25
Dengan dalih untuk menghibur, Atsumu mengajak ku berkeliling Tokyo. Mengunjungi tempat yang menurutnya menarik. Dan entah kenapa kami malah berakhir mengunjungi Tsukiji market.
Sejujurnya, aku sedang tidak dalam mood baik untuk berpergian. Tapi aku menghargai niatan baik tersebut dengan tidak menolaknya.
Outfit ku hari ini sederhana. Hanya celana jeans dan hoodie putih oversized. Memang niat awalnya aku tidak ingin pergi keluar.
Outfit Atsumu hampir sama denganku, hanya saja Hoodienya berwarna hitam. Tidak lupa ia memakan topi dan masker. Mengingat Atsumu cukup terkenal, penyamaran demi melindungi kenyamanan memang diperlukan.
Tapi kalau dilihat-lihat, Atsumu jadi mirip idol korea.
"Eh, kenapa kau melihat ku terus? Suka?" ada seringai jahil di wajah Atsumu.
"Percaya diri boleh, tapi terlalu percaya diri itu tidak baik," cibirku. "Aku hanya berpikir kau hmm... lumayan tampan."
Senyum Atsumu makin melebar. Aku tahu, seharusnya aku tidak memujinya. Dan aku menyesal telah melakukan itu. Maafkan aku tuhan.
"Tapi Osamu lebih tampan sih," dalihku.
Raut wajah Atsumu langsung berubah masam. "Mana bisa begitu, wajah kami itu sama!"
"Ada yang namanya aura. Dan hal tersebut yang membuat kalian berbeda."
Acuh, Atsumu kembali memakan Yamacho Tamagoyaki, salah satu kuliner khas di tempat ini. Telur dadar tersebut lah yang menjadi alasan kami melipir ke pasar ini. Antriannya lumayan panjang, tapi syukur lah rasanya sepadan.
Aku sudah lebih dulu menghabiskan Tamagoyaki. Sengaja aku makan dengan cepat agar Atsumu tidak mengambil jatah ku.
"Kau mau kemana lagi?" tanya Atsumu dengan mulut penuh. Dan setelahya, dia langsung tersedak.
Dengan cekatan, aku langsung menepuk-nepuk punggung setter MSBY tersebut.
Dan akhirnya, Atsumu berhenti tersedak. Bukannya berterimakasih, dia malah melotot pada ku. Ya tuhan, salah hamba apa.
"Kau mau membunuhku ya?!"
"Hey, aku ini membantumu tahu. Apa ini yang disebut air susu dibalas air tuba. Tahu begitu, aku tidak usah menepuk-nepuk punggungmu saja."
"Kau sebut yang tadi itu menepuk?!"
"Iya, kenapa memangnya hah?"
"Yang tadi itu namanya penganiayaan," Teriak Atsumu. Ia lalu meringis sambil memegangi punggungnya. "Akh, rasanya sakit sekali. Ayah dan ibuku saja tidak pernah memperlakukan seperti ini."
"Tapi, kata Osamu kau pernah hampir ditenggalamkan oleh ayahmu."
"Jangan mengada-ada!"
Menghela napas. Aku sedang tidak dalam mood yang baik untuk bertengkar. "Kalau begitu aku minta maaf, aku tidak sadar kalau itu menyakitimu."
Lantas, tanganku bergerak mengelus punggung Atsumu. Wow, punggung seorang atlet pro memang luar biasa.
"[Name]-chan, apa yang kau lakukan?" Atsumu melangkah sedikit menjauh. Wajahnya terlihat terkejut.
"Bukannya kalau ada bagian yang sakit, harus dielus-elus ya."
"Oh begitu, aku kira kau bernapsu denganku."
Plak...
"[Name]-chan, sakit!"
*
Setelah berkeliling Tsukiji market selama hampir satu jam, kami pun berakhir di taman Hamarikyu. Hanya perlu waktu sekitar tujuh menit untuk menuju tempat ini.
Hamarikyu sangat luas. Wajar saja, Atsumu bilang, tempat ini dulunya merupakan area yang digunakan sebagai rumah para shogun. Kesan tradisional pun terasa pekat.
Angin sejuk berkolaborasi dengan musik yang dihasilkan daun yang saling bergesek karena hembusan angin sukses membuatku terkantuk. Kalau saja, Atsumu tidak menjentikkan jari tepat didepan wajahku, saat ini, kedua mataku pasti sudah terpejam.
"Kau sudah lelah? Ingin pulang sekarang?" tanyanya.
"Belum, aku masih ingin disini." Beranjak dari duduk, aku kembali berjalan. Ibu pernah bilang, cara ampuh mengusir kantuk adalah dengan bergerak.
Atsumu menyamakan langkah denganku. "Anginnya membuatku mengantuk juga. Kalau kau mau tidur, tidur saja. Sepuluh menit kemudian akan ku bangunkan," tawarnya.
"Tidak. Sudah berkunjung ke tempat indah seperti ini malah tidur, sayang sekali. Lagipula, aku tidak percaya kau."
"Hey, begini-begini aku anak baik lho."
Melihat reaksi Atsumu membuatku tertawa kecil. Padahal aku tidak serius mengatakan hal tadi. Kesal, Atsumu berdecak lalu mempercepat langkahnya.
Merasa bersalah, aku pun mengejarnya. Tidak mau mengalah, Atsumu semakin meningkatkan kecepatannya. Hal tersebut berlaku untuk ku. Dan akhirnya, kami malah berakhir dengan bermain kejar-kejaran.
Kekanak-kanakan, tapi seru juga. Kapan terakhir kali aku melakukan ini. Rasanya begitu bebas, seolah beban ku menghilang begitu saja.
Kalau saja, stamina ku sekuat Atsumu, aku yakin kami masih akan melakukan hal ini sampai malam tiba. Sayang, napas ku sudah habis. Aku kalah, dan Atsumu pemenangnya.
Atsumu sempat berhanti sejenak untuk menoleh padaku sebelum ia kembali berlari.
Lari saja terus sana, lari sampai ke ujung dunia. Aku sudah tidak kuat. Alhasi, aku pun duduk disalah satu bangku taman. Mataku menatap ke tempat Atsumu berdiri tadi. Dia sudah tidak ada disana, entah kemana perginya.
Apa jangan-jangan dia mau meninggalkan ku?
Ah tidak masalah, aku kan tahu jalan pulang. Nanti kalau bertemu dengannya lagi tinggal aku tarik saja jambannya sekuat tenaga. Semoga saja ada kesempatan.
Haus. Tenggorokan ku terasa kering. Dan aku terlalu lelah untuk melangkah mencari mesin penjual minuman. Sekarang, aku menyesal mengejar Atsumu.
Aku merunduk sambil mengumpat. Istirahat sebentar sebelum mencari minum memang pilihan terbaik. Setelah itu, aku bisa pulang dengan naik kereta.
Ada suara derap langkah yang mendekat, aku langsung mendongak. Atsumu berdiri menjulang sembari membawa dua botol minum.
"Lama ya? Vending machine-nya cukup jauh soalnya," ucapnya sembari membuka tutup botol. Kemudian menyodorkanya padaku.
Rasa bersalah langsung menghujam. Padahal niat Atsumu sudah baik, tapi aku malah berprasangka buruk. Bahkan aku sudah berniat untuk menarik rambutnya sampai botak. Sungguh berdosa diri ini.
"Atsumu, maafkan aku!"
"Kenapa? karena tidak bisa mengejar ku dengan kaki lambanmu?" ia kembali menyeringai.
Ah, rasa bersalahku menguap begitu saja. Dari pada tambah kesal, lebih baik aku minum saja. Saking hausnya, aku langsung menghabiskan air mineral tersebut. Atsumu yang sudah duduk di sebelah ku bahkan sampai terkejut. Aku sendiri pun terkejut.
"Mau langsung pulang?" tawar Atsumu.
"Istirahat sebentar lagi, aku masih lelah."
"Kau harus banyak olahraga. Lihat, aku sering berolahraga jadi staminaku kuat."
"Jangan samakan aku denganmu. Kau itukan atlet."
Tawa Atsumu terdengar begitu ringan. Membaur sempurna dengan suara alam dan semilir angin taman Hamarikyu. Untuk pertama kalinya, aku merasa damai saat bersama Atsumu. Semoga, aku bisa mengalami kembali momen-momen seperti ini.
Semoga.
"[Name]-chan?"
"Ya?"
"Aku sudah mencoba memberitahu Suna kalau kau ingin bertemu dengannya, tapi... sepertinya dia tidak peduli."
Kedamaian ku terusik. Badai dalam hati kembali berlanjut. "Terimakasih."
"Aku tidak mengerti kenapa dia sangat tidak ingin menemui mu." Helaan napas Atsumu kelewat panjang. Yang sedang diterpa masalah sebenarnya aku atau dia. "Apa dia membencimu, maksudku membenci [Name] yang sesungguhnya."
"Entahlah. Tapi, bukannya kau juga membenci [Name] yang asli?"
"Aku tidak begitu, dan dari mana kau punya pikiran seperti itu?"
"Dari diary yang ditulis oleh [Name] yang asli. Dia sepertinya menyimpulkan kalau kau, Osamu, dan Suna membencinya."
Atsumu berdecak. "Aku tidak bermaksud membencinya. Aku hanya tidak suka kalau dia berpura-pura menjadi dirimu."
"Maksudmu?"
"Kau tahu bagaimana sifatmu, menyebalkan, sok asik, cerewet, dan serampangan. Dia mencoba bersifat seperti itu."
"Atsumu, mau ku pukul?" Tanganku sudah berada di posisi bagus untuk siap memukulnya. Namun aku langsung menurunkannya lagi saat mendapati raut serius Atsumu. Oke, ini bukan saatnya bercanda.
"Aku tidak suka saat dia menirumu. Seolah-olah dia bersikap menjadi penggantimu saja. Bagiku, kau ini tak tergantikan."
"Tapi aku bukan yang asli," lirihku.
"Aku tidak suka kalau kau mengungkit itu."
Sepasang iris kecoklatan menatapku penuh. Ada berbagai perasaan yang bercampur di balik sorot matanya. Sedikitnya, aku bisa menebak. Sisanya aku tidak tahu.
Kata-kata Atsumu membuat ego yang sudah ketekan merongrong. Membuatku semakin tersiksa dengan semua ini.
"Atsumu, kalau suatu saat dia kembali ke tubuh ini, tolong bersikap baiklah dengannya. Aku mohon."
*
Gelap sudah meraja tat kala aku sampai di apartemen. Atsumu langsung pulang begitu mengatarkanku sampai depan pintu. Ada sendu dibalik senyum yang ia paksakan.
Selepeas perbincangan kami, Atsumu jadi lebih tenang. Sama seperti diriku, dia mungkin merasakan berbagai perasaan berkecamuk didalam hatinya.
Kendati begitu, aku tidak bisa mengatakan sesuatu yang mampu menenangkan hatinya. Walau pun aku yakin dia ingin mendengar kalimat tersebut terlontar dari mulutku. Tapi aku tidak bisa.
Karena aku tidak bisa terus menetap disini. Tubuh ini bukan milik ku.
Seiring bertambahnya usia dan mengetahui fakta tentang keadaan jiwa [name], aku makin sadar. Tindakanku yang ingin memonopoli tubuh ini merupakan kesalahan.
Aku tidak memiliki keinginan untuk tetap tinggal dalam tubuh ini. Walau sulit, aku sudah berusaha melawan ego ku. Kapan pun, aku siap bila harus ditendang dari tubuh ini.
Kapan pun... Walau sebenarnya ada ego yang sulit di taklukan.
Keinginan yang terus menggebu. Aku ingin bertemu Rin sebelum pergi dari dunia ini, lagi.
Tebece
Hey, apa kabar
Aku senang banget bacain komen kalian yang Setia nungguin book ini :)
Maaf banget, aku masih di sibukkan berbagai hal. Jadi sulit buat bagi waktu
Sebagai permintaan maaf, aku buatin art pas reader kejar-kejaran sama Atsumu di taman
Ps : maaf kalau jelek :"""
2 Mei 2021
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro