21
Wajah manis dengan tubuh kurus. Tidak diragukan lagi, dia adalah [full name]. Mungkin karena pernah menetap dalam tubuh tersebut, aku merasa sangat familiar. Walau sekarang dia terlihat lebih dewasa dari kala itu.
Bunyi high heels yang beradu dengan jalanan beraspal membuyarkan lamunan. Tanpa aku sadari, jarak diantara kami semakin mengecil. Bahkan ujung sepatu kami hampir bersentuhan.
Senyum kecilnya tak jua lekang. Ada gurat bahagia yang terlukis jelas di wajahnya.
"Kenapa kau ada disini?" Suaraku sedikit bergetar. "Apa kau masih tidak puas menghantuiku di dunia sana?!"
Amarah, kesal, dan takut bercampur menjadi satu. Membuncah begitu saja. Tak tertahankan, dan akhirnya meledak. Sumpah serapah dan kosa kata tidak berpendidikan menggema dengan lantang di dunia yang tidak bergerak ini.
Lagaknya yang membuatku ketakutan. Polahnya yang membuatku tertabrak. Semua jadi penyulut sumbu amarah. Kala itu, aku tak bisa membalas. Meringkuk sambil menangis hanya jadi pilihan. Tapi kali ini berbeda.
Dengan tampilannya yang terlihat elegan dan manis, rasa takut menguap begitu saja. Diberikan hak untuk bersuara dan bertindak membuatku bebas membalas.
"Jawab, apa yang kau lakukan disini, apa yang terjadi?!"
Ia masih tersenyum. Matanya mengedar kesekeliling sebelum akhirnya kembali memusatkan atensi padaku. "Jadi seperti ini duniamu."
"Hey, jawab aku?!"
Kali ini, ada sendu dan ragu yang tersembunyi dibalik senyum ayunya. Secara tiba-tiba, ia memeluku. Dalam dekapannya aku memberontak. Bukannya melepaskanku, pelukannya justru semakin erat. Sangat erat. Hingga aku bisa merasakan perasaan tulusnya.
"Terimakasih," bisiknya. Terasa begitu lembut dan tulus ditelingaku. "... dan maaf."
*
Apa yang terjadi, kenapa tiba-tiba aku berada disebuah kamar tidur. Duduk nyaman diatas kasur dengan memakai pakaian santai.
Jelas, tadi aku berada disituasi yang membingungkan dengan pakaian yang berbeda. Ugh, situasi ini juga tak kalah membingungkan. Lagi pula, Rumah siapa ini?!
Sebenarnya genre hidupku ini apa, fantasy, horror, sci-fi, tragedy, atau drama. Ini sangat membingungkan, rasanya otak ku tak mampu menerima ini semua. Argh, kepalaku jadi pusing.
Semuanya sangat mendadak. Membuatku lelah berfikir. Kendati begitu, aku tak boleh menyerah karena aku ingin tahu apa yang sedang terjadi. Maka dari itu, aku tetap harus berspekulasi.
Apa mungkin aku masuk ke tubuh [full name] lagi? Ah tidak, ini bukan kamarnya, aku juga tidak menerima ingatan seperti saat aku memasuki tubuhnya dulu. Dan lagi, aku melihat [full name] masih berada ditubuhnya.
Diculik? Bisa jadi. Kalau begitu, aku harus keluar dari sini sekarang juga.
Sial, rasa pusing ini benar-benar menghalau untuk bergerak. Sembari meniti tembok, aku mencoba berjalan. Semoga pintu tidak terkunci.
Puji syukur, pintunya tidak terkunci. Tapi ada sesuatu yang mengejutkan saat pintu itu terbuka. Sesuatu yang harusnya tak pernah kulihat lagi. "O-osamu?!"
"Kau mau kemana? Istirahat saja dulu," ucapnya pelan. Tangan kanan memegang nampan, sementara tangan kiri memegang bahuku. Mungking karena tubuhku yang terlihat sempoyongan , ia berinisiatif melakukan itu.
Kalau ada Osamu, itu artinya aku masuk kedalam tubuh [name] lagi. "Cermin, aku butuh cermin!"
Osamu terlihat terkejut beberapa saat. Lalu ia merogoh saku untuk mengambil ponsel. Tanpa ragu memberikannya padaku. "Bagaimana kalau memakai ponsel?"
Apapun itu, tak masalah. Aku menatap pantulan diriku di layar ponsel Osamu. Benar, aku berada di tubuh [full name]. Mengingat sosok [name] makin dewasa, berati sudah beberapa tahun berlalu sejak kejadian hari itu.
Osamu mengambil kembali ponsel dari tanganku. Dengan perlahan, ia menuntunku untuk kembali duduk di atas ranjang.
Tapi ini dimana. Tidak mungkin ini kamar masa depan [name]. Dari interiornya, kamar ini mustahil dimiliki oleh [name]. Jangan-jangan–
"Kau tiba-tiba pingsan, jadi aku membawamu ke apartemen ku."
Sudah kuduga. Baru datang ke dunia ini setelah sekian lama langsung bertandang ke kamar Osamu. Entah berkah atau kesialan.
"[Surname], kau baik-baik saja?"
Apa aku salah dengar. Kenapa dia memanggil [name] dengan marganya. Harusnya Osamu memanggil [name] dengan nama kecilnya. Ah, bukan itu yang harus aku pikirkan sekarang. "Osamu, bisa kau ceritakan Apa yang terjadi padaku? Aku tidak ingat apa-apa."
"Kemarin malam, kau datang ke toko ku dengan keadaan setengah mabuk. lalu maracau tentang hal aneh, kemudian pingsan. Karena aku tidak tahu dimana kau tinggal, aku membawamu kesini," ucapnya tenang. "Maaf, keadaan toko sedang ramai. Jadi aku langsung membawamu kesini."
"Aku meracau soal apa?"
"Entah, aku tidak terlalu memperhatikan."
Entah perasaan ku saja atau memang Osamu seperti memasang tembok diantara kami. Apa yang sebenarnya terjadi. Kenapa Osamu terasa begitu jauh. [full name], bagaimana kau bersikap pada Osamu. Padahal aku sudah capek-capek meluluhkan hatinya.
"Makanlah sup ini, mungkin bisa sedikit menghilangkan pengar karena mabuk." Ia lantas menaruh nampan diatas meja. "Kalau begitu, beristirahatlah. Aku harus bersiap-siap."
Punggung itu berjalan menjauh. Ah, punggung Osamu terlihat lebih lebar, dan kekar dari saat terakhir aku melihatnya. Benar, bukan hanya [name] yang tumbuh dewasa, tapi Osamu dan yang lain juga.
Kembali kedunia ini, aku tak pernah mengharapkannya setelah menolak tawaran kala itu. Apapun alasannya aku tidak peduli. Tapi karena aku sudah diberi kesempatan, aku ingin memanfaatkannya.
"Osamu!"
Ia berbalik, namun begitu tatapannya terkesan acuh. Osamu terasa begitu jauh, padahal jarak yang terbentang tak lebih dari setengah meter.
"Aku merindukanmu." Tanpa kusadari, air mata mulai membasahi pipiku. Benar, akan ku manfaatkan kesempetan kali ini untuk melepas rindu. Menghabiskan waktu dengan mereka. Tidak peduli kalau nantinya si pemilik asli tubuh ini menghantui.
"Kau sedang melawak? Kita cukup sering bertemu."
Menggunakan punggung tangan, aku mengusap air mata dengan kasar. Persetan mataku merah atau lecet. Aku menggeleng pelan. "Tidak... kita sudah lama tidak bertemu."
Osamu masih berdiri di tempat yang sama. Dari raut wajah, ia terlihat tengah berfikir. Jelas dia bingung. Dari sudut pandang Osamu, perkatan ku terkesan aneh dan tak rasiaonal.
Jadi hanya aku yang merasakan rindu yang begitu menyiksa ini. Tapi tidak apa, yang penting aku bisa bertemu dengannya lagi. Ini sudah cukup. "Osamu, boleh aku memeluk mu?"
Kedua netra Osamu melebar. "Kau [n-name]?"
"Kau ini bagaimana, tentu saja aku [full name]." [full name] yang palsu tepatnya.
Sorot matanya sedikit menghangat. Osamu perlahan mendekat, bukan hanya secara harfiah namun dalam artian yang lain juga. Dingding yang ia ciptakan tadi seakan runtuh begitu saja.
Kedua tangan kekarnya menangkup wajahku. Ada binar gembira dalam sepasang iris indahnya. "Kau benar-benar [name] yang serampangan, menyebalkan, dan tak tahu malu?"
"Hey, kenapa kau malah mengejek—osamu?!"
Terkejut bukan main. Tindakan Osamu yang seperti ini tak pernah ada dalam perkiraanku. Pemilik toko Onigiri Miya secara tiba-tiba menarik ku dalam pelukannya.
Ia mendekapku erat, lebih erat dari pada yang dilakukan [full name] tadi. Lagi-lagi situasi yang membingungkan. Tapi kali ini, ada perasaan hangat yang memenuhi hati. Membuatku bahagia.
Tanganku bergerak merungkuh punggung Osamu. Ah, lelaki yang satu ini tumbuh dengan sangat baik. Berpelukan dengan Osamu membuatku nyaman, dan aman. Segala kekhawatiran dan kebingungan perlahan lenyap. Tapi, lama-lama...
"O-osamu, sesak. Aku tidak bisa bernapas!"
"Oh, maaf."
*
Setelah adegan berpelukan itu, Osamu dan aku kembali seakrab dulu. Bahkan beberapa kali ia tersenyum padaku. Senyum yang mempesona.
Karena hendak mempersiapkan toko, Osamu harus bergegas pergi. Jadi kami tidak punya banyak waktu untuk mengobrol. Aku harap masih ada lain waktu untuk kami mengobrol. Karena ada kemungkinan jiwaku akan dikembalikan kedunia asalnya.
Merasa tidak enak, aku memutuskan untuk pulang kerumah. Bersyukur alamat rumah [name] tertulis di dalam catatan ponselnya. Dan terimakasih juga karena tidak memasang sandi di ponsel.
Sandi apartemen pun sudah tertulis di dalam catatan ponselnya. Jadi aku tak perlu menerka angka untuk membuka pintu. Tanpa adanya ingatan tentang kehidupan [name] versi terbaru, benar-benar merepotkan.
Ada banyak hal yang ingin aku ketahui. Apakah hubungan [name] dengan anak-anak Inarizaki masih terus berlanjut. Ah, bagaimana kabar Matsumoto. Jujur, aku paling merindukannya.
Apartemen [name] begitu bersih. Berbagai foto terpajang di dinding. Ada foto [name] berdua bersama Matsumoto. Sepertinya hubungan dengan Matsumoto masih berlanjut. Ada juga beberapa foto dengan anak-anak Inarizaki. Dan foto [name] dengan ayahnya.
Apa hubungan ayah-anak itu sudah membaik. Kuharap begitu. Aku jadi penasaran sekarang beliau tinggal dimana. Tapi mana mungkin aku tiba-tiba menelepon beliau hanya untuk menanyakan keberadannya.
Memasuki kamar, menghempaskan tubuh diatas kasur. Selera pemilik tubuh ini tak pernah berubah ya. Unicorn, lucu sekali.
Karena ibu sudah damai di surga, dan pemakamanannya sudah ku urus. Tidak apa kan kalau aku berharap untuk tetap disini. Ibu, walau pun aku berada di dunia yang berbeda, tolong tetap awasi aku dari surga sana ya.
Buku catatan berwarna pink pastel diatas nakas mencuri perhatianku. Apa ini buku hariannya. Membacanya mungkin akan membantuku mencari tahu apa yang terjadi beberapa tahun ini.
Sebuah surat dengan amplop cantik terjatuh dari buku harian tersebut. 'Untuk pahlawanku,' itu yang tertulis di depan amplop. Untuk ayah mungkin. Tidak seharunya aku membaca surat ini. Tapi karena rasa penasaran lebih besar dari rasa tidak enak, aku memutuskan membacanya.
'Dear pahlawanku. Aku menulis surat ini dengan kesadaran kemungkinan besar kau tidak akan membacanya. Tapi karena keyakinanku, aku tetap ingin menulisnya. Pertama, aku ucapkan terimakasih karena telah membantuku memenuhi keinginanku. Karena kau, aku berhasil terbebas dari Nakamura dan bisa dekat anak-anak klub voli Inarizaki.'
Tunggu, ini surat dari [name] untukku?! Yang benar saja, mana ada orang yang menakut-nakuti pahalwannya sendiri.
'Dan aku juga minta maaf karena sudah menakut-nakuti mu.'
Oke, karena aku baik, kau ku maafkan. Tapi awas saja kalau terulang lagi.
'Aku juga ingin memberitahumu tentang ceritaku, kenapa kau bisa ada disini. Dan kenapa aku menakutimu.
Kemungkinan yang menyebabkan kau bisa ada ditubuhku itu karena, selama ini aku selalu berdoa pada tuhan agar bisa terbebas dari Nakamura, dan menjadi dekat dengan anak-anak klub voli. Aku selalu berdoa, tapi tidak mau berusaha. Bukan tidak mau, tapi aku tidak mampu. Aku tak cukup berani melawan Nakamura. Tak cukup percaya diri untuk mendekati anak-anak klub voli. Maka dari itu, Tuhan mnjawab doa ku dengan membawa jiwamu kedalam tubuhku.'
Masuk akal. Kalau begitu, [name] benar-benar disayang Tuhan ya. Ah, mungkin karena kesabarannya menanggung semua beban. Jadi ini reward dari Tuhan untuknya.
'Saat Kau berada dalam tubuhku, secara tak langsung, aku menjadi seperti hantu gentayangan. Berkali-kali aku mencoba merebut tubuhku darimu, tapi tak bisa. Akupun terus membututimu sambil mengamatimu. Tindakanmu membuatku takjub sekaligus merasa malu sendiri. Lalu, saat kau berhasil melawan Nakamura, aku merasa begitu senang sampai menangis kencang. Waktu itu aku ada didekatmu, tapi pastinya kau tidak menyadarinya.
Aku bersyukur karena kau merubah hidupku. Tapi saat aku melihat kebersamaanmu dengan anak-anak Inarizaki, aku iri. Harusnya aku yang merasakannya, karena itu tubuhku. Aku kembali berusaha merebut tubuhku. Tapi tidak bisa. Aku pun memutuskan untuk menakutimu. Berharap dengan begitu kau akan pergi dari tubuhku.
Tapi kau cukup gigih juga. Sesuatu yang jahat pun terlintas. Mungkin dengan membunuhmu, aku bisa mendapatkan kembali tubuhku. Dengan memanipulasi kucing hitam itu, aku membawamu kepada kematian. Aku berhasil, tubuh ini jadi milikku lagi.
Saat bangun. Tubuhku begitu sakit. Tapi rasa sakitnya tak sebanding dengan kebahagiaanku. Hidupku berubah, aku punya teman, tidak lagi di buli. Sungguh menyenangkan. Awalnya aku pikir begitu. Tapi ternyata tidak.
Nakamura memang tidak lagi merundungku. Tapi Suna dan Osamu entah kenapa terasa menjauh dariku. Mereka bahkan tidak lagi memanggilku dengan nama kecil. Mungkin mereka sadar kalau aku bukan kau. Aku yakin Atsumu juga begitu, beberapa kali ia seperti menyindir, tapi ia tetap mencoba menjaga hubungan diantara kami.
Yang paling awal menyadarinya adalah Kita-senpai, mengingat kau memberitahukan hal ini padanya. Setelah mengetahuinya, dia bersikap biasa saja. Tetap pengertian dan baik, tapi entah kenapa aku merasa perhatian yang ia berikan padaku berbeda dengan yang ia berikan padamu.
Setiap kali melihat tatapan Suna, aku merasa seperti terbebani. Apa benar aku layak berada disini. Ini memang tubuhku. Tapi yang berjuang mendapatkan semua ini bukan diriku.
Maka dari itu, karena aku sudah merasa cukup bahagia dengan hidup ini, aku berharap tuhan bisa membawa kau kembali kedunia ini. Agar Suna, Osamu, Atsumu, Kita-senpai dan Matsumoto-senpai bisa merasa senang. Dan supaya kau pun bisa menikmati hasil dari upaya mu.
Aku terus berdoa, semoga tuhan mau mengabulkannya.
Aku berjanji, tidak akan menakutimu lagi. Karena aku sudah mengikhlaskan semua. Kebahagiann ini sudah cukup untuk manusia yang selalu berpangku tangan sepertiku.
Karena itu, kalau kau memang kembali ke tubuhku, dan membaca surat ini, aku harap kau bahagia. Terimakasih pahlawanku, dan maafkan aku.
Jaga ayah dan tubuhku baik-baik ya.'
Haus. Walau membacanya dalam hati, tenggorokanku tetap kering. Suratnya panjang sekali, hampir aku mengantuk saat membacanya. Tapi berkat surat ini, semuanya menjadi jelas.
[Full name], dimana pun kau, aku juga berharap kau bahagia. Dan maaf juga kalau aku sempat egois dengan mengklaim tubuhmu secara sepihak.
Kalau aku adalah pahlawan untukmu. Maka, kau juga pahlawan untuku. Karena doa mu aku bisa berada disini. Bahkan, ketika aku sudah membuang kesempatan yang diberikan Tuhan, kau tetap melantunkan doa yang sama.
Terimakasih.
Tebece
Onigiri mang Miya :")
27 Februari 2021
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro