Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

˗ˏ one

22 APRIL 2017

in japan—tokyo, 20.49 PM































━━━━━━━━━━━━━━━━━

Langkah mengisi ruang. Diiringi melodi alunan musik klasik, mengisi rungu. Kala insan muda berbalut jubah mandi lantunkan harmoni syahdu. Bersenandung dengan harsa tiada banding kala pintu dibukanya. Temaram sinar menyapa, nona manis ada di sana. Bersembunyi di balik selimut sementara diri dengan nyaman diam. Dalam posisi tidur. Mengerling manis guna tabrakan netra dengan lembayung.

"Sudah lihat?"

Taruna melangkah mendekat. Menaruh gelas berisi wine di atas nakas. Tinggal setengah. Sementara labium menguarkan aroma candu. Mengundang lengan untuk bergelayut di leher sementara lawannya merengkuh. Menyatukan kening, semakin jelas aromanya tercium.

"Iya, sudah. Benar ini tidak masalah?"

"Haha, kau meragukanku? Jangan khawatir, lagipula aktingmu sudah begitu meyakinkan."

Sang punya surai legam memalingkan durja. Elok pula indahnya wajah nona kala pandangi cairan merah, sensasi memabukkan rasa yang mana terkecap di langit mulut.

Izana memiringkan kepala. Anting khas terayun pelan, ikuti gravitasi tatkala dagunya bergerak turun. Lembayung pandangi lamat akan tubuh kecil berbalut bajunya. Begitu menggemaskan dengan laksmi yang tenggelam di dalamnya.

"Bajuku kebesaran ya, (Name)."

Permata sang adiratna, begitu cerah serta tampak terang. Ikut bergulir turun guna memandangi tubuh sendiri. Mengernyitkan alis tak suka. Tak terbiasa, sebab malah baju pria ini yang harus dipakainya.

"Persiapan kamu tidak matang. Belum lagi aku tidak bisa tinggal selamanya di sini," dengusan sebal meluncur dari sang nona. Terbangkan beberapa helai poni dari keningnya. "Apa kata Kakucho nanti?"

Izana tertawa. Setelahnya merengkuh erat daksa serta menenggelamkan wajah. Berbicara dengan suara teredam dalam, tinggalkan samar. Kendati laksmi tetaplah dengar.

"Tenanglah. Aku bisa membodohinya," surai laksana salju menggelitik permukaan leher. "Untuk masalah identitas, aku dapat meminta seseorang untuk memalsukannya."

(Name) terdiam. Berhenti memukul punggung Izana kala rungu disapa larik yang membuatnya tertarik. Lantas diam sejenak kemudian menunduk.

"Oh ya? Pada siapa?"

"Haitani Ran."

Emas membelalak tak percaya. Lengkung kurva bercampur rasa, kala nama rekan yang tak asing memasuki telinga. Refleks pula mendorong sang tuan, timbulkan decak sebab aksinya malah digagalkan.

"Dia kan model baik-baik. Mengapa bisa ... "

Kekehan sinis itu meluncur. Seringai khas terukir kala jemari menyusuri durja elok sang nona. Memandang dengan penuh kasih, mengelus dengan segenap hati. Sayang.

"Oh, (Name)ku begitu polos."

Tersentak, kini adiratna mengingat kembali kejadian yang berlangsung belum lama. Memicingkan mata meski diri tak menolak sentuhan.

"Bagaimana dengan mayat dia? Bukankah sidik jari akan dikenali, serta wajah dia pun tak mirip? Dia hanya memiliki tubuh yang sama denganku!"

"Justru itu!"

Kepala adiratna refleks sedikit dimundurkan. Kini karantala tuan menyentuh permukaan ranjang. Memajukan wajah pula guna menyejajarkan pandang. Menyeringai khas kala surai lembab bergelombang disinari temaram remang oleh ruang.

"Karena wajahmu tidak ada duanya di dunia. Oleh karena itu, dia setidaknya memiliki tubuh yang sama. Gaya rambut yang kebetulan mirip. Jadi, bukankah dia cocok menggantikanmu untuk mati? Dan kita bisa bersama tanpa peduli opini publik."

Membuang pandang, kening ikut mengerut dalam. Bulu mata bergetar, hati berdebar. Takut serta senang. Merasa tidak yakin dengan kematiannya yang dipalsukan.

Serta bukan tubuhnya yang kini tergantung.

"Tapi tetap tidak benar," gumaman begitu lirih hingga tak terdengar. Izana memiringkan kepala bingung sebelum akhirnya memilih bertanya.

"Apa?"

Menggeleng.

"Tidak apa-apa. Hanya merasa sedikit ragu."

Izana hapuskan ukiran kurva pada durja. Mengangguk pelan setelahnya.

"Benar. Akan mencurigakan semakin lama kau ada di sini. Aku harus segera menghubungi Haitani Ran."

"Apa Rindou tidak curiga dengan kakaknya?"

Taruna menggeleng. Bagian yang terbuka, pada perut, mengundang rona. Membuat adiratna memalingkan durja ketika diri membalikkan badan.

"Semua orang memiliki sisi buruk. Dan Rindou, vokalis band Tenjiku serta temanmu itu ... bahkan sama saja dengan kakaknya."

(Name) mengerutkan keningnya dalam. Bibir mengerucut ketika tangan dengan asal meraih bantal. Kendati lampu tak begitu terang, membuatnya melihat samar. Tubuh yang hanya berbalut jubah handuk seolah memamerkan daksa tuannya.

Rona yang menjalar, salah tingkah. Kini bantal tanpa ampun mendarat pada durja rupawan taruna pemilik surai salju.

"Pakai baju yang benar dulu!"

Tak marah, melainkan tertawa. Kini bantal malah dipakainya untuk alas kepala, sementara lembayung pandangi laksmi merona manis. Seringai kembali terukir.

"Haha, iya. Untuk masalah mayat yang kemarin, kamu tidak usah khawatir. Tapi ngomong-ngomong, aku jadi penasaran," kini pandangan itu berubah. "Kau sampai seperti ini. Memalsukan kematian. Membunuh rekan. Mengapa?"

Telapak kaki disapa dingin ubin lantai. Tersentak sebelum akhirnya beralih memakai sandal. Meski kebesaran, tak ada protes yang keluar dari celah labiumnya.

Lantas rungu menangkap larik serta intonasi yang berubah. Kini menolehkan pandang sementara daksa beranjak.

"Mengapa, kau tanya?"

Memandang sayu akan taruna rupawan pengisi relung hati. Yuda tanpa akhir laksana rinai dimusim hujan. Bagai terkena badai. Mereka tenggelam dalam kama. Tak tahu jalan untuk kembali ataupun peduli.

Lengkung manis terukir, mata lantas menyipit. Begitu hangat disorotkan. Tertuju pada lembayung tuan.

"Karena aku mencintaimu."

Karena manusia penuh dengan ego.

Tak peduli dunia. Abai akan semesta. Hanya tentang kesenangan serta dibuat candu semata. Tak akan berlangsung lama.

Seban nyatanya, semua hanya berujung semu.

•••

21 September 2021

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro