Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

6

"Suna, kamu suka aku ya?"

Suna melotot. Sampai-sampai bola matanya terlihat seperti mau keluar. Hmmm... Mungkin aku salah pertanyaan ya.

"Maksudku, kamu suka sama [fullname] ya?"

"Hah?" kali ini Suna nampak kebingungan.

Sementara itu, aku masih tetap berdiam tanpa sedikit pun mengalihkan pandangan dari kedua matanya. Suna tersadar dari keterkejutannya. Kemudian, ia menghela napas. Dan siapa sangka, ia malah menyentil dahiku.

"Mana mungkin," ucapnya, lalu kemudian bergerak menjauh sambil mendorong troli.

Aku masih diam ditempat sambil mengelus dahi. Sakit sih tidak, kesal iya. Tapi syukurlah Suna tidak memiliki rasa pada [fullname]. Kalau memang iya, aku akan merasa bersalah. Kalau sampai ia menyimpan rasa pada [name] aku harus berkata apa. Mana mungkin aku bilang ke dia kalau [name] yang asli entah pergi kemana. Suna pasti akan merasa sangat sedih.

"Ayo bergerak! Ada beberapa frozen food yang harus diambil dengan tangan pendekmu itu."

"Maaf saja ya, kalo tangaku pendek."

"Nggak mau dimaafin."

"Sialan!"

"Cepat bergerak!"

Dengan langkah dongkol aku berjalan menghampiri Suna yang terus berjalan pelan mendorong troli. Suna menyebalkan. Walau begitu, aku justru ingin semakin akrab dengannya.

Aneh?

Memang. Tapi hal yang aneh, bukannya akan menjadi hal yang menarik.

*

Weekend telah tiba. Dan yeay... Aku tidak bahagia. Hari ini panas, sangat panas malah. Maklum, sudah masuk musim panas. Dari keempat musim, kenapa aku harus bereinkarnasi di musim panas. Satu hal lagi yang membuatku tak bahagia, aku tak punya rencana dan orang untuk diajak keluar. Biasanya, kalau weekend begini, aku akan pergi menonton film atau mulai menjajal berbagai street food dengan teman atau keluarga. Ah... Aku jadi rindu kehidupan lamaku.

Akhirnya sampai juga di minimarket. Kenapa jarak mini market harus sejauh ini. Kenapa juga mini marketnya tidak buka di sebelah rumahku saja. Dengan lemas, aku mendorong pintu mini market. Senyum ramah kasir langsung menyapa. Dengan lemah, aku membalasnya.

"Kamu baik-baik saja?" tanya bibi kasir yang sepertinya sudah berkepala tiga.

Aku mengibas-ngibaskan tangan sambil tersenyum kecil, "baik bi. Cuma hari ini terlalu panas saja."

"Ah... Hari ini memang panasnya tidak kira-kira."

"Hum... Benar. Kenapa ya, musim panas harus panas."

"Kalo dingin, namanya musim dingin."

"Ah bibi pintar ya!"

Si bibi hanya tertawa ringan mendengarnya. Melihat orang lain tertawa karena ucapanku rasanya membahagiakan.

"Wah, Benar-benar stalker."

"Eh kamu kan fansku!"

Kebetulan macam apa ini. Apa tuhan sengaja menciptakan kebetulan ini agar aku bisa lebih akrab dengan mereka di minggu yang panas ini. Tapi, maaf tuhan. Setelah mendengar kalimat yang mereka ucapkan. Aku jadi tidak nafsu mengakrabkan diri dengan mereka. Tidak hari ini, lain kali saja. Jadi tolong berikan kesempatan yang sama di lain waktu. Saat dimana mulut si kembar ini bisa terkontrol lebih baik. Maaf kalau aku banyak meminta, namanya juga manusia.

"Tsumu, hati-hati. Sepertinya kamu punya stalker yang mengerikan," ucap Osamu sambil berjalan melewatiku.

"Memang ya, aku ini keren sampai-sampai punya stalker."

"Bego, itu bukan hal yang patut di banggakan."

"Samu, kamu iri ya."

"Nggak tuh!"

"Bilang aja iya." Atsumu bergerak menghampiri ku, "halo fans."

"Aku bukan fansmu, bangsat!"

"Kamu ini perempuan, harus lebih berhati-hati dalam berkata."

Kami bertiga dan bibi penjaga kasir langsung menoleh pada pemuda yang baru saja masuk kedalam mini market.

"Halo... Shin-kun, lama tak berjumpa ya," sapa bibi kasir. Wah, Kita terkenal juga ternyata.

"Selamat siang bibi, hari ini masuk shift siang?" balasnya sambil tersenyum ramah.

"Ah iya."

Mata Kita bergulir padaku. "Lainkali, berhati-hatilah dalam berucap," nasihat yang di ulang. Dia pikir aku tak mendengar apa. Aku hanya mengangguk kecil. Bukan berarti mengiyakan. Karena aku tidak jamin mulut ini bisa berhenti berkata kasar. Gimana ya. Kan kalau kesal itu memang enaknya berkata kasar.

Kita lalu berjalan mendekat pada si kembar yang masih berada ditempat yang sama. "Osamu, dia tidak sedang menguntit. Dia memang tinggal di sekitar sini. Siapa tahu dia perlu membeli sesuatu disini. Dan lagi, dia datang lebih dulu sebelum kita. Jadi sangat mustahil dia menguntit Atsumu," ucap Kita.

Mampus kau, Osamu.

"Dan Atsumu, jangan sembarangan menyebut orang fans mu. Bisa jadi mereka bukan. Yang lebih buruk mungkin mereka hatersmu."

Mampus kau, Astumu.

Rasanya ingin ketawa sekencang-kencangnya sampai seluruh makhluk diberbagai dimensi mendengarnya. Si kembar masih sibuk di ceramahi Kita. Karena sudah puas melihat mereka di semprot siraman kalbu. Aku pun bergegas menuntaskan misi.

Yup, misi membeli es krim. Hari ini panas, makan es krim akan jadi sangat mantap.

Mendadak aku dilema. Mau rasa apa ya. Strawberi memang enak, tapi vanila juga terlihat menarik. Apa aku beli dua-duanya saja.  Tapi kan, terlalu banyak memakan es krim dapat menyebabkan... Ah aku tak tahu menyebabkan apa, yang jelas sesuatu yang di konsumsi secara berlebih itu tak baik.

"Hmm... Yang mana ya. Tuhan, beri aku petunjuk."

"Wah.. Ketemu lagi."

Tak perlu menoleh. Aku tahu suara siapa ini. Dia si Miya kuning.

"Sedang apa?"

"Mau beli daging sapi."

"Kalo beli daging sapi di sebelah sana. Disini khusus untuk menyimpan es krim."

"Ya beli es krim dong!" Terpaksa aku menghadap padanya. Gila, dari dekat Atsumu memang ganteng. Wajar banyak yang jatuh hati padanya. Permasalahannya cuma satu, senyumnya menyebalkan. "Kalo nggak ada perlu pergi aja sana hush... Hush..."

"Aku juga mau beli es krim." Pandangannya bergulir pada es krim yang berjejer di dalam pendingin. "Kamu juga ambil. Aku traktir, sebagai permohonan maaf untuk tadi."

"Serius kamu mau traktir aku?" Atsumu kerasukan apa ini.

"Iya."

"Nggak ada udang di balik batu kan?"

Atsumu menggeleng. "Pilih saja sesukamu."

Aku kembali dilema memilih dua varian es krim. Alasan ku untuk hanya memilih satu pun bertambah. Ini traktiran, aku harus tahu diri.

"Kenapa?"

Aku menatap Atsumu yang masih senyum. Hm... Atsumu, kenapa kamu selalu tersenyum. "Aku bingung memilih."

"Ambil dua-duanya saja."

"Aku nggak enak sama kamu."

"Jangan sungkan."

"Tapi makan terlalu banyak es krim kan tidak baik."

"Dua itu tidak banyak. Kalo banyak itu sepuluh keatas."

Eh, teori dari mana itu. Tapi sudahlah, aku pakai saja teori itu. "Oke, aku ambil dua!"

"Oke!"

Lantas, kami pun berjalan menuju kasir. Disana ada Osamu dan Kita yang tengah membawa keranjang berisikan berbagai macam cemilan dan soft drink.

"Sini," Atsumu mengambil kedua es krimku, kemudian menaruhnya diatas meja kasir. Dia lalu menepuk pelan bahu kembarannya. Senyum lebar kembali ia pamerkan, "tolong ya, adik ku."

"Bangsat!"

"Osamu!"

"Maaf Kita-san. Entah kenapa kembaranku selalu minta di maki."

Pantas saja dia sampai memperbolehkanku mengambil dua es krim. Ternyata yang membayar malah Osamu.

Tak ingin terjadi keributan, Osamu pun menurut. Setelah uruaan bayar membayar selesai kami pun keluar dari mini market secara berbarengan.

Dan siapa sangka pandanganku dan Osamu akan saling bertemu. Tak berlangsung lama. Beberapa detik kemudian, Osamu langsung mengalihkan pandangan kearah lain. Manusia yang satu ini punya masalah apa ya. Sudahlah abaikan. Yang penting dia tidak membuatku emosi.

"Oh ya, kalian sedang main di rumah Kita-senpai?" Tebakku.

"Yup!" Jawab Atsumu sembari memakan es krimnya. Ah benar, cuacanya sangat panas, es krim bisa meleleh dengan cepat. Aku juga harus segera memakannya. "Kami berencana membuat barbekyu di rumah kita-san."

"Oh... Team bonding ya?"

"Yup!" Lagi-lagi Atsumu yang membalas.

Team bonding. Berarti semua anggota klub voli ada disana. Wah ini kesempatan yang bagus untuk menyusup dan mengakrabkan diri dengan mereka. Masalahnya adalah, bagaimana aku mendapat izin agar bisa ikut—

"[Surname], tidak ada kesibukankan?"

Aku menggeleng.

"Bagaimana kalau ikut bersama kami?"

Tak perlu susah payah berpikir rupanya. Terimamasih Kita Shinsuke, kamu memang yang terbaik.

*

Katanya, nenek Kita sedang liburan di rumah anaknya, bibinya Kita senpai. Jadi karena di rumah tidak orang kegiatan team bonding pun boleh diadakan disini.

Ada Matsumoto, Suna, Ginjima, Aran, Oimimi, Akagi, Kosaku dan yang lainnya. Mereka nampak tak keberatan dengan kehadiranku. Bahkan Osamu pun tak menunjukkan raut tidak. Ia cenderung datar seperti biasanya. Sementara Atsumu berkali-kali mencoba mengakrabkan diri denganku dengan memulai obrolan yang random. Atsumu mudah diajak berbicara, walau kadang mulutnya menyebalkan. Sepertinya aku akan cepat akrab dengan Miya kuning ini. Sedangkan Suna entah kenapa bersikap seolah tidak mengenalku. Namun sesekali ku pergoki dia tengah mencuri padang kearahku. Mungkin dia tidak ingin dikira akrab denganku, makannya bersikap begitu.

"[Surname], bisa tolong ambilkan piring didalam? Di dalam juga ada Kita kok," ucap Matsumoto sambil tersenyum ramah.

"Baik senpai!" Aku langsung bergegas melenggang kedalam rumah. Benar, di dapur ada Kita yang entah sedang apa. "Kita-senpai! Aku disuruh mengambil piring."

"Oh." Tangannya dengan cekatan memberikan beberapa piring padaku. "Cukup?" Tanyanya.

"Hm... Kurasa cukup." Tadinya aku mau langsung pergi. Tapi karena mendengar bunyi benda jatuh yang lumayan keras. Aku memilih untuk tetap di dapur. "Sebenarnya senpai sedang mencari apa?"

Kita Shinsuke memungut beberapa barang yang ia jatuhkan. "Aku mencari penjepit."

"Bukannya sudah ada."

"Tambahan."

Begitu rupanya. "Izinkan aku membantu."

"Tidak perlu."

"Oh, yasudah," aku berjalan beberapa langkah kemudian kembali berbalik, "yakin tidak perlu bantuan?"

"Iya."

Kita Shinsuke adalah cowok mandiri. Tentunya dia ingin segala sesuatu terselesaikan tanpa merepotkan orang lain. Berada di dapur terlalu lama hanya membuat tanganku pegal karena membawa piring-piring ini.

"Sini."

Dalam sekejap setengah piring-piringku telah berpindah ke tangan orang lain.

"Hey! Ini tugasku tahu," sungutku. Aku mencium gelagat mencurigakan. Dia pasti ingin mengambil alih tugasku dan mengatakan kalau aku tak mau bekerja. Wah, licik sekali. Dasar rubah jantan.

"Aku tahu."

"Kalo gitu, kembalikan!"

"Kamu kelihatan nggak kuat."

"Aku kuat!"

"Cukup diam, dan biarkan aku membantu."

"Membantu? Yang benar saja. Kamu cuma mau menjebakku, kan?!"

"Menjebak?"

"Iya, kamu mau membuat citra ku buruk di depan yang lainnya. Iya kan?!"

Lelaki itu menghela napas lelah. Sebelah tangannya di gunakan mengusap tengkuk.

Sialan, dia bisa membawa piring-piring itu hanya dengan satu tangan. Padahal dengan dua tangan saja masih terasa berat.

"Aku tak ada niatan untuk menjelekkanmu. Percaya deh."

"Kenapa harus percaya. Selama ini kamu kan emang nggak suka sama aku."

Ia berdecak pelan. "Sebelumnya maaf. Aku sempat salah paham denganmu. Kita-san sudah menjelaskan kalau kamu bukan fans Atsumu. Jadi... Maaf."

Terkejut, aku bahkan bingung harus berkata apa.

"Dan... Aku juga minta maaf karena sudah menuduh mu sebagai stalker."

Aku masih terkejut.

"Sebagai permintaan maaf, aku ingin membantu mu."

Tunggu, ada yang tidak beres.

"Tidak masalahkan?"

"Hey, hey, hey Miya Osamu, dari dulu kan aku sudah bilang kalau aku bukan fansnya saudaramu, tapi kamu nggak percaya. Dan giliran Kita-senpai yang ngomong, kamu langsung percaya," kesal juga jadinya.

"Itu karena Kita-san lebih terpercaya."

"Ma-maksudmu, aku tidak dapat di percaya?!"

Osamu mengedikkan bahu singkat. "Aku tidak mempercayaimu karena kita tidak dekat. Kita bahkan baru bertemu kemarin."

Ah, benar juga. Aku bukanlah siapa-siapa untuk Osamu. Kami hanya orang asing. Wajar kalau dia menaruh curiga dan tak mempercayaiku. Walau tahu faktanya, aku tetap merasa sakit hati dan kesal.

"Osa —Miya Osamu," panggilanku mampu memebuat Osamu yang sudah melangkah kembali berhenti. "Mari menjadi lebih dekat."

Osamu yang kaget langsung menoleh padaku.

"Ayo jadi lebih dekat, agar kamu bisa percaya dan tidak curiga lagi denganku."

Tebece

Terimakasih banyak sudah vote, comment, dan memberikan semangat, aku terharu :")

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro