𝘒𝘭𝘢𝘯𝘥𝘦𝘴𝘵𝘪𝘯
Klandestin
Pair : Itadori Yuuji x Reader
Warning : OOC, typo, alur tak sesuai anime/manganya
Jujutsu Kaisen © Gege Akutami
Plot by Lemonara
.
.
.
Klandestin
(n.) rahasia; secara diam-diam
.
.
.
Karena dunia berputar hanya untukmu
Karena dunia hanya berjalan untukmu
Dan karena semua ini adalah tentangmu
Kamu
Kamu
Kamu
Tentangmu
Bukan aku
Apalagi kita
.
.
.
Reader POV
.
.
.
Senyummu itu hangat bagai mentari. Senyummu itu cerah. Mengawali pagi dengan seulas senyum hangat milikmu, mungkin akan menjadi impian terbesarku.
Tapi, mungkinkah itu?
"Oi Fushiguro, kau bilang ini jeli?!"
"Aku tak bilang itu jeli. Aku bilang itu adalah slime,"
"Wleek! Apaan ini?!"
"Itu bukan untuk dimakan, Itadori,"
Tingkahmu itu konyol. Tingkahmu itu aneh.
Tapi, mengapa bisa diriku terpikat olehmu?
Hei, jawab aku.
━
"Kau kenal Itadori?"
Aku memiringkan kepalaku. Bingung.
Hei, siapa yang tak mengenalnya?
"Aku tahu kok. Dia ... anak kelas satu yang pindah itu kan?"
"Ahahah, begitulah. Dia lucu ya,"
Aku tersenyum tipis.
Iya, dia lucu. Tapi, bisakah kau ganti topik? Ini menyesakkan. Rasanya, aku semakin ditampar oleh kenyataan. Setiap menit serta detik. Bahwa jarak di antara kami begitu lebar.
Layaknya jurang curam, tak ada jembatan yang menghubungkan di antara kami.
Hanya ada aku, yang mengaguminya.
Hanya ada aku, yang menyukainya.
Dan hanya ada aku, yang mencintainya.
Secara diam-diam.
━
Melihatmu berusaha keras itu, membuatku termotivasi. Hebat.
"Yosh, ayo kita berusaha lagi!"
"Hanya kau saja,"
Kalau tak salah, lelaki itu namanya Fushiguro kan?
"Meh, Itadori baka~"
"Hah?! Kok tiba-tiba mengejekku sih?!"
Siapa perempuan itu? Ah ... kalau tak salah, namanya Kugisaki ya? Kugisaki-san, sepertinya aku iri padamu.
Tak seperti diriku, kau bisa terus berada di sisinya. Walau sebagai rekan, itu sudah cukup bagiku.
—namun, bukankah menjadi kenalannya saja cukup mustahil?
━
Hei, berhentilah. Kumohon. Berhentilah berlarian dikepalaku, sialan!
"(Lastname)-san, kau terlihat banyak pikiran, ada apa?"
Teman sebangkuku bertanya. Mengulas senyum tipis, aku menoleh.
"Hanya tentang ujian,"
"Wah! Iya, sebentar lagi ya! Aku belum belajar~"
Aku bersandar pada punggung kursi. Menghela napas berat, aku mengangguk.
"Benar sekali. Aku juga belum belajar. Mau belajar bersama?"
Gadis itu menggeleng. Memegang kedua sisi pipi, wajahnya merah merona. Tunggu— apa-apaan wajahnya itu?
"T-tidak. Aku ada kencan dengan pacarku,"
"Hah? Yang benar saja, kencan dalam waktu sekarang ini? Ujian sudah dekat,"
"Tak apa hehe. Kami akan belajar bersama,"
Aku mengangguk malas. Meraih tas, aku beranjak dari dudukku.
"Terserahmu saja. Aku pergi,"
"Eh? Ah! Hati-hati di jalan (Lastname)-san!"
━
Rasanya, kota Tokyo tak pernah sepi. Tak pernah sunyi. Ribuan manusia berlalu-lalang. Kendaraan pun tak kalah banyak, dengan puluhan gedung pencakar langit.
Populasi berdengung. Di tengah ribuan manusia, aku melihatmu. Berjalan dengan canda tawa. Senyum manis tak pernah lepas dari parasmu. Memanggil namamu adalah keinginanku.
Bisakah aku menjadikannya nyata?
Tangan terangkat. Rahang terbuka tanpa suara. Lidah kelu tak bisa berkata. Langkah terhenti dengan tangan di udara. Bahkan, memanggil namamu pun aku tak bisa.
Aku tak bisa memanggil namamu.
Apa ... mencintaimu dalam diam adalah hal terbaik yang bisa kulakukan?
━
Kali pertama berjumpa, adalah saat aku melihatmu. Jatuh dari atas pohon sebab memanjat guna mencuri buah mangga. Pfft— apa-apaan itu? Konyol sekali bukan?
Aku menghampirimu. Mengulurkan tangan. Bertanya apa kau baik-baik saja. Kau mengangguk dengan senyum lebar. Padahal, kau baru saja jatuh.
Bagaimana bisa kau tersenyum sebegitu lebarnya?
Aku jatuh ke dalam jurang keputusasaan. Begitu gelap, dingin, sepi. Mengerikan. Niat awalku tuk meninggalkan dunia ini sirna kala melihat senyummu. Selalu, seperti itu.
Namun, memilikimu adalah hal yang tak akan pernah bisa aku lakukan. Kau tahu? Kita adalah cermin dari sisi yang berbeda. Kau terang, layaknya sinar mentari pagi. Sedangkan aku? Aku yang seperti ini tak pantas bersanding sengan dirimu.
Itadori Yuuji.
━
Rahasia terbesarku ada satu.
Aku, selalu mengamatimu. Aku, selalu mengawasimu. Aku, selalu memperhatikanmu. Dan aku selalu mencintaimu.
Ah, ini menjijikkan. Ini mengerikan. Aku merasa diriku adalah stalker mengerikan dalam sebuah novel.
Dan semuanya, kulakukan secara diam-diam. Mungkin, hanya aku dan Dewa saja yang tahu.
—namun rupanya, opiniku salah.
"Siapa kamu?"
Aku bertanya pada sosok itu. Hei, dia manusia atau tiang listrik sih? Berapa tingginya itu? Seratus sembilan puluh senti kah? Sialan, aku merasa menjadi kurcaci.
Sosok yang mengenakan pakaian serba hitam itu tersenyum. Kedua tangannya berada di dalam saku. Penutup mata ia gunakan, dengan surai putih melawan gravitasi.
"Aku? Hmm, siapa ya~"
Memasang kuda-kuda, aku bersiap. Jaga-jaga jika Pak Tua ini melakukan sesuatu yang buruk.
"Hei, jangan seperti itu. Aku hanya ingin berbicara,"
"Untuk apa aku mendengarkan orang asing sepertimu?"
Pria itu mengulas senyum. Oh sialan, apa-apaan senyum misterius itu?!
"Ini tentang Yuuji,"
"?!"
Mencoba bersikap natural, aku berdeham.
"Apa maksudmu? Apa hubungannya denganku?"
"Hei hei, jangan seperti itu~ aku tahu kau selalu mengawasinya. Kalau kau menyukainya, mengapa tak kau nyatakan saja sih?"
Pria itu tersenyum seraya bergerak dengan gaya anehnya.
"Kan ini masa muda, ya masa muda~ melihatmu mencintainya secara diam-diam itu membuatku sedih loh~ Yuuji juga belum punya pacar kok!"
Menaikkan sebelah alis, aku bingung serta terkejut. Tentu. Bagaimana bisa dia tahu?
"Apa maksudmu Pak Tua?!"
Pria itu berdiri tegap. Mendekat, ia menaruh tangan di dinding atasku. Astaga, apa-apaan kabedon ini?!
"Oi, l—"
"Aku tahu kau menyukainya. Jangan terlalu memendam perasaan seperti ini. Tak baik loh~ tapi ya, kalau kau melalukan hal lebih dari itu, mungkin aku akan turun tangan,"
"..."
Pria itu kini melepas kabedonnya. Memasukkan kedua tangan ke dalam saku, ia berjalan menjauh.
"Siapa sebenarnya dirimu?!"
Menoleh, pria itu menghentikan langkahnya.
"Aku?"
"..."
"Aku adalah senseinya. Gojou Satoru,"
—mungkin, opiniku salah. Pria yang mengaku sebagai guru Itadori, mengetahui rahasiaku.
━
Hari sabtu, mungkin aku akan pergi ke cafe terdekat. Tentu saja untuk belajar meski rasa malasku mendominasi. Tapi, tak boleh begini. Aku tak bisa terus memikirkannya. Setidaknya, dengan belajar aku bisa mengalihkan pikiranku.
Masuk ke dalam cafe. Kubeli secangkir coklat hangat serta cemilan tuk teman belajar. Membuka buku, ribuan huruf serta rumus membuat mataku terasa sakit. Mengalihkan pandangan ke jendela, ribuan manusia yang tengah berlalu-lalang terlihat.
Hei, mengapa tugas itu harus ada sih? Mengapa ujian harus ada? Cih, kalau saja tak ada materi menyusahkan ini, mungkin nilaiku bisa lebih ba—
"Permisi, ini pesanan anda,"
Seorang pelayan menaruh nampan berisi pesananku. Aku tersenyum tipis dan mengangguk sebagai jawaban.
"Terima kasih,"
Pelayan tersebut berlalu. Kepulan asap terlihat. Aku meniupnya. Memegang cangkir, kurasakan tanganku menghangat.
"Belajar sendiri ya. Terasa kosong dan membosankan,"
Aku berujar pelan.
"Hei, kau (Lastname) kan?! Yang waktu itu membantuku! Terima kasih loh! Oh, kau sedang belajar? Boleh, aku belajar denganmu?"
Ah sialan. Maaf tugas, aku tak jadi menyumpahimu. Setidaknya karenamu, aku bisa selangkah lebih dekat dengannya.
Mengulas senyum tipis, aku menunduk seraya menaruh cangkirku.
"Boleh,"
Ya. Selangkah lebih dekat dengannya. Dengan matahariku. Dengan cintaku. Dengan duniaku.
━
Mengawasimu dari kejauhan sudah lebih dari cukup bagiku
Dan hei,
aku mencintaimu
Itadori Yuuji
6 November 2020
©2020 Lemo_Ra
-end
Note :
Pilih open ending atau saya bikin tambahan? Apa aja yang bikin kalian bingung? Nanti saya jelasin kalau yang minta bikin tambahan peminatnya banyak.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro