×𝟶𝟹×
malam minggu ini, seperti biasanya somi duduk sendirian di cafe langganan. ditemani dengan segelas raspberry cheesecake mocha frappuccino yang telah tandas. juga dengan handset yang selalu ku bawa kemana-mana.
sepi, dan hampa. malam ini di tengah keramaian ibu kota, somi merasa kesepian. tak ada lagi yang ganggu atau membuat keributan. semua terasa sangat berbeda dari biasanya.
haedar, pemuda itu tengah mengajak aruna jalan-jalan. entah sudah berapa kali ku peringatkan padanya, kalau ia tak seharusnya seberani itu. ya karena, aruna sudah menjadi incaran hazel.
hazel itu anaknya suka main tangan. makanya aku takut kalau Haedar bisa aja jadi bulan-bulanan dia dan kawan-kawannya.
karena malas berpikiran negatif lagi, aku memilih untuk keluar mencari udara. jalan kaki malam-malam sendirian ternyata tidak seburuk itu.
aku bisa bebas kemana pun kaki membawa diri ini melangkah. kadang berhenti hanya sekadar melihat anak kucing, kadang pula melihat dua insan alay yang tengah di mabuk cinta.
cinta itu alay, makanya somi gak mau berurusan sama itu. tapi ternyata takdir berkata lain. aku sudah jatuh hati pada sahabatku sendiri. orang yang bahkan tidak pernah menganggap perasaanku itu sungguhan.
sudahlah, nampaknya jadi lajang juga tidak terlalu buruk:"
saat merasa kesepian seperti ini, biasanya aku meluangkan waktu untuk sekadar menatap langit. seperti saat ini, berkomunikasi dalam hati, menyampaikan betapa banyak cobaan yang tuhan beri.
aku tak pernah cerita tentang keluargaku ya? singkatnya, aku adalah anak bungsu yang tak pernah di puji layaknya kakak perempuanku.
dia cantik, pintar, masuk ke dalam salah satu universitas terbaik. sedangkan aku? ah, somi tak ada apa-apanya. hanya sering mengikuti olimpiade sejarah, tapi setelah di kumpulkan semua setifikat itu.
ku bakar semuanya di depan orang tuaku. menurutku percuma saja, memiliki prestasi yang tak pernah di apresiasi. tak pernah ada yang peduli.
somi menutup semuanya sendirian, teman dekatku bahkan sampai memarahiku habis-habisan karena membakar hasil kerja keras ku sendiri.
ya karena dia tidak tau tentang orang tuaku, somi salah juga sih. padahal ada dia, martha. teman yang somi kenal sejak sekolah dasar, tapi baru akrab saat satu kelas lima angkatan berturut-turut.
benar kata bung fiersa, yang lebih menakutkan dari ngerasain sedih adalah enggak ngerasain apa-apa. Kayak udah terlalu sering disakitin sampai enggak tahu lagi rasa sakit.
dan sekarang somi takut. takut kalau hidup yang lagi di jalani ini, hanya tentang kepahitan dan rasa sakit, hanya tentang mengikhlaskan tanpan menerima balasan. bahkan hanya tentang perderitaan yang tak terus berjalan.
"somi kan?"
suara berat itu, suara pemuda yang sangat ku kenal. kembali menyapa, setelah sekian lama.
"galva? sendirian aja?" tanyaku basa-basi.
ingat prinsip somi, tak boleh judes sama mas mantan. gitu-gitu juga pernah membuat sejarah bersama kan.
"iya, habis beli titipan adek"
"oh.."
kami berdua membisu cukup lama, sama-sama menatap danau yang terdapat pantulan bulan purnama.
"udah lama ya gak ngobrol berdua" katanya masih menatap lurus.
"iya, maaf ya waktu itu aku pernah nampar kamu. eh,"
njir, keceplosan pake aku-kamu. ingin menghilang aja dari muka bumi. hshshsh.
"senyaman somi aja, gak apa-apa kok kalau belum bisa lupa. karena aku juga gitu"
"gitu.. gimana?" tanyaku ragu.
"belum bisa lupain kenangan manis kita. somi tau gak? setiap sepertiga malam, aku selalu berdoa agar kita di takdirkan bersama. gak perlu selamanya, cukup sampai ujung usia. karena galva cinta sama somi tanpa alasan"
kalau mas mantan bilang seperti itu, tanda ngajak balikan bukan sih?:)
hwang hyunjin as hazel
shin ryujin as aruna
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro