✧. halaman kelima
━━━━━━━━━━━━━━━━━
𝐉𝐚𝐧𝐮𝐚𝐫𝐲 𝟐𝟎𝟎𝟔
Senyum merekah dikala panggilan masuk. Ditatapnya nama pada gawai ponsel. Rona merah tercipta, bersamaan dengan uap yang keluar dari mulut.
Akan aneh bila (Name) menemui Ran tepat pada malam tahun baru—ditambah dia harus menemani Seiya dan keluarganya. Diputuskanlah dia akan berkencan dengan Ran awal Januari.
Meski tahu ini adalah sesuatu yang tidak benar, (Name) tidak memiliki keinginan untuk mundur. Rasa bersalah kerap muncul, walau pada akhirnya selalu mengendur. Meski tubuhnya sakit, rasa manis selalu mengganti.
Disaat kekasihnya melempar senyum manis.
"Hei."
Seorang pria menatapnya. Rambut kepang dua yang diikat rendah, serta senyum hangat menyapa. Syal abu-abu menjadi kesukaan, mengingat warnanya sama dengan permata sang puan. Jaket tebal menutupi tubuh bagian atasnya.
Ketika mereka bertemu pandang, tangan dengan otomatis terbuka lebar. Memberikan sambutan hangat pada wanita yang direngkuh.
Mereka menjalin hubungan.
Hubungan yang tidak semestinya.
(Name) merasa salah, namun juga senang disaat bersmaan. Ran adalah orang yang dicintainya—walau wanita ini tahu tidak bisa memberikan tubuhnya.
Ran sendiri tidak keberatan dengan hubungan ini. Meski dalam hati berharap (Name) akan bercerai dengan Seiya. Suami gila yang kerap kali melayangkan tangan pada tubuhnya.
"Nee-san tidak pakai syal?"
Pandangan beralih pada leher yang terbuka. Helaian rambut legam menutupi, namun dingin menelusup lewat celah kecil. Terlihat jelas bibirnya agak pucat—udara sangat dingin awal tahun ini.
"Hehe, aku lupa," sahut (Name). Kekehannya sangat manis, memberikan rasa hangat yang menjalar.
"Dasar."
Meski begitu, Ran mulai melepas syalnya. Ia menggelengkan kepalanya tak habis pikir, kemudian memakaikan syal abu pada leher kekasihnya.
Aliran darah mengalir dengan cepat menuju wajah. Mengalahkan pucatnya kulit dengan merah merona. Napas tanpa sengaja tertahan dikala wajah Ran mendekat.
"... aku baru tahu kamu suka warna abu-abu."
Memilih mengalihkan pembicaraan, (Name) mengambil syal Ran sebagai topik.
Senyum tak pernah pudar dari insan muda ini.
"Mengingatkanku akan dirimu."
Kekehan terdengar. (Name) merasa Ran semakin lama semakin pandai dalam menggoda.
"Sudah! Kau keterlaluan. Masa menggodaku melulu?"
Ran menghela napas lalu mengulurkan tangan. Meminta (Name) untuk menyambutnya dengan genggaman hangat.
"Kita sudah resmi pacaran ini."
Benar.
Ini sudah cukup. Ran bisa berusaha secara perlahan untuk merebut (Name). Membuat wanita ini sepenuhnya milik Ran.
Dia hanya perlu menunggu. Sebentar lagi, pasti akan berhasil.
"Ayo jalan."
•••
Butiran uap air terjatuh pada puncak kepala. Memberikan rasa dingin dengan udara yang menusuk. Dia berjalan, meninggalkan jejak pada setiap langkah yang dia ambil.
Hidung disembunyikan dibalik syal. Diam-diam merona, mencium aroma tubuh Ran yang begitu khas. Merasa sedikit mesum, namun memang pada kenyataannya ini memabukkan.
Ditatapnya gelang yang melingkari kulit putih. Itu hanyalah gelang sederhana, tidak mewah. Namun memiliki seribu makna. Ada berbagai rasa, serta sejuta harapan.
Agar mereka bisa bersama.
"Ran sangat lucu ya."
Dia terkekeh.
Langkah berhenti di depan gerbang. Menyembunyikan tangan. Menatap ragu akan iblis berfigur manusia yang menanti dibalik sana.
•••
Pintu kamar dibuka. Menimbulkan suara derit, yang disusul langkah kaki. Di dalam terlihat cukup gelap. Tirai ditutup, dan lilin telah padam. Hanya ada cahaya dari lampu tidur di sebelah kasur.
Ditatapnya pria yang tengah duduk dibibir ranjang dengan pakaian asal—bagian atas bajunya berantakan, menampakan bagian dada.
"Ah ... Sei. Kau belum tidur?"
Seiya tersenyum. Menatap wanita yang perlahan mendekat. Menaruh jaket serta syal di atas gantungan.
"Tidak bisa tidur. Kau habis darimana?"
Tersentak.
Tubuh membeku sesaat. Dirasakan darah seolah berhenti mengalir.
"Aku ... jalan-jalan."
Berbalik, menatap sang suami dengan senyum khas.
Seiya mendekat. Selangkah demi selangkah. Mengikis jarak dengan senyum pada wajah.
"Bersama dengan Haitani Ran?"
Pupil membesar. Rasa takut menjalar.
"Bagaimana kau bisa ... "
Kekehan terdengar saat Seiya berdiri di hadapannya.
"Apa kau tidak merasa aneh, hm? Berkencan dengannya dibelakangku. Dan tidak ada hambatan," senyum sinis terukir. "Aku sudah tahu semuanya dari awal, (Name)."
Diri merasa hancur. Ada sesuatu yang retak dalam hati. Kemudian, rasa takut menyelimuti. Dimana pria ini kemudian mengelus pipi.
"S-sei ... aku bisa jelaskan—"
"Mengapa kau mengkhianatiku, (Name)?"
Wajahnya merana. Terlihat begitu terluka.
"Apa cintaku tidaklah cukup?"
Nyatanya, Seiya tidak pernah memberikan cinta yang tulus.
"Sei—"
"Ah sial. Apa kau akan sama menyebalkannya dengan adikmu itu? Atau apa aku harus membunuh Haitani agar kau kembali?"
Tangan bergetar.
(Name) terlalu takut untuk membalas.
"HAHAHAH, (NAME)! SETELAH APA YANG KUBERIKAN, BEGINI CARAMU MEMBALASKU? DENGAN SEBUAH PENGKHIANATAN?!"
"S-sei ... "
Otot melemas. Tungkai kaki dirasa lemah tatkala lutut menubruk lantai. Menimbulkan suara yang membuat ngilu.
Sebuah tangan berada di atas kepala. Mencengkramnya dengan begitu kuat, serta merasa geli saat helai menyelip pada sela jari.
Senyum sinis terukir.
"(Name) ... mengapa mengkhianatiku?"
"Sei ... aku mohon ... sakit ... "
Rambut ditarik ke atas. Membuatnya berhadapan pada iblis yang sesungguhnya.
"AKU AKAN MEMBUNUHNYA!! AKU AKAN MEMBUNUH HAITANI!! DIA MEREBUTMU, (NAME)! DIA MENGAMBILMU DARI SISIKU!"
Diri merasa muak.
Merasa lelah dengan hidup yang penuh penderitaan.
Sudah cukup bagi (Name) bertahan selama ini. Ia jijik, dengan pria di hadapannya. Merasa menyesal sudah mengambil keputusan untuk menikah.
Gigi bergemeletuk. Sang wanita mengerutkan keningnya.
"JANGAN MEMBUNUHNYA!! JANGAN MEMBUNUH RAN!! JIKA KAU MAU, BUNUH SAJA AKU! JANGAN DIA!"
Seiya terdiam sesaat. Merasa terkejut melihat (Name) yang balik membentaknya. Juga melawannya.
Kesal.
Kesal.
Kesal.
Wajahnya memerah, dikuasai amarah. Tangan kemudian terangkat, meninggalkan jejak merah pada pipi.
"MENGAPA KAU MEMBENTAKKU?! PASTI KARENA DIA! APA KAU MENCINTAINYA?!"
"IYA, AKU MENCINTAINYA!"
Gelap menyelimuti. Senyum tak lagi terukir.
Sebuah kegilaan telah kembali.
Seiya terdiam sejenak.
"Jangan memikirkan orang lain saat sedang bersamaku ... (Name)."
Malam yang panjang.
Hanya diisi dengan teriakkan. Meninggalkan mimpi buruk pada mendengar. Menanamkan teror pada saksi. Serta penyesalan tanpa henti.
Darah mengalir, namun pandangan tertuju pada tangan. Menatap gelang yang bersemayam.
Tersenyum, memikirkan kenangan manis yang berujung semu.
"Nee-san akan menemanimu ... Kei."
Adalah satu dari sekian kalimat yang tersangkut dalam hati.
"Aku minta maaf, Ran."
Satu kalimat, disusul tertutupnya kelopak.
Bunga telah membusuk, dan matahari kini terbenam. Menyisakan bau besi, sementara pelaku hanya terdiam.
Bahkan sampai akhir, Seiya bukanlah orang yang ada dalam benaknya.
Mungkin sejak awal (Name) tidak seharusnya menghampiri Ran. Tidak berdiri di sebelahnya. Tidak bertanya apakah pemandangannya indah. Tidak bertanya siapakah namanya.
Jika (Name) tahu akhirnya akan seperti ini, dia tidak akan menaruh hati pada Ran.
Namun terlambat.
Sang surai hitam telah terlanjur jatuh hati. Dia terlanjur mencintai Ran.
Hingga dia rela menukar keamanan sang terkasih dengan nyawanya.
•••
24 Juli 2021
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro