukup berbeda, dan ia merasakan manis yang lengket di lidahnya bercampur rasa pahit yang samar. Namun arak ini memang sangat lezat hingga dia tidak ragu mengisi cawannya lagi dan lagi.

"Kali ini seleramu lumayan," katanya pada Jiao Liqiao dengan senyum tipis yang sedikit dipaksakan. "Biasanya kau menyajikan arak yang membosankan setiap kali mengajakku makan dan minum."

Terbiasa dengan gaya bicara Di Feisheng yang sinis membuat Jiao Liqiao tidak tersinggung melainkan hanya tertawa lembut. Dia bicara ke sana kemari mencoba mengalihkan fokus Di Feisheng hingga tanpa sadar pria itu telah meneguk bercawan-cawan arak.

"Aku membaca di sebuah buku catatan yang ditulis oleh Ayahanda," demikian Jiao Liqiao mulai bicara sembari memijat lembut lengan sang kakak.

"Apa yang kaubaca?"

"Perjalanan singkat ke dunia manusia. Dia menjelaskan tentang satu terowongan gelap, lurus dan panjang, seolah-olah tanpa ujung. Dia terus berjalan sampai ada kilatan cahaya terang di kejauhan. Ayahanda menuju ke arah cahaya lantas secara tiba-tiba, sinar matahari menusuk matanya, membuatnya memejamkan mata. Saat ia menatap kembali, dia melihat pemandangan yang berbeda, meskipun dunia bawah air tidak kurang indahnya, tapi Ayahanda mengagumi hamparan rerumputan hijau, bunga teratai di permukaan danau yang berkilauan diterpa sinar matahari. Angin hangat bertiup lembut di wajahnya dan cuaca bisa berubah sesekali, dingin dan panas bergantian."

"Hmmmm," Di Feisheng memijat pelipisnya, mulai merasakan sensasi pusing di kepala, "tidak seharusnya kau mencuri lihat catatan Ayahanda. Dasar gadis nakal!"

"Catatan itu disimpan dengan rapi di bawah meja marmer yang biasa Ayahanda gunakan. Aku tidak sengaja menemukannya," elak Jiao Liqiao.

"Kuharap tidak ada informasi penting yang tidak sepatutnya kaubaca," gumam Di Feisheng lagi, cemas akan rasa penasaran adiknya yang cukup berbahaya.

Jiao Liqiao beralih posisi, kali ini duduk di sisi kakaknya, menumpangkan telapak tangan pada jemari Di Feisheng yang mulai lembab oleh keringat.

"Sayang sekali, tidak ada yang menarik. Kelanjutannya adalah kisah cinta yang membosankan." Jiao Liqiao mencibir tipis.

"Lalu untuk apa kau mengatakan ini padaku?"

"Aku hanya ingin tahu, apakah kau tertarik pergi ke dunia manusia?"

Di Feisheng terkekeh kering. "Membosankan ... "

Beberapa waktu kemudian dia merasakan kepalanya semakin berputar dan napasnya sesak. Kegelapan mendekapnya begitu kuat hingga ia merasakan tangan-tangan gaib mencekiknya. Di Feisheng bukan pria lemah yang bisa dibuat mabuk oleh sembarang minuman keras. Namun kali ini ia merasa lemas. Sepertinya ada obat lain yang telah merasuki tubuhnya hingga membuat tenaganya seakan lumpuh tak bersisa.

"Jiao Liqiao ... " ia mendesis, menggapai wajah cantik yang kian memudar dari pandangan. Suara tawa lembut gadis itu masih bergema pelan disusul untaian kata yang menceritakan pengalaman Ayahanda mereka di dunia manusia.

"Di atas rerumputan, kelopak dandelion melayang-layang. Seorang wanita bergaun putih berjalan di tengah bunga. Gumpalan awan putih menghiasi birunya langit. Wajahnya yang jelita putih bersinar, dan ada aroma wangi di udara serta senandung lirih di antara desir angin .... "

Di Feisheng tidak bisa menangkap lagi sisa kata-kata Jiao Liqiao. Kesadarannya memudar, lenyap dalam ketiadaan.

🌼🌼🌼

Apa yang terjadi pada Di Feisheng? Bagaimana kelanjutan kisah ini? Ikutin terus yaa 🥰✨

[Tbc]

Lotus on The River
By Shenshen_88

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro