Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

14

"Halo?"

Deru napas teratur menyapa dari seberang. Siapa gerangan pemilik nomor ini. Harapku, semoga bukan orang jahil.

Ayah bilang, jangan meladeni nomer yang tak kita kenal. Tapi prinsipku beda. Ada kemungkinan nomer asing tersebut milik orang yang kita kenal. Barangkali juga mereka tengah dilanda kesulitan.

"Halo?" Aku mengulang. Masih belum ada jawaban. "Kalau tidak penting, aku tutup—"

"Tunggu!"

Suaranya terasa familiar. Tapi siapa. "Maaf, siapa ya? Dan ada perlu apa?"

"Osamu."

"Oh, ada perlu apa?"

"Tidak, hanya ingin menelepon."

Membaringkan tubuh diatas ranjang. Ternyata cuma Osamu. Tapi tunggu dulu. "Osamu? Kamu dapat nomer ku dari mana?"

Jeda sejenak sebelum suara tenangnya kembali menyapa. "Dari Atsumu."

"Untuk?"

"Hmm... " Dalam benakku terbayang Osamu tengah mengusap rambut bingung. "Entah?"

Menghela napas. "Kalau tidak penting sudah ya. Aku mau tidur."

"Memang kamu bisa tidur?"

"Maksud?"

Lagi, ia memberi jeda. "Tadi siang kamu bercerita sempat tidak bisa tidur karena mimpi buruk."

"Oh, yang itu."

"Sekarang sudah tidak?"

"Lebih tepatnya akan ku coba. Lagi pula, aku tak boleh takut."

"Bagus."

Satu kata tersebut mampu membuat lengkungan bahagia diatas bibir.

"Kalau saja nanti kamu terbangun lagi karena mimpi buruk..." ia menarik napas. "Kamu bisa menghubungiku. Tapi semoga saja tidak."

"Ya, semoga saja." sekali lagi, kalimatnya mampu mengukir senyum di bibir. Osamu dulu begitu menjengkelkan, entah apa yang membuatnya menjelma menjadi begitu baik. Apapun itu, terimakasih tuhan.

"Mau tidur sekarang?" tanya Osamu.

"Niatnya."

"Kalau begitu, selamat malam."

Aku terkikik geli.

"Kenapa?"

"Kaku sekali caramu mengucapkan selamat malam."

"Maaf saja. Memangnya harus seperti apa?"

"Hmm... Seperti ini, selamat malam Osamu, tidur yang nyenyak. Dan semoga mimpi Indah."

Ada tawa ringan menyapa. "Terimakasih, selamat malam juga."

Sial, aku kena tipu.

"Sudah, sana tidur. Ingat, kalau terbangun hubungi saja aku."

"Memangnya kamu begadang? Aku yakin kamu juga akan tidur nantinya."

"Tinggal bangun lagi, simpel."

"Terimakasih Osamu."

"Tak masalah." Nada bicara tenangnya membuat malam dimusim panas jadi sedikit sejuk. "Satu lagi, simpan nomor ini."

*

Nyatanya, semalam mimpiku Indah. Paginya, aku langsung mendapat pesan dari Osamu yang menanyakan bagaimana tidurku. Senang rasanya di pedulikan begini.

Hariku dimulai dengan begitu baik. Rasanya bahagia sekali.

Agendaku hari ini adalah membersihkan rumah. Lingkungan bersih adalah pangkal hati yang bersih. Weekend kali ini akan sangat berguna dan bermanfaat.

Oke, dimulai dari membuang sampah.  Dengan setelan baju santai, aku berjalan keluar sembari membawa sampah. Sesekali bersenandung lagu dengan asal.


"Eh?"

Langkahku terhenti tat kala mendapati punggung tegap itu. Menggunakan celana pendek selutut berwarna hitam. Kaos tanpa lengan yang senada dengan celana. Juga sepatu olahraga hitam bercorak biru miliknya.

Miya Atsumu tengah berdiri didepan rumah Shin.

"Atsumu?"

Yang dipanggil menoleh. Senyum kecil terpatri. "Pagi!"

"Pagi," balasku. "Apa yang kamu lakukan di depan rumah Shin-senpai?"

"Kebetulan aku sedang lari pagi disekitar sini. Jadi sekalian saja aku mampir ke rumah Kita-san untuk meminjam catatannya."

"Catatan?"

Ia mengangguk kecil. "Catatan pelajaran waktu kelas sepuluh. Ku dengar, dia masih menyimpannya."

"Memang punyamu kenapa?"

Dia meringis pelan. "Tak perlu ditanya."

Atsumu boleh jenius dalam voli. Tapi dalam belajar, satu dua denganku rupanya. "Oh ya, aku ingin tanya."

Sebelah alis terangkat. Atsumu menatapku heran.

"Kamu memberikan nomerku pada Saudaramu?"

"Eh tidak—" Tiba-tiba saja dia berdecak pelan. "Jadi itu alasannya meminjam ponsel tanpa seizinku."

"Atsumu?"

"Ah maaf. Aku tidak memberikannya. Sepertinya Samu mencari sendiri nomermu di ponselku. Maaf ya."

"Tidak masalah kok."

"Memang semalam ada perlu apa, sampai dia meneleponmu."

Terdiam sejenak. Entah kenapa aku merasa malu bila menjelaskan alasan Osamu meneleponku. Berbohong memang jalan yang terbaik. "Bukan apa-apa kok. Hanya basa-basi."

"Masa?" Ia merendahkan badan, lalu sedikit mencodongkan tubuhnya. "Pasti ada sesuatu kan?"

"Tidak kok!" lugas. Tapi hatiku bergejolak tak karuan.

Atsumu kembali menegakkan badan. Bersedekap tangan. Lalu tersenyum miring. "Hmm... Perkiraanku memang benar rupanya."

"Perkiraan?"

"Sepertinya, saudaraku—"

Tit... tit... tit...

Ah sial! Truk sampah sudah datang. Meninggalkan Atsumu, aku langsung berlari ke tempat sampah.

"[Name]-chan, mau kemana?"

"Sampah!"

"Hey! Kenapa kamu mengataiku sampah?!"

Aduh, jadi runyam.

*

"Aku tamu, kenapa malah harus membantumu?"

"Kamu tamu tak diundang!"

"Tapi kan tetap saja tamu."

Kemoceng melayang. "Bantu aku bersih-bersih rumah, atau tungguin Shin-senpai diluar?"

Atsumu mencebikkan bibir. Sambil menggerutu pelan, ia kembali menggerakkan penyedot debu.

Ternyata, Shin sedang mengantarkan nenek ke klinik. Melalui sambungan telepon, ia menyuruh junior kuningnya itu untuk menunggu di rumahku. Aku terima. Ini bisa jadi ajang mengakrabkan diri, juga dia bisa jadi pembantu gratisku. Ini yang disebut sambil menyelam minum air.

"Tsumu, yang sebelah sana terlihat masih berdebu."

"Tadi kamu panggil aku apa?"

"Tsumu?" Ah aku keceplosan. Ini kan panggilan sayang antara adik-kakak. Beraninya diriku ikut-ikutan. "Maaf. Tidak boleh ya?"

Ia menggeleng. Bergerak kearah yang sempat ku tunjuk. "Tidak masalah sih. Kalau mau panggil Tsumu boleh saja. Tapi apa menurutmu Tsumu itu tidak aneh?"

"Tidak sih."

"Seleramu Bagus juga rupanya. Kau tahu, orang-orang menganggap kalau panggilan itu aneh."

"Hmm... " Ntah aku harus merespon seperti apa lagi. Beralih ke rak TV. Debu lumayan menumpuk disana. Dalam memori [full name], tidak ada keterangan kapan terakhir kali rumah ini dibersihkan.

"Selesai!"

Aku mengalihkan pandangan ke Atsumu yang tengah merenggangkan badan. "Taruh penyedot debu di lemari penyimpanan. Setelah selesai membersihkan ini, akan kubuatkan minuman."

Berdecak. Namun akhirnya ia menuruti perkataanku.

Tak sengaja, pandanganku jatuh pada foto [name] saat upacara penerimaan murid baru SMA. Tanganku mengepal erat menatap sosok di foto.

Aku tidak akan menyerahkan tubuh ini. Hidup, teman, dan kebahagian ini milikku. Tak akan kuserahkan.

"Wah, ini fotomu waktu upacara penerimaan murid baru?"

Atensiku bergulir pada Atsumu yang sudah berdiri disamping. Sejak kapan?

"Terlihat berbeda sekali ya."

Kembali kutatap figur gadis di foto itu. "Tidak kok. Masih sama."

"Bukan rupa. Tapi lebih ke aura."

Tubuhku sepenuhnya menghadap kesamping. Pandangan kami beradu. "Maksudnya?"

"Yang disitu." Telunjuknya mengarah ke foto. "Terlihat suram, juga nggak enak dipandang. Dan yang ini." kali ini mengarah padaku. Disertai senyum kecil darinya. "Dan yang ini, terlihat menyegarkan juga sedap di pandang."

"Jadi, Kamu suka yang mana? Aku yang di foto atau aku yang berdiri di depanmu?"

Sekulas, ia meilirik kearah foto. Kemudian kembali menatapku. "Jelas yang ini."

Ada bahagia yang membelenggu. Merantai seluruh pergerakan indraku. Yang bisa kulakukan hanya diam dan menikmati sensasi ribuan kupu-kupu yang terbang menabrak dinding perut.

"Aku tadinya hanya tahu kamu itu salah satu dari korban Nakamura. Kadang juga Suna suka membicarakan tentangmu."

Sialan Rin. Rasa bahagiaku mendadak lenyap.

"Katanya kamu itu nyebelin banget."

"Hey!"

"Serius. Itu pendapat Suna. Tapi aku juga setuju sih. samu juga."

"Aku pukul nih!"

"Tapi itu dulu. [Name] yang sering Suna bicarakan itu [name] yang menyedihkan. Tapi [name]-chan yang sekarang sudah tidak begitu. Alih-alih menyebalkan, dekat denganmu justru menyenagkan."

"Apa-apaan itu." ada panas meraba pipi. Terpaksa aku memalingkan wajah kearah lain.

"Serius. Aku yakin yang berpikir seperti itu bukan cuma aku."

"Sudah... Sudah...  Lebih baik kamu duduk di ruang tamu. Biar aku bikinkan minuman."

"Cemilan juga ya."

Sialan, sekarang aku yang malah jadi babu.

Dicampur rasa dongkol, aku meramu minuman untuk Atsumu. Biar saja rasanya jadi tidak enak.

Walau menyebalkan, apa yang terucap dari mulut Atsumu beberapa menit lalu mampu menambah sedikit keberanianku.

Mungkin di semseta ini akan ada beberapa tetes air mata bila aku menghilang. Dan aku tidak mau itu terjadi. Keberadaanku disini adalah mutlak. Salah tuhan yang melemparku ke semesta ini. Bukan salahku kalau aku tak ingin pulang lagi.

Bunyi bel menggema. Pasti Shin.

"Atsumu!"

Tak ada yang menyahut.

"Atsumu, tolong bukakan pintunya. aku sibuk."

Masih tak ada jawaban.

"Atsumu!"

Sialan.

Sambil membawa cemilan juga minuman untuk Atsumu, aku melangkah kesal ke ruang tamu. Rupanya Atsumu tertidur. Rasa sesal langsung berganti kasihan. Padahal dia habis lari, tapi aku menyuruhnya bersih-bersih. Jahatnya aku.

Bel pintu kembali memanggil. Lantas aku memenuhi panggilan tersebut. Tentunya setelah menaruh nampan di atas meja.

Seperti dugaanku, Shin-senpai.

"Selamat siang [name]."

"Siang senpai."

"Maaf merepotkanmu. Atsumu?"


"Dia tertidur di ruang tamu."

"Tertidur?" Matanya memicing curiga.

"Ah iya, sepertinya dia kelelahan karena habis membantuku bersih-bersih." Aku tertawa canggung diakhir kata.

"Kalau begitu, boleh aku masuk?"

"Tentu."

Shin mengekor di belakangku. Sesampainya di ruang tamu, aku langsung mengumpat kasar. Shin pun langsung menegurku.

Yang membuatku berkata kasar adalah Atsumu yang sedang asik makan cemilan dan meminum jus jeruk. Rupanya tadi hanya pura-pura tertidur.

"Ah Kita-san, lama sekali," ucap Atsumu sambil mengunyah.

Shin menghela napas. "Kamu hanya pura-pura tidur? Menipu itu tidak baik."

Si kuning  membalas dengan senyum canggung. Dan aku hanya bisa berkata, 'mampus!' dari lubuk hati terdalam.

"Bukannya aku sudah memberitahumu kalau tadi pagi aku sibuk." Nada bicaranya tenang, tapi seperti ada penekanan di setiap katanya.

"Oh iya, aku lupa."

Shin menghela napas. "Kalau begitu, kita pindah kerumahku."

"Aku sudah nyaman disini," kata Atsumu. "Kasian juga minuman dan cemilannya."

"Akan kuambilkan kalau begitu. Diam disini, jangan banyak tingkah."

"Shin-senpai ingin ku buatkan jus juga?"

Ia berbalik, tersenyum kecil lalu mengangguk.

"Oke!" satu jempol teracung. "Oh ya, Atsumu kenapa kamu meminta catatan milik Shin-senpai?"

"Tentu saja untuk melengkapi catatanku, kan senin nanti kita ujian."

Mampus, aku lupa!

Tebece

Tinggal menunggu hari melihat anak-anak Inarizaki beraksi :")

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro