CHAPTER 04
Kang Yo Han tinggal di satu unit apartemen Seoul Town House yang berlokasi di Yongsan-gu. Dia mengemudi dari kantor menuju rumah saat matahari telah terbenam. Ada banyak file yang harus ia urus dan beberapa kasus butuh penanganan mendadak serta gerak cepat. Tidak jarang ia pulang lebih malam lagi. Terkadang dia ingin -- seperti orang lain yang ia amati sepanjang jalan pulang -- mengemudi bersama keluarga, memasukkan belanjaan yang menumpuk di bagasi, mengantri es krim di mobil box penjual eskrim taman kota. Sungguh menyenangkan melihat kehidupan yang lebih santai dan bahagia.
Kang Yo Han tinggal seorang diri dalam unit apartemen dengan dua kamar tidur, satu ruang tamu, satu ruangan duduk yang cukup luas menyatu dengan ruang makan, dan dapur. Keluarganya sudah meninggal beberapa tahun lalu. Tak ada orang terdekat yang bisa ia ajak untuk menemaninya selain beberapa orang sepupu jauh. Tapi bagaimanapun, ia mencintai hidupnya yang sekarang, kesibukannya, kesendiriannya yang damai. Ia membuang jauh rasa kesepian dan mengisi waktu luang dengan bermain biliard atau mengisi teka teki silang. Dalam beberapa kesempatan, kadang ia mengajak K untuk nongkrong dan minum-minum di bar yang selalu ia sebut sebagai momen kebebasan.
Dia telah melewati jalan raya utama, dua kali belokan lagi ia akan segera tiba di kawasan tempatnya tinggal. Matahari sudah tenggelam sempurna dengan bercak kemerahan menggenang di langit timur. Berlawanan arah, jauh di barat, melewati puncak pohon yang diterpa angin dan lebih banyak atap, di luar jalan raya dan jalur perumahan, apartemen Seoul Town House menjulang megah dan tenang, di sini di awal musim hujan, di sekitar kota yang gemerlap, awan menggulung menutupi jejak terakhir matahari.
Lima belas menit kemudian, Kang Yo Han memarkir mobilnya di area parkir khusus penghuni dengan keamanan cctv yang ketat. Di lobi, penjaga keamanan mengangguk dan tersenyum padanya.
"Maaf tentang ini," kata Kang Yo Han, suaranya sangat tenang.
"Maaf tentang apa?" balas penjaga keamanan.
"Membuatmu bosan dengan tersenyum dan mengangguk setiap pukul enam."
Penjaga keamanan tertawa, "Aku bisa menjadikannya rutinitas yang menyenangkan."
Kang Yo Han mengangguk dan melambai sebelum berjalan menuju lift.
"Itu bagus untukmu," ia bergumam sebelum pergi. "Setidaknya masih ada yang jauh lebih bosan darimu."
✨✨✨
09.00 PM
Bel pintu apartemennya berbunyi pada saat Kang Yo Han baru selesai mandi dan duduk menikmati kopi dekat jendela, memandangi keindahan kota di bawah sana, Seoul yang gemerlap dan lautan cahaya spektakuler.
"Hai.." Seraut wajah cantik mengintip dari balik pintu yang dibuka sedikit oleh sang pemilik. Kang Yo Han menghela nafas pendek.
"Si Young, kau rupanya."
Yang datang adalah seorang gadis cantik berusia dua puluh lima atau lebih sedikit. Dengan kemeja santai, jeans dan mantel panjang berwarna krem. Dia Kang Si Young, sepupunya dari pihak ayah yang sesekali mengunjunginya.
"Aku kebetulan lewat." Si Young berkata sambil melangkah masuk. Dia membawa satu kotak makanan di tangannya.
"Aku baru saja makan malam dengan beberapa teman. Kemudian aku teringat bahwa aku sudah lama tidak menemui atau bertanya kabarmu. Jadi, aku membelikanmu makan malam."
"Sepertinya sudah terlambat untuk makan malam, tapi terima kasih." Kang Yo Han memberikan seulas senyum pada sepupunya yang cantik.
"Kau sudah makan?" Si Young meletakkan kotak makanan berisi masakan Korea dan seporsi dimsum. Dia mengeluarkan kotak itu dari kantong plastik, membuka dan menyajikannya di meja makan.
"Sebenarnya belum." Kang Yo Han mengakui bahwa ia terkadang melupakan makan. Dia bergabung bersama Si Young di meja makan.
"Kau makan saja. Aku akan membuat kopi." Si Young bergerak menuju dapur.
Hingga satu jam berikutnya, Kang Yo Han bicara banyak hal dengan sepupunya selama acara makan. Karena Si Young sudah makan malam, ia hanya menemani dengan menikmati secangkir kopi. Pada saat itu ponsel Kang Yo Han berdering. Dia melihat bahwa si pemanggil adalah K.
"Hallo? Kenapa kau menelepon pada jam seperti ini?" Kang Yo Han melihat jam dinding yang sudah menunjukkan pukul sepuluh malam. Memiringkan kepala dengan ekspresi waspada, ia siap menerima kabar buruk dari berbagai tempat. Dia mendengar beberapa patah kata dari K dan nampak terkejut.
"Oh sial, sekarang kau di mana?"
"Di rumah Yoon So Hyun, pak."
"Oke, amankan TKP. Jangan biarkan siapa pun masuk. Aku akan datang."
Kang Yo Han memasukkan ponsel ke dalam saku setelah mengakhiri panggilan dan segera menyambar mantelnya.
"Ada apa?" tanya Si Young, masih belum bergeser dari meja makan.
"Ini darurat, aku harus pergi sekarang."
"Pada jam begini? Kemana?"
"Aku akan memberitahumu nanti. Habiskan kopimu. Dan ya, kau menginap saja di sini. Aku mungkin akan pulang terlambat, jangan menungguku."
Si Young memandanginya dengan wajah cemberut.
Ketika Kang Yo Han tiba di lokasi, ia melihat sudah ada satu unit mobil polisi terparkir di halaman rumah. K berdiri di samping mobil dan memberinya sikap hormat.
"Apa yang sudah kalian dapatkan?" Kang Yo Han turun dari mobil dan membanting pintunya. Beriringan dengan K, keduanya melangkah masuk ke dalam rumah.
"Dia memberitahu kami tentang noda darah di dinding," jawab K.
"Kau sudah memotret semua area?"
K mengangguk.
"Tidak ada yang terlewat?"
"Tidak, Pak."
Tiba di tempat yang ditunjukkan, Kang Yo Han membungkuk mengamati noda darah yang masih nampak baru di salah satu dinding ruang makan.
"Panggil forensik," ia berkata pada K.
Salah satu opsir yang datang bersama K menyahut cepat, "Mereka sudah di sini. Setelah korban mengatakan perihal noda darah, kami langsung memanggil seorang petugas."
"Bagus. Mana dia?"
Seorang petugas forensik, pria berkemeja putih datang bergabung tak lama kemudian.
"Selamat malam, Pak."
Kang Yo Han mengangguk pada pria itu.
"Sesuai dengan keterangan korban, penyerang itu mengenakan sarung tangan. Jadi tidak ada kemungkinan untuk ditemukannya sidik jari pelaku," petugas forensik berkata.
"Jadi satu-satunya bukti yang kita miliki adalah noda darah ini," komentar Kang Yo Han, tatapannya masih melekat ke dinding.
"Aku akan periksa." Petugas forensik melangkah maju dan mengambil setitik darah untuk diperiksa.
Membiarkan petugas melakukan pekerjaannya, Kang Yo Han kini beralih pada So Hyun. Dia duduk di ruang tamu menghadapi gadis itu. Tubuhnya masih gemetaran dan jejak ketakutan di wajahnya belum pergi.
"So Hyun, apa lagi yang bisa kau ceritakan tentang si penyerang yang mencoba membunuhmu?"
"Aku tidak melihat wajahnya. Tapi tubuhnya tinggi dan tegap. Dia mengenakan jaket atau mungkin sesuatu yang lain." So Hyun terlihat mengingat-ingat.
"Professor itu? Apa kau bisa mengenalinya dalam ruangan yang cukup gelap? Mengingat pesan teks dan kejadian hari itu, aku merasa ada yang terhubung di suatu tempat. Bagaimana menurutmu?"
So Hyun menatap Kang Yo Han dengan raut wajah bingung.
"Maksudmu, profesor Min yang menyerangku? Tapi kenapa?"
"Aku tidak tahu.." Kang Yo Han menanggapi dengan tenang.
"Aku merasa begitu karena kau mengatakan pria itu tinggi dan tegap. Bagaimana dengan tinggi badannya?"
So Hyun mengalihkan pandangannya ke lantai, semakin kebingungan.
"Tinggi..?" gumamnya pelan.
Saat itu satu ketukan di pintu mengusik percakapan mereka. K berdiri paling dekat dengan pintu dan ia segera membukanya.
Yang datang adalah Kim Ga On. Raut wajahnya nampak kikuk dan penuh dengan rasa bersalah. Tatapan curiga dari tiga petugas polisi yang berada dalam satu ruangan yang sama membuatnya semakin canggung. Ga On berdiri beberapa langkah dari K, tidak berani untuk duduk di bawah tatapan Kang Yo Han yang tajam.
"Apakah tinggi tubuhnya hampir mirip dengan pria ini?" Kang Yo Han bertanya lagi pada So Hyun setelah selesai memandangi Ga On.
"Ya, dia kira-kira setinggi Ga On."
Kang Yo Han menatap sepasang kekasih itu bergantian.
"Siapa dia?" tanyanya pada So Hyun.
Gadis itu melirik Ga On, sedikit cemas.
"Dia Kim Ga On. Kekasihku."
Kang Yo Han mengerutkan kening. "Jadi kau menghubunginya ketika kau terkunci di dalam ruangan?"
Lagi, So Hyun melirik Ga On, khawatir bahwa ia tanpa sadar menyeret kekasihnya terlibat kasus penyerangan ini. Dengan penuh keraguan, ia menjawab jujur.
"Ya, pak. Tapi ponselnya tidak aktif."
Kang Yo Han menoleh pada Ga On, "Kenapa bisa begitu? Kau mematikan ponselmu?"
"Aku tidak mematikannya," Ga On menyahut gugup. "Baterainya kehabisan daya. Sepertinya ponselku mati saat aku bersamanya sebelum pukul sembilan."
Alasan yang terdengar ganjil, meskipun terkadang itu benar.
"Mengapa kau tidak mengisi daya di rumah?"
"Aku mengisinya, tetapi lupa untuk menyalakannya."
"Lalu bagaimana kau bisa datang ke sini sekarang?"
Kim Ga On melirik pada So Hyun, suaranya masih gugup saat mengatakan alasannya.
"Aku menyalakan ponselku kemudian aku melihat panggilan yang tak terjawab. Karena itu aku memanggilnya kembali."
Masuk akal. Kang Yo Han mengangguk-angguk. Dia masih meneliti wajah dan ekspresi pemuda itu hingga ia melihat sepotong kecil plester di kening sebelah kiri Ga On, terhalang oleh poninya.
"Kenapa dengan kepalamu?" Ia mencecar.
Ga On menyentuh keningnya secara reflek. "Aku menabrak pintu di rumahku, karena terburu-buru pergi."
"Kapan itu terjadi?"
"Beberapa waktu lalu sewaktu aku tahu So Hyun diserang malam ini."
"Benarkah?" Kang Yo Han menoleh pada So Hyun.
"Kapan terakhir kali kau melihat luka di kepalanya?"
"Baru saat ini," So Hyun menjawab sambil sesekali berpandangan dengan Ga On.
"Hmm, baiklah. Kau mengatakan pada petugas bahwa kau memukul kepala penyerang, bukan?"
"Ya. Aku sempat memukulnya sebelum berlari ke ruangan depan."
Kang Yo Han menatap Ga On lagi, datar, tidak ada ekspresi kecurigaan di sana tetapi Kim Ga On merasakannya. Pemuda itu tersenyum kecil. "Kau mencoba mengatakan bahwa aku adalah si penyerang dan mencoba membunuh So Hyun?"
Kang Yo Han tidak segera bereaksi, hanya menatap senyuman pemuda itu. Meski nampak gugup, senyumnya masih cukup manis dan menarik.
"Ada cukup alasan bagi kami untuk mencurigaimu. Bahkan jika perlu aku bisa meminta surat penangkapan terhadapmu berdasarkan bukti ini."
"Pak, tolong hentikan ini!" Tiba-tiba So Hyun menyela, entah dari mana ia mendapatkan keberaniannya kembali.
Kang Yo Han dan Ga On menatap gadis itu secara bersamaan.
"Tidak masuk akal untuk mencurigai Ga On, kami berdua saling mencintai. Bahkan pertunangan kami sudah ditentukan. Kenapa orang seperti dia akan menyerangku? Pelaku sebenarnya akan kabur saat kau membuang-buang waktumu dengan Ga On. Mohon mengertilah."
Oh, jadi ia mengusik kisah cinta mereka. Kang Yo Han tersenyum singkat dan memberikan isyarat pada So Hyun dengan tangan.
"Oke. Tenanglah.. Kita bicara hal lain sekarang. Penyerang itu menerobos masuk ke dalam rumah ini dengan motif untuk membunuhmu atau bisa juga menculikmu. Kau punya musuh seperti itu? Atau, sebelumnya ada peristiwa aneh terjadi denganmu?"
Pertanyaan serius itu menggantung dalam ruangan hening untuk beberapa saat selama So Hyun mencoba menemukan jawabannya.
"Tidak, Pak. Tapi--" gadis itu bersuara, ragu-ragu.
"Itu bisa apa saja. Kau bisa memberitahuku bahkan jika itu bukan masalah besar. Ayo ceritakan tentang itu." Kang Yo Han mencoba menyemangati gadis itu.
"Sebuah insiden terjadi di sebuah toko pakaian sekitar dua bulan lalu yang melibatkan Ga On dan aku. Tapi itu--"
"So Hyun.." Kim Ga On menegur perlahan. "Itu sudah berakhir."
"Jangan bicara!" Kang Yo Han segera berpaling padanya dengan alis bertaut. "Jika kau akan memutuskan semuanya. Lalu untuk apa kami di sini?"
Kim Ga On menelan liur, membalas tatapan tajam pria itu dengan nyali mengkerut.
"Kau tidak perlu bicara sepatah kata pun sampai aku menanyakan sesuatu padamu," lanjut Kang Yo Han dengan nada lebih datar.
"Kau mengerti?"
Ga On mengangguk gugup, "Ya Pak, maafkan aku."
"Oke sekarang ceritakan tentang kejadian itu. Ceritakan semuanya tanpa ada yang ditutupi."
Kim Ga On dan So Hyun saling berpandangan, dalam keheningan memutuskan siapa yang akan bercerita terlebih dulu.
✨✨✨
To be continued
Please vote ❤️
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro