Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

30

"Jadi kau memanggil kami hanya untuk ini?"

"Astaga, waktu berhargaku terbuang sia-sia."

"Bukan 'hanya,' ini masalah serius tahu!"

"Maaf, aku tidak bisa melihat dimana letak seriusnya."

"Aku satu suara dengan Samu."

"Argh... Kalian ini temanku bukan sih?!"

Si kembar saling bertukar tatap, kemudian mengedikkan bahu.

Ah menyebalkan. Ini memang salah ku curhat kepada mereka. Andai saja, saat ini Ran sudah kembali ke Tokyo. Aku tidak perlu memanggil dua kembar sok sibuk ini kemari.

Tidak membuahkan hasil. Justru membuat kepala ku pening.

"Hey, bukannya itu Bagus?" tanya Atsumu.

"Apanya?!"

"Kau bilang sepertinya Kita-san menyukaimu. Bukankah itu Bagus?" senyum jahil terpatri di wajah Atsumu. Ugh, rasanya aku ingin memukul wajahnya.

"Kenapa aku harus senang?"

"Bukannya dari dulu kau menyukai kita-san."

Rupanya hanya aku yang kaget dengan kalimat retoris Atsumu. Si abu nampak santai sambil mengunyah roti melon yang ia beli dari kantin rumah sakit.

"Atsumu, bagaimana kau bisa berasumsi begitu?" tanyaku, agak kesal.

"Kalau itu sudah jelas. Waktu masih SMA, kau berusaha terlalu keras agar bisa dekat dengan anak-anak di klub kami. Lalu aku berpikir, kira-kira apa alasanmu berusaha sekeras itu. Dan yang terlintas di kepalaku hanya satu kemungkinan. Kau menyukai salah satu dari kami."

Aku ingin marah. Tapi perkataan Atsumu ada benarnya. Siapapun yang melihat tindakanku pasti akan berasumsi begitu.

"Dan diantara kami semua, kandidat yang paling memungkinkan adalah... Kita-san!"

"Kenapa?" tanya Osamu, tenang seperti biasanya.

"Aku dan Samu jelas tidak mungkin. [Name]-chan, terlihat tidak suka saat dikatai fans ku. [Name]-chan juga kelihatan kesal pada mu karena kau sangat menyebalkan."

"Ah masuk akal." Osamu mengangguk sambil memejamkan mata. Tangan kanan memegang ujung dagu. "Suna?"

Entah kenapa ada perasaan aneh yang muncul tatkala bibir Osamu mengucapkan nama tersebut.

Jari telunjuk Atsumu bergerak ke kiri dan kanan di hadapan wajah kembarannya yang berwajah tenang.

"Tentunya Suna juga tidak mungkin. karena mereka berdua selalu bertengkar."

Bener, kami sering bertengkar. Meributkan hal konyol nan sepele. Sangat menyebalkan. Namun aneh nya, aku justru merindukan hal tersebut.

"Lalu bagaimana dengan aran-san, akagi-san, Ren-san --"

"Stop!" teriak ku. "Kalian berdua makin tidak jelas."

"Hanya Samu yang tidak jelas. Opiniku jelas dan berdasar," ujar Atsumu, bangga. "Sudah [Name]-chan, akui saja kalau kau menyukai Kita-san."

Aku meraup wajah kasar. Kalau saja kondisi ku sudah fit sepenuhnya. Sudah ku lempar si kuning kedalam wajan berisi minyak goreng yang panas. Atsumu goreng, terdengar menarik.

Jari telunjuk memberikan tanda agar Atsumu mendekatkan dirinya padaku. Masih dengan senyum menyebalkan, ia menurut begitu saja.

"Bukan begitu bodoh!"

"Rest in peace telinga Tsumu."

Atsumu mengumpat sambil memegangi telinga. Teriakan ku memang tidak ada tandingannya. Muka Atsumu terlihat nelangsa, tapi ia memang pantas mendapatkannya.

"Apa tidak terlalu terburu-buru?"

Atensiku bergulir kearah Osamu. Pandangannya masih terpaku pada si kuning. Melihat wajah Osamu yang tenang dari samping memberikan kesenangan tersendiri untukku. Dulu, aku hanya bisa melihatnya dari layar atau lembaran kertas. Sulit dipercaya. Tapi begini adanya.

"Hanya karena Kita-san menggodamu dengan kata-kata seperti itu, kau langsung berasumsi begitu. Bukannya itu terlalu terburu-buru."

"Iya juga--"

"Dan, aku tidak yakin tipe wanita kita-san itu dirimu."

Senyum terpatri di wajahku. "Hmm... Osamu-kun, maksudmu apa ya?"

"Lupakan. Intinya kau tidak boleh gegabah dalam menyimpulkan sesuatu."

Aku menghela napas. Menyandarkan tubuh pada bangku taman. Ini hari yang Indah dengan langit biru cerah berhias awan putih menyerupai kapas. Ku pikir, keluar ke taman rumah sakit akan membuat pikiranku sedikit lebih tenang. Nyatanya tidak.

Sejak perkataan Shin waktu itu. Aku sulit berfikir kalau dia hanya sedang bergurau. Ia bukan tipikal orang seperti itu.

"[Name]-chan, kalau pun Kita-san memang menyukai mu. Terima saja. Kau tahu, kita-san itu si tuan sempurna. Kau tidak akan menyesal menerimanya."

"Tsumu," tegur si abu.

Aku menyenderkan kepala di bahu Osamu. Pemilik bahu tak menyuarakan protes. Namun aku merasakan sepasang manik abu tengah menatap kesal.

"Bukan begitu, Atsumu. Aku memang menyukai Shin. Tapi bukan dalam artian romantis. Aku menyukainya sebagai teman, juga keluarga."

"Aku turut prihatin dengan Kita-san," ujar Atsumu dengan nada bicara yang dibuat-buat.

"Mau bagaimana lagi, perasaan seseorang memang tidak bisa dipaksakan," sahut Osamu.

"Lalu aku harus bagaimana?"

"Kan sudah kubilang, kau jangan dulu mengambil keputusan."

"Kau benar. Aku tidak boleh terlalu percaya diri."

"Aku berharap Kita-san tidak benar-benar menyukaimu."

Dalam diam, aku mengaminkan permintaan Osamu.

*

Malam dan sambungan telepon dari Shin. Selama dirawat dirumah sakit, hal itu sudah jadi rutinitas. Rasanya sangat menyenangkan menghabiskan waktu dengan bercakap dengannya. Selalu saja ada hal yang bisa dibahas. Dari hal penting sampai yang remeh.

Namun, dua hari terakhir terasa berat. Mulutku tak selancar biasanya dalam berkata. Ada gusar yang terus membayang tiap kali ponsel berdering.

Aku tidak ingin hubungan kami canggung. Tapi justru aku yang membuatnya jadi canggung.

Padahal, seperti kata Osamu, belum tentu Shin benar-benar menyukaiku.

Perkataan Osamu kemungkinan besar benar. Lihatlah, Shin, pria mapan dengan etiket yang luhur dan disayangi semua orang. Sedangkan diriku. Em... Ya seperti ini. Tidak ada yang spesial.

Intinya. Jangan terlalu pede. Sadarkan dirimu [Name]!

Drt... drt...

Getaran dari ponsel sialan. Hampir saja aku terjungkal karena kaget. Aku tidak menengok kearah layar untuk memastikan siapa yang menelepon. Karena aku sudah tahu siapa pelakunya.

Sebelum mengangkat panggilan, aku melakukan ritual kecil. Menguatkan hati, dan meyakinkan diri kalau Shin tidak menyukaiku. Berulang kali aku melakukannya, hingga benar-benar siap. Dan ketika aku sudah siap...

"Halo?"

"Halo, aku tidak mengganggu?"

Aku menggeleng, bodohnya. "Tidak kok."

"Syukurlah. Bagaimana kondisimu?"

"Hmm... Makin membaik. Dokter bilang, lusa aku sudah boleh pulang le rumah."

"Benarkah?"

"Ya."

"Maaf belum sempat menengokmu."

"Tidak apa-apa, aku tahu senpai sibuk kok. Oh ya, bagaimana kabar nenek? "

"Nenek baik. Dia sudah tertidur. Sepertinya dia kelelahan karena habis menghadiri acara di panti jompo."

"Wah... Pasti menyenangkan."

"Sepertinya."

"..."

"..."

Canggung. Ugh... Bagaimana ini. Apa yang biasa ku lakukan saat berbicara dengannya. Ayok cari topik, putar otakmu [Name]. Topik apapun itu, ayo cari!

"[Name]?"

"Eh ya?!"

Kekehan pelan terdengar dari seberang. Sangat halus dan lembut.

"Aku ingin lihat ekspresi kagetmu."

"I-iya hehehe..." checkmate, aku tidak bisa berfikir positif lagi. Rasanya jadi sungkan berbicara saat ini.  "Anu... Senpai, ku akhiri sampai sini ya. Aku sudah mengantuk soalnya hehehe..."

"[Name], aku merasa kau sedang menghindariku." Ada jeda sejenak, sebelum ia mengatakan itu.

Lagi, aku dibuat tidak berkutik. Shin terlalu peka untuk menjadi cowok.

"Tidak kok!" sanggahku sedikit terlambat.

Helaan napas menggelitik telinga. Aku sudah tidak tahu harus berkata apa lagi.

"[Name]... Apa mungkin kau menyadari perasaanku?"

Saran dari osamu adalah berbohong. Tapi lidahku seakan kelu. Aku bukan manusia suci yang mengharamkan berbohong. Tapi entah apa alasannya, kali ini aku tidak bisa berdamai dengan hal itu.

"Aku anggap diam mu sebagai iya," ucapnya setelah hening lumayan lama. "Kalau sudah begini, aku pertegas saja."

Ya tuhan, kenapa jadi begini.

"[Name], aku menyukaimu. Bukan sebagai teman atau keluarga. Tapi sebagai seorang perempuan."

Tebece

Harusnya, aku up kemarin.
Tapi dikarenakan kondisi kurang fit, baru aku up sekarang

Maaf ya...

Anyway, stay health and save guys 💖💖💖

8 Agustus 2021

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro