Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

22

Aku menanti.

Menanti datangnya badai kenangan kehidupan yang dialami [name] selama aku tidak berada ditubuhnya. Naas, penantianku belum juga membuahkan hasil.

Banyak hal yang tidak kekutahui. Termasuk tentang perkejaan [Name]. Garis besarnya, dia adalah graphic designer di sebuah perusahaan swasta. Tapi bagaimana pekerjaannya aku tidak paham. Desain bukan keahlianku. Karena  itulah selama seminggu, bos dan orang-orang dikantor memarahiku.

Mengundurkan diri tentunya tidak bisa kujadikan pilihan. Mengingat mencari kerja itu susah. Jadi kuputuskan untuk mempelajari ulang tentang pekerjaan [Name] secara otodidak. Melelahkan, tapi mau bagaimana lagi.

Belakangan ini, aku sering mampir ke tempat Osamu. Hebat sekali dia, masih muda sudah punya toko dengan pengunjung sebanyak itu. Tak salah sih, kalau dia lebih memilih membuka toko ketimbang melanjutkan karirnya sebagai pemain voli.

Saat mampir ketempat Osamu. Tak pernah sekalipun aku bersua dengan kembarannya. Osamu bilang, Atsumu sangat sibuk.

Aku juga belum berjumpa dengan Rin. Saat ku coba telepon, dia malah mengabaikan panggilanku. Sialan memang. Apa dia sombong karena sudah jadi pemain timnas. Shinsuke pun belum aku hubungi. Aku ingin memberikan kejutan untuknya.

Menatapi pantulan diri dicermin. Kadang aku masih tidak percaya dengan semua ini.

"[Name], kenapa kau lama sekali di dalam kekamar mandi?"

Bergegas keluar dari kamar mandi, ku dapati Osamu berdiri dengan raut wajah penuh tanya. "Ah maaf, kamar mandimu nyaman soalnya hehehe..." balasku.

Osamu tersenyum kecil, lalu bergerak merapihkan poniku yang sedikit berantakan. "Makanannya sudah siap."

"Kau tidak membuat onigiri kan?"

"Tentu saja tidak."

Ada berbagai makanan yang tersaji diatas meja. Tentunya terlihat begitu menggoda. Kemampuan memasak Osamu tidak perlu diragukan.

Hari ini, Osamu mengundangku untuk makan malam di apartemennya. Entah dalam rangka apa. Yang penting makan gratis.

"Makan perlahan, tidak ada yang mau merebut makananmu," tegur Osamu sembari menaruh tempura keatas mangkuk ku menggunakan sumpit.

"Kau juga, Osamu. Makan yang banyak!" aku membalas dengan menaruh sayuran keatas mangkuk Osamu.

"Hey, aku memberimu tempura tapi kau malah memberiku sayur."

"Sayur kan sehat."

"Kalau begitu..." Osamu juga menambah sayur ke mangkuk ku. Lebih banyak dari yang kuberikan tadi. "...makannlah yang banyak."

"Osamu, aku tidak suka sayur!"

"Kau tidak boleh memilih-milih makanan. Ingat, diluar sana masih banyak orang yang kekurangan makanan."

Skakmat, aku tidak berkutik. Bukan hanya fisiknya yang tumbuh, tapi kemampuan berdebatnya juga. Aku jadi ingin lihat dia dan Atsumu berdebat. Kira-kira, kekacauan seperti apa yang akan terjadi.

Ugh, jadi ingin bertemu dengan Atsumu.

"Wah, bau enak apa ini?!"

Mungkin tuhan sedang berbaik hati dneganku. Aku menatapi sosoknya yang berjalan terburu-buru mendekati meja makan dengan mata berbinar. Satu yang jadi perhatianku, tubuhnya sangat atletis. Ya tuhan.

"Tsumu, kamu masuk tanpa permisi."

"Hey ini kan apartemenku juga," Atsumu memanyunkan bibir. Kedua matanya beralih menatapku. Senyum kecil langsung menghias bibirnya. "Oh tumben, ada [name]-chan disini."

Sekilas, Atsumu masih terdengar ramah. Namun aku tak merasa antusias dari nada bicaranya. Justru terdengar sedikit sinis.

Rasanya sedikit kecewa, tapi mau bagaimana lagi. Walau begitu, aku tidak akan menunjukkan sikap kecewaku. Aku harus optimis dan menunjukkan bahwa aku adalah [Name] yang dulu. "Hey Atsumu, kita sudah lama tidak bertemu. Apa-apaan dengan reaksi tak bersemangatmu itu."

Ia mendengus, lalu menyeringai kecil. "[Name]-chan, tidak usah bersifat seperti itu. Menggelikan melihatmu berusaha sekuat tenaga untuk keluar dari sikap aslimu."

"Tsumu, ikut aku."

Osamu menarik kembarannya masuk kedalam kamar. Wah, mereka mau apa ya. Jangan-jangan... Ah, aku tidak boleh berpikir yang tidak-tidak. Walau di dunia sana, banyak bertebaran doujin Atsuosa. Tapi didunia ini mereka itu lurus, tidak belok.

Dari pada menerka-nerka, lebih baik aku makan saja. Dengan datangnya Atsumu, aku yakin makanan akan lebih cepat habis.

Tapi, aku tidak menyangka Atsumu akan bersikap seperti itu. Mungkin perkiraan [nNme] benar, Atsumu tahu kalau pernah ada jiwa lain yang menghuni tubuh ini. Ah bukan hanya Atsumu, tapi yang lain juga.

Teriakan Atsumu membuatku berjengit kaget. Sebenarnya apa yang mereka lakukan sih. Rasa penasaranku jadi makin tinggi.

Tak berselang lama, Miya bersaudara keluar dari kamar. Osamu masih kalem seperti biasanya. Sementara Atsumu tampak sedikit bingung. Aku juga ikut bingung.

"[Namae]-chan," panggil Atsumu. Terdengar serius. Karenanya, aku jadi sedikit tergagap saat menjawab. "Mau aku traktir es krim?"

"Serius?" Siapa yang akan menolak traktiran. Atsumu mengangguk. "Dua boleh? Soalnya aku suka bingung kalau memilih varian."

Kedua pipil Atsumu melebar. Apa dia marah. Ah pasti marah. Bodohnya diriku. Padahal hubungan [name] dan Atsumu sedang buruk. "Anu, satu saja deh hehehe... yang tadi itu cuma—"

"[Name]-chan!"

"—bercanda." Aku keget bukan main dengan tindakan Atsumu. Tapi agak senang juga sih. "Atsumu, kenapa ini? Kau kerasukan apa, hah?!"

Ia lalu melepaskan pelukannya, kedua tangannya mencengkram bahuku era. Gila, tangannya kekar sekali. Matanya terlihat berkaca-kaca. Dan yang paling mencuri atensiku adalah senyumnya. Sebuah senyum tulus yang berbeda dengan yang tadi.

"Atsumu, maaf kalau aku tidak tahu diri karena minta ditraktir dua es krim. Maaf ya, jadi jangan aneh begini. Aku jadi takut sendiri."

"Aku tidak masalah [Name]-chan, minta dua eskrim bahkan minta sepuluh –seratus pun tidak masalah."

"Kalau seratus yang ada [name] bisa mati membeku, bodoh," sela Osamu.

"Samu, jangan ganggu momen kami!"

Osamu menghela napas. "Makan es krimnya nanti saja setelah makan malam. [Name], lanjutkan makanmu."

"Aye, aye kapten!" aku memasang pose hormat.

"Tsumu, kau pergi mandi dulu baru boleh makan."

"Samu, kau ini kembaranku, bukan ibuku."

"Kita-san, bilang padaku untuk menjagamu."

Bukannya pergi ke kamar mandi, Atsumu malah duduk disampingku. "Aa... aku jadi rindu Kita-san."

"Mandi sana!" Osamu melempar sumpitnya pada Atsumu.

Kesal, Atsumu lalu beranjak pergi. Wlaau begitu, mulutnya mengomel tentang tingkah kembarannya. Interaksi mereka berdua masih lucu seperti biasanya.

Karena tadi mereka menyinggung Shin, aku jadi ingin bertemu dengannya.

Ah, apa tuhan akan mengabulkan keinginanku seperti tadi. Oke kita buktikan.

1

2

3

Baik, hal yang sama memang tidak bisa terjadi dua kali.

*

Harusnya aku memang mengunjunginya lebih awal, tapi karena harus bekerja dan belajar desain secara otodidak, aku baru bisa berkunjung sekarang.

Hyogou, tempat semua bermula.

Tidak banyak yang berubah dari tempat ini. Tapi itu bagus, karena perasaan nostalgia di tempat ini begitu kental.

Shinsuke masih tinggal ditempat yang sama bersama neneknya. Senang mendengar nenek masih hidup dengan keadaan sehat. Saat aku bertamu, Shinsuke tengah bekerja di ladang.

Awalnya nenek menyuruhku untuk menunggu Shinsuke di rumah, tapi aku menolak. Hasrat untuk melihat Shinsuke bekerja di ladang terlalu tinggi.

Berbekal petunjuk dari nenek, aku pun menuju tempat Shin bekerja. Seperti biasa, Shin terlihat giat. Tak heran kalau dia jadi petani yang sukses.

"Shin-senpai!" Aku berteriak sekuat tenaga. Namun Shin yang tengah memeriksa tanamannya tak juga menoleh.

Aku tak pantang menyerah. Setelah beberapa kali berteriak, Akhirnya Shin menoleh. Meninggalkan pekerjaannya, ia lalu menghampiriku.

Keringat mengalir dari pelipis, bukti kerja kerasanya. Shinsuke terlihat sangat dewasa. Walau dalam balutan pakaian bertani, kharisma dan wibawanya tak bisa di bantah. Shin juga terlihat lebih dewasa dan er... tampan.

"[Surname]-san, ada perlu apa?" Nada bicaranya tenang seperti biasanya. Ah, rinduku benar-benar terobati.

Aku tak bisa menahan senyum. Rasanya, mataku pun mulai sedikit berair. "Shin-senpai, aku pulang."

Untuk beberapa saat, ia terdiam. Sebelum akhirnya balas tersenyum. "Selamat datang, [name]."

*

"Kau belum tidur?"

Aku menengok kearah Shin yang berdiri sambil memegang selimut. "Aku belum mengantuk. Nenek bagaimana?"

"Sudah tidur." Ia menyampirkan selimut dibahuku, lalu ikut duduk di teras sembari menikmati langit berbintang. "Udara malam tidak baik untuk kesehatan.

"Terimakasih."

Niat awal memang aku akan pulang ke Tokyo pada esok hari. Tapi menginap dirumah Shin tidak masuk dalam rencana. Tadinya aku ingin menginap di hotel. Tapi nenek memaksa agar aku bermalam dirumah ini.

Semenjak aku lulus SMA, aku dan ayah pindah ke Tokyo. Dan rumah di Hyougo di jual. Kenapa harus dijual, dan pindah. Padahal jadi tetangga Shinsuke merupakan kebahagiaan yang hakiki.

Ah, aku belum mendapatkun memori [Name]. Informasi tersebut aku dapatkan dari buku harian. Lumayan berguna juga.

"[Name]."

"Ya?"

"Hampir aku putus asa untuk berharap kau kembali lagi. Tapi nenek selalu memberitahuku untuk tidak putus asa."

"Dan akhirnya, harapan senpai terkabul. Aku kembali lagi." Senyumku membuat sudut-sudut bibir Shisuke terangkat. "Senpai, maaf kalau aku pergi tiba-tiba. Padahal kau memintaku untuk tetap disini."

"Tidak apa-apa. Aku juga minta maaf kalau sempat egois."

"Oh ya, aku ingin tanya sesuatu."

"Silahkan saja."

"Apa senpai memberitahu yang lainnya kalau aku bukan [name] yang sesungguhnya?"

Shinsuke menggeleng. "[Surname]-sa menyuruhku untuk tidak memberitahukannya."

"Sungguh? Tapi aku rasa Atsumu dan Osamu seperti sudah mengetahuinya."

"Ah soal itu... mereka berteori sendiri. Suna, Atsumu, dan Osamu meyakini kalau [Surname]-san itu memiliki dua kepribadian." Dia akhir kata, Shinsuke tertawa.

Bagiku, daripada lucu, konspirasi mereka terdengar luar biasa. Kok bisa mereka berpikir seperti itu. Salut juga.

"Sejak itu, mereka jadi agak menjaga jarak dengan [Surname]-san."

"Kenapa?"

"Karena orang yang mereka anggap dekat itu kau, bukan dia." Ada perasaan hangat saat Shin mengucapkannya dengan begitu lembut dan tenang. "Tak peduli siapa pemilik sebenarnya tubuh ini, teman kami adalah kau. Bukan yang lain."

Tanpa sadar, air mataku mulai berjatuhan. Dengan kasar aku menyeka air mataku. Ah kenapa aku selalu menangis saat bersama Shin. "Senpai, gara-gara kau aku jadi menangis."

Tawa ringannya mengudara di tengah sunyinya malam.

"[Name]."

"Hm?"

"Kau tidak akan pergi lagi kan?"

Tebece

Halo, maaf minggu kemarin nggak up.
Tiba-tiba aja jadi sibuk, dan sulit bagi waktu.


Btw angkat tangan buat kalian yang nungguin Suna nongol

13 Maret 2021

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro