❛ં⸼ ᝢ 𝘠𝘰𝘶𝘳 𝘝𝘰𝘪𝘤𝘦| F. Megumi
Your Voice
Pair : Fushiguro Megumi x Reader
Warning : OOC, typo, alur tak sesuai anime atau pun manganya
Jujutsu Kaisen © Akutami Gege
.
.
.
"Megumi, seberapa dalam rasa cintamu padaku?"
***
Murid Jujutsu tahun pertama, Fushiguro Megumi.
Todou bilang, Megumi itu pria yang membosankan. Jangan tanya kenapa.
Bukankah sudah jelas tentang wanita idamannya?
Tapi, siapa sangka seorang Megumi—yang katanya membosankan, dingin, dan berwajah datar itu—menyatakan cintanya pada seseorang!
Menjalin hubungan dengan seorang (Full Name), yang umurnya sudah belasan, namun bersikap layaknya balita tiga tahun.
"(Name), turun. Berhenti main-main."
Gadis dengan kuncir kuda yang tengah berjalan menyeimbangkan diri di atas pagar pembatas, kini menurunkan kedua tangannya. Mengerucutkan bibir, ia menunduk. Menatap Megumi yang berdiri di sebelah kiri.
Wajah Megumi masih sama—tanpa ekspresi—namun tatapannya lebih hangat. Terlihat tegas dan lembut secara bersamaan.
Kedua tangan awalnya berada di saku, hingga Megumi mengeluarkan tangan kanannya. Mengangkatnya ke atas— hanya sanggup mencapai sejajar lutut (Name).
Masih dengan tatapan itu, ia berucap dengan pelan, "pegang tanganku."
Gadis tersebut hanya tersenyum. Rasa kesalnya sirna begitu saja, berganti dengan rasa hangat yang menjalar.
Ia mengabaikan uluran tangan. Tak menggapainya, melainkan melempar tubuhnya sendiri. Menjatuhkannya ke arah lelaki itu.
Memeluk erat lehernya, kemudian tersenyum lebar.
"Tak perlu uluran tangan! Cukup tangkap saja aku!"
***
"Kita berpisah di sini," ujar Nobara. Gadis dengan surai coklat itu tersenyum sebelum beralih menatap (Name)—awalnya ia menatap Megumi.
"Nobara sudah mau pergi?"
"Memangnya kalau aku ikut, kalian mau apa? Pasti mengabaikanku! Kalian pacaran saja tidak pernah lihat tempat dan waktu."
(Name) cekikikan sementara Megumi mendengus geli.
"Bercanda. Aku harus menemui temanku dulu."
Megumi tanpa sadar menceletuk, "memang kau punya teman?"
"Sialan kau!"
Tak membalas, Megumi berbalik.
"Terserahlah. (Name), ayo kembali ke asrama."
Megumi dengan gerakan lembut meraih tangan (Name). Menyelipkan jari jemari, kemudian menggenggamnya dengan erat.
"Uhm!"
***
Megumi mendudukkan diri di sisi ranjang. Ia mengusap pelan rambutnya. Melamun, menatap lantai kayu kecoklatan di bawah sana—tempat ia menapakkan kaki.
Sudah hampir enam bulan ia dan (Name) menjalin hubungan asmara.
Namun, ada satu hal yang tak jarang ia pikirkan.
Pertanyaan yang selalu (Name) tanyakan.
Hampir setiap minggu.
Hampir setiap hari.
Gadis itu, sudah menanyakannya ratusan kali.
Tapi, untuk apa hal itu?
***
"Jangan tanyakan hal itu padaku. Mana bisa aku menghitungnya?"
***
Waktu berlalu begitu cepat.
Kalimat itu sering kali terucap dari bibir para orang dewasa. Disaat sedang bernostalgia, atau merindukan masa lalu. Sering kali ia melihat ke belakang, kemudian memgucapkan kalimat itu.
Megumi tersenyum tipis.
Tahun ke empatnya di sekolah Jujutsu sudah berakhir.
"(Name)?"
"Hm?"
Megumi berdiri di hadapannya. Menunduk, kemudian meraih kedua tangan kekasihnya.
"Megumi?"
Lelaki itu tak menjawab. Hanya terdiam sejenak sebelum mengecup pelan punggung tangan perempuan di hadapannya. Memberikan jarak satu jengkal sebelum berucap dengan nada pelan dan tegas.
"Aku memang tak begitu baik mengungkapkan perasaanku dalam kata-kata. Tapi aku tahu pasti akan satu hal."
Megumi menjauhkan bibirnya dari punggung tangan (Name). Mengangkat pandangan, kemudian menatap lekat-lekat sepasang mata yang perlahan berkilat, memantulkan gambaran dirinya di dalam sepasang manik coklat.
"Aku tahu aku mencintaimu. Aku akan menjagamu. Mengusahakan kebahagiaan untukmu. Jadi, percaya padaku."
Jantung keduanya berdebar. Bertanya-tanya pula apakah akan terdengar oleh satu sama lain. Perutnya terasa digelitik oleh ribuan kupu-kupu, bersamaan dengan dada yang meletup layaknya kembang api.
Perempuan itu tersenyum. Bibirnya membentuk bulan sabit. Terdiam sejenak sebelum ia mengangguk pelan.
"Dan berhentilah bertanya seberapa dalam cintaku padamu. Kau sudah menanyakannya ribuan kali dalam empat tahun terakhir ini."
(Name) sedikit menunduk kemudian tertawa kecil.
"Baiklah, baiklah."
(Name) mengangkat kepalanya, tersenyum sebelum menarik Megumi, dan mendaratkan kecupan manis di bibirnya.
"Aku tak akan bertanya lagi."
"Iya."
"Aku sudah tidak perlu menanyakan hal itu lagi padamu, Megumi."
***
"Ini sama halnya dengan kau bertanya, berapa jumlah tetes air yang turun saat hujan. Kau bisa menghitungnya?"
***
Tangannya terangkat, menggenggam perlahan tangan dengan kulit putih, kemudian menyematkan sebuah cincin di jari manisnya.
"Sekarang, kita sudah resmi bertunangan kan?"
***
"Hm. Tidak, aku tidak perlu menghitungnya. Sudah jelas ... ada banyak. Banyak sekali. Sampai tak terhitung olehku."
***
"Hm? Kau akan pergi? Untuk misi kali ini ... berapa lama?"
"... satu bulan. Maaf."
"Tidak, kau tidak salah. Berjanjilah satu hal padaku, ya?"
"Hm?"
"Saat pulang nanti, kau harus berikan oleh-oleh! Hehe!"
"Hah, dasar."
***
"Megumi, maaf."
***
Sebuah perban putih melingkari lehernya. Cairan kental dengan warna merah pekat merembes. Membuat putihnya perban perlahan berganti menjadi merah darah.
Bibirnya begitu pucat. Tak lagi berwarna merah muda. Kulit kering pada bibir mengelupas, nampak mengenaskan. Senyum serta tawa tak lagi terlihat.
Tetesan air mengalir, terjatuh tepat bersamaan ketika kelopak mata mengerjap. Menuruni pipi, membuat garis sungai kecil.
Sinar matanya kian meredup.
Si surai coklat mendekat. Dengan perlahan berlutut, meraih kedua tangannya.
"(Name) ... kau ... "
Wanita muda itu tak menoleh, hanya menggunakan matanya untuk melirik.
"Dimana ... Megumi?"
Perlahan, tangan kanannya terangkat. Jari telunjuk berdiri satu-satunya, menempel pada bibir.
Ia terdiam sesaat sebelum lirikannya bergulir ke arah jari manis tangannya sendiri.
Dimana sebuah cincin tersemat.
***
"Aku hanya tak ingin menjadi beban bagimu."
***
Gerbang klannya ditutup. Tak membiarkan seorang pun masuk.
Seorang wanita muda kini duduk di atas lantai, kedua tangannya menangkup kepala di sisi ranjang.
Rambutnya terurai berantakan. Matanya kini bergerak menatap jari manis yang tak lagi tersemat cincin.
"(Name)."
Wanita dengan surai coklat berdiri di ambang pintu. Kepalan tangannya perlahan tercipta. Kian menguat tiap detiknya.
"Megumi mengirimmu ratusan pesan. Ponselmu ... kau apakan?"
Yang dipanggil menoleh perlahan.
Si surai coklat menggertakkan gigi.
"Dia menanyakan soal maksud dari cincin yang kau kirim ... dan juga tak bisakah kau balas barang satu pesan pun darinya?"
"..."
"AKU TAHU KAU KEHILANGAN SUARAMU AKIBAT MISI TERAKHIR! BANYAK PARA PENYIHIR YANG KEHILANGAN ANGGOTA TUBUH, TERLUKA PARAH, BAHKAN MATI!!"
Perlahan, matanya memerah.
"Aku tahu ... suaramu adalah segalanya. Siulanmu, senandungmu, nyanyianmu. SUARAMU ADALAH KEKUATAN KUTUKANMU! SUARAMU ADALAH SEGALANYA BAGIMU!!! TAPI KUMOHON ... "
Nobara, wanita itu kini memelankan suaranya.
"Kumohon, jangan hancur seperti ini ... "
***
Satu tahun berlalu. Klan itu masih sama, menutup gerbangnya.
Nobara sendiri tak lagi datang sejak saat itu—ketika kemarahan serta kesedihannya meluap, membuat dia lepas kendali di hadapan (Name).
Namun, tanpa disangka, ia mengunjungu kediaman (Name) setelah satu tahun lamanya. Mengira akan diusir, tapi tanpa ia sangka gerbang sudah dibukakan terlebih dahulu.
Nobara melangkah masuk, kemudian berdiri tepat di hadapan wanita yang mengenakan perban dilehernya— menutupi bekas luka di sana.
"(Name), aku datang."
Wanita itu hanya mengangguk.
Jantung Nobara terasa diremas. Rasanya baru kemarin gadis ini tertawa, serta bertingkah konyol bersama dengannya.
Mengapa bisa semua jadi seperti ini?
Nobara melemaskan kepalan tangannya, kemudian mengeluarkan surat undangan. Tak berbicara, ia mengulurkannya ke arah (Name).
Wanita yang tengah duduk itu memandang dengan wajah bingung.
Nobara tersenyum kecil.
"Kartu undangan pernikahan Fushiguro."
***
Kakinya tanpa sadar berlari tanpa arah. Anggota klan, para pelayan, serta yang lain mencoba menghentikannya.
Namun gagal.
Berlari tanpa alas kaki sepanjang jalan membuat luka gores serta lecet ada dimana-mana.
Tapi, wanita itu tak peduli.
Ia terus berlari, tak peduli puluhan kaki tersandung, terjatuh, mau pun mendapat luka. Garis yang mengeluarkan warna merah, serta cairan merah basah kini tercampur oleh tanah.
Wanita itu kembali terjatuh. Kali ini ia gagal untuk segera bangkit. (Name) meremas dada seraya meneteskan air matanya.
Kaki perlahan berdiri dengan gemetar. Ia bersandar pada pohon, membantu untuk menopang tubuhnya berdiri. Mungkin, ia tengah menyiapkan hatinya.
Tangan dengan gemetar membuka surat.
Namun, ia kembali meragu.
Apakah ia siap untuk ini? Untuk menyaksikan pria yang dicintainya sampai kini bersanding demgan wanita lain?
Sanggupkah ia bertahan, ketika nama lain yang ada di dalam sana?
Memejamkan mata sejenak, (Name) dengan gemetar membuka suratnya.
Tubuh wanita itu membeku. Layaknya patung, ia terdiam dengan mata yang perlahan melebar. Ah— respon apa yang harus dia berikan?
Wajah apa yang ia tunjukkan?
Apa Nobara mempermainkannya? Apa maksud dari semua ini?
Dan pertanyaan paling utama muncul dalam benaknya—
—mengapa, namanya ada di dalam sana?
Belum sempat menunjukkan sebuah respon, suara dari tiga langkah di belakang terdengar.
Perlahan, ia menoleh.
Menatap sosok itu dengan air yang kini kembali mengalir. Bibirnya terbuka, kemudian kembali mengatup.
Sosok itu tersenyum, lalu melangkah mendekat.
"Aku menghabiskan satu tahun untuk mempelajari 'suara'mu."
Tangan sosok itu terangkat, meraih tangan wanita di hadapannya, kemudian menyematkan sebuah cincin di jari manis.
Seulas senyum terbit di wajahnya.
Sosok itu menaruh tangan (Name) di dada kirinya—dimana jantungnya berdetak—, kemudian beralih menaruhnya di dada kiri (Name).
Kemudian, ia kembali menariknya, mengecup punggung tangannya seraya berucap pelan, "... dan aku masih tetap mencintaimu."
Wanita itu terdiam. Otaknya mencoba mencerna segalanya. Tetesan air tak henti-hentinya terjatuh—bahkan ia sendiri bingung cara menghentikannya. Wanita itu lantas membuka mulut, hanga mengeluarkan suara tak jelas dengan sangat pelan.
Namun, sosok itu tersenyum tipis. Mengangguk pelan seakan paham apa yang ditanyakan.
"... Megumi?"
—lebih tepatnya, memastikan.
***
1428 words
30 Maret 2021
Perasaanku aja, atau Megumi diff ini jadi romantis banget? Dichapter Foolish contohnya.
Ngomong-ngomong lupa bilang, mungkin beberapa ada yang ngerasa familiar. Ini kisah yang dari soal bahasa inggris itu, hahahaha. Gemes banget aslii
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro