Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

CHAPTER 14

Back to present

"Apakah foto ini milikmu?" Kang Yo Han menoleh pada Ga On, tanganya terangkat menunjukkan foto itu.

Yang ditanya menggeleng.

"Itu milikku, Pak," So Hyun menyela gugup.

"Kau membawa foto sahabatmu pada saat kau diculik?"

"Aku selalu menaruh fotonya di dalam dompet," tegas So Hyun, berbohong.

"Hmmm, baiklah." Suara Kang Yo Han terdengar ragu, tapi ia tidak banyak bertanya lagi.

"Jika sudah tidak ada urusan lagi menyangkut kami, izinkan kami pergi," ujar Kim Ga On.

"Oke. Kalian boleh pergi." Dia menyerahkan foto itu pada So Hyun dan meneruskan, "Ambillah. Ini milikmu, kan?"

Jemari So Hyun gemetar waktu menerima lembar foto itu dari tangan Kang Yo Han. Berjalan beriringan, pasangan kekasih itu menuju mobil Kim Ga On, membuka pintunya. Namun, sebelum So Hyun masuk, dia menoleh sekali lagi pada Kang Yo Han. Dilihatnya sang inspektur tengah menatapnya tajam.

*****

Mobil itu melaju menembus gelap malam. Gerimis sempat turun sekejap kala mereka terjerat keheningan dalam mobil sepanjang malam. Cuaca dingin setelah hujan dan jalanan masih basah dan licin.

Kim Ga On menepikan kendaraan dalam jarak beberapa ratus meter dari rumah So Hyun.

"Keluar," ia berkata pada So Hyun. Datar, tanpa emosi.

"Tapi Ga On ... "

"Aku bilang keluar," ulang Kim Ga On.

Akhirnya So Hyun memilih keluar meskipun hatinya sangat sedih dan bertanya-tanya. Termangu di trotoar, di bawah pendar lampu jalan, untuk terakhir kali tatapannya bertemu dengan sepasang mata Kim Ga On.
Pemuda itu menurunkan kaca mobil dan mengucapkan beberapa patah kata lagi,

"Bahkan jika itu tidak berlangsung lama, aku tahu kau benar-benar mencintaiku. Namun, kau harus merasakan sakit ketika kehilangan seseorang yang kau cintai. Karena itu, aku akan memutuskan hubungan denganmu. Begitulah caraku menghukummu. Jadi, jangan mencoba untuk bertemu aku lagi. Dan aku menyesal dalam hatiku, untuk udara yang kita bagi bersama. Senyuman dan tawa, meskipun itu adalah sebuah kepalsuan."

Rentetan kata menyakitkan itu berakhir disusul kaca mobil yang naik perlahan, menelan seluruhnya bayangan wajah Kim Ga On.

"Selamat tinggal .... "

Dia pun menderu cepat, meninggalkan So Hyun yang terkesiap. Butiran gerimis menyayat wajah, angin mengubah rambutnya menjadi helaian kusut yang menggelepar. Kedua kakinya terasa tidak menapak di tanah, sementara hati dan pikirannya melayang tak tentu arah, menolak pahitnya kenyataan, dan keseluruhan tragedi yang terjadi selama ini.

"Ga On.... " Suaranya tersedak di tenggorokan, tidak sampai padanya. Dia ingin mengejar pemuda itu, tapi ia tahu tak ada gunanya berlari dan memanggilnya. Kekasihnya tidak akan kembali, dia tidak akan berbalik, ataupun peduli lagi. Bahkan sejak awal mungkin Kim Ga On tak pernah menjadi miliknya. Jadi ia bertahan tetap diam, menahan gemuruh badai dalam jiwa yang hanya menyisakan kesunyian yang menakutkan setelahnya.

*****

Cinta adalah perasaan yang sangat aneh. Perasaan indah dan juga buruk, terasa pada saat bersamaan.

Alih-alih pulang ke rumah dan mengistirahatkan fisik dan pikiran, Kim Ga On langsung datang ke bar kecil yang terletak di pinggir kota. Dia memilih tempat itu secara acak, menginginkan satu dunia asing di mana tak ada seorang pun akan mengenalnya.

Dia berpikir siapa pun yang telah mengalami hal yang sama dengannya dan menginginkan ketenangan akan berada di tempat seperti ini daripada tempat nongkrong yang lebih populer. Hal terakhir yang ingin ia lakukan adalah melupakan masalah dan merokok sampai sesak. Dia juga membutuhkan sedikit anggur untuk membantunya lebih santai.

Duduk di kursi bar dengan siku bertumpu pada meja, Kim Ga On menikmati suasana sewaktu merasakan badai besar mereda dalam dirinya, menyisakan ketenangan yang sunyi. Ibarat memenangkan sebuah perang ataupun misi balas dendam ia merasakan kedamaian, namun anehnya, ia merasa hampa. Sepertinya ia tidak akan tidur sepanjang sisa malam ini.

Pagi pukul delapan, Kim Ga On masih mengemudi di jalanan kota yang mulai ramai. Akhirnya ia memutuskan untuk pulang. Dia membelokkan mobilnya memasuki halaman rumah. Sinar matahari menerobos dedaunan di sekitarnya saat hari kian terang. Matanya yang lelah berkedip-kedip cepat. Ia menahan napas mendapati seseorang berdiri menunggunya di halaman. Seorang pria berpakaian hitam dengan mantel panjang yang cocok dengan auranya.

Kang Yo Han.

Dia mematikan mesin dan turun ke halaman berumput. Tidak berharap seseorang yang meresahkan ada di rumahnya dan memergokinya pulang pagi dalam keadaan setengah mabuk. Tidak siapa pun. Terlebih lagi sosok hitam yang menjulang, menatapnya penuh rasa curiga.

"Kau?"

Jelas bukan sapaan ramah seorang tuan rumah pada tamunya. Tetapi Kim Ga On tidak peduli. Dia menghampiri pria itu, yang masih berdiri tegak, meneliti gerak geriknya.

"Mengapa kau di sini?" tanya Kim Ga On, suaranya serak dan berat.

"Kau tahu mengapa."

Sekarang keheningan dan sikap seriusnya masuk akal. Dia nyaris tidak mencegah dirinya dari mengintimidasi tuan rumah. Detak jantung Kim Ga On meningkat, dan ia bisa melihat dengan cukup baik bagaimana auranya yang dingin itu serasa mengancam.

Kim Ga On menjadi lemas. Sepasang kakinya seakan kehabisan energi. Dia ingin tetap diam, tetapi tidak ada gunanya. Terlepas dari upaya terbaiknya menyembunyikan kecemasan, suaranya gemetar karena gugup.
"Apa ini masih tentang Profesor Min Jungho?"

Kang Yo Han menatapnya, bibirnya nyaris membentuk senyuman. Gelengan kepalanya membuat Kim Ga On sesaat merasa lega.
"Tidak." Suaranya tidak lebih dari sebuah desahan.
"Kita akan membahas hal lain."

"Sepenting apakah itu hingga kau tiba-tiba datang pagi hari, mengawasi halaman rumahku seperti seorang penguntit?" Kim Ga On tidak menyadari betapa cemasnya ia hingga menanyakan alasan dengan cukup kasar. Sesungguhnya, kegelisahannya bukan hanya tentang kejahatan yang diam-diam ia lakukan, melainkan lebih pada bagaimana cara pria itu menatapnya. Dia selalu memberikan efek gugup padanya dengan cara yang sangat elegan.

"Ah, sepertinya aku membuatmu tidak nyaman."

"Tidak, bukan begitu maksudku." Kim Ga On berkedip, mengumpulkan puing-puing pengendalian diri. Dia harus tenang, tidak boleh membiarkan petugas ini mencurigainya.

"Kalau begitu, bisa kita bicara di dalam? Pagi ini cukup dingin."

Kim Ga On mengangguk. Tidak mungkin selamanya mereka berdiri di halaman.

"Silakan masuk." Dia berjalan lebih dulu dengan Kang Yo Han di belakangnya.

"Sejujurnya, terlalu pagi untuk bertamu, terlebih tanpa kabar terlebih dulu." Kim Ga On mendorong pintu, melangkah masuk tertatih-tatih.

Dia yakin pria di belakangnya mengintai cukup dekat untuk mendengarkan kata-katanya barusan, tetapi dia tidak mengungkapkan apa pun sebagai tanggapan. Sedikit pusing karena efek minuman dan kurang tidur, Kim Ga On duduk di sofa disusul Kang Yo Han yang mengambil tempat di hadapannya.

Dalam sekali pandang, mata Kang Yo Han menyapu ruangan. Ada sesuatu yang kurang dalam ruangan itu dibandingkan dengan terakhir kali ia berkunjung kemari.

"Tidak ada bunga lily," celetuknya, tanpa maksud apa pun.

Kim Ga On menatapnya aneh. "Aku sudah membuangnya. Itu tidak lagi diperlukan."

"Itu diperlukan untuk mempercantik ruangan."

"Kali ini tidak bunga lily. Aku akan menggantinya dengan mawar."

Kang Yo Han mengangkat alis dan tersenyum sekilas.

"Katakan apa yang bisa kubantu," Kim Ga On berkata lagi pada si tamu.

"Tidak ada. Aku hanya ingin memeriksa keadaanmu."

"Alasan yang sederhana, tapi terdengar ganjil. Seorang petugas handal dan sibuk menghajar kriminal tiba-tiba menyempatkan waktu melihat keadaanku. Seorang pemuda biasa."

"Kau bukan pemuda biasa," sahut Kang Yo Han, menjalin jemari di atas pahanya dan tampak sangat tenang. Jauh berbeda dengan sang tuan rumah.

"Apa yang unik dari diriku?" Kim Ga On menaikkan kewaspadaan.

"Entahlah. Aku merasa kau jauh di luar dugaan siapa pun."

"Apa itu tuduhan?"

"Tidak. Ini naluri."

Mereka bertatapan, dan Kim Ga On membuang wajah dengan segera.

"Aku tidak paham arah pembicaraanmu."

"Singkatnya, kau membuatku penasaran."

"Tentang apa?"

Kang Yo Han mengangkat bahu. "Entahlah. Sorot matamu, seringaimu, semuanya seolah menutupi sesuatu. Tapi jangan khawatir, aku hanya ingin lebih dekat denganmu sebagai seorang teman alih-alih sebagai petugas polisi dan kriminal."

"Aku bukan kriminal." Kim Ga On menautkan alis disusul tawa datar.
"Astaga, aku tak percaya ini. Kau membuatku bingung."

"Tidak ada yang mengatakan kau seorang kriminal," Kang Yo Han menegaskan.
"Aku menawarkan hubungan pertemanan. Petugas polisi dan kriminal tidak bisa berteman, bukan?"

"Kau benar." Kim Ga On menghela napas. Ada kelegaan di wajahnya.

Mereka saling diam dalam kekakuan untuk beberapa lama. Hingga Kim Ga On merasa perlu untuk melakukan sesuatu. Dia bangkit dari sofa dan berkata, "Aku akan membuatkanmu kopi. Tunggu sebentar."

Kim Ga On beranjak dari depan tamunya. Tentu saja tidak langsung menuju dapur. Apa yang ingin dilakukan semua orang pada pagi hari adalah menyegarkan diri. Jadi dia pergi ke kamar mandi, mencuci muka dan menyikat gigi. Semua dilakukannya nyaris tanpa sadar karena pikirannya dijejali beragam pertanyaan. Mengapa Kang Yo Han tiba-tiba berkunjung kemari? Oke, mungkin karena pada kunjungan sebelumnya ia menyambut ramah. Namun kali ini berbeda. Kang Yo Han menatapnya penuh pertanyaan, dan ia tak yakin mampu dan ingin memberikan jawaban. Setelah merasa lebih segar dan kejernihan otaknya kembali, ia melesat ke dapur.

Waktu untuk membuat kopi tidak sampai lima menit. Kim Ga On menyiapkan dua cangkir latte yang manis dan ringan di pagi yang mulai hangat. Ketika membawa dua cangkir ke ruang tamu, ia melihat bahwa Kang Yo Han tengah mengamati rak pajang dan juga menarik lacinya.

"Apa yang kau lakukan?" ia bertanya kaku.

"Mencari sesuatu. Rak pajang ini terlihat terlalu polos. Mungkin kau sungguh tidak ingin memajang fotomu atau semacamnya."

Kim Ga On mengawasi gerakan pria itu dengan lebih waspada sementara ia meletakkan cangkir kopi perlahan-lahan di atas meja.

"Mengapa hal-hal sepele itu tiba-tiba menarik dirimu?"

Kang Yo Han memutar tubuh, menyandarkan pinggangnya pada rak kayu. "Sejujurnya aku mencari sesuatu."

"Apa?" Kim Ga On memiringkan wajah.

"Foto dirimu dengan gadis itu."

Membosankan. Kim Ga On nyaris menghempaskan tubuhnya ke sofa dan merengut, sama sekali tidak berniat menyembunyikan suasana hatinya yang seketika menjadi buruk.

"Kami sudah putus."

"Benarkah?" Kang Yo Han melebarkan mata, hal-hal sedikit mengejutkan akhir-akhir ini.
"Ini terlalu mendadak. Kau tahu kekasihmu baru saja mengalami peristiwa yang menakutkan. Bahkan tidak sampai satu hari, dan kau sudah meninggalkannya?"

Kim Ga On tidak memberikan tanggapan, membiarkan pria itu terus berspekulasi.

"Kalian masih berpelukan semalam. Upss, mungkin selama ini instingku tepat. Aku selalu merasakan bahwa kau tidak sungguh-sungguh mencintai kekasihmu."

"Mantan kekasih," Kim Ga On meralat. "Dan tolong, jangan bahas ini lagi. Kami sudah memiliki masalah sebelum insiden penculikan terjadi."

Kang Yo Han mengangguk-angguk, kemudian bergerak kembali ke sofa dan meraih cangkir kopinya.
Keheningan yang berat menggantung di antara mereka. Sesekali Kang Yo Han meliriknya, menimbang-nimbang apa yang akan dia katakan lebih dulu. Namun setiap kali tatapan mereka bertemu, beberapa pertanyaan tenggelam kembali ke dasar jurang hatinya yang gelap dan dalam.

Beberapa orang mungkin mengatakan dia lari dari kewajiban sebagai petugas karena ia tidak ingin menghadapinya, tetapi kebenaran terkadang tidak seperti apa yang terlihat. Dia punya alasan untuk tetap bertahan dalam kebenaran versi orang-orang, dan terkadang, itu adalah pilihan terburuk.

Kang Yo Han memikirkan ulang banyak hal dan peristiwa yang terjadi, kemudian sampai pada kesimpulan yang mengejutkan.

"Apa yang kau pikirkan?" usik Kim Ga On, melihat sorot mata Kang Yo Han terpaku begitu dalam.

Pria itu menggeleng, lagi-lagi menampilkan senyuman yang ambigu.

"Tidak ada," jawabnya sambil meletakkan cangkir kopi.

Dia memutuskan untuk tetap diam.

*****

To be continued
Please vote



Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro