❛ં⸼ ᝢ 𝘔𝘰𝘰𝘯𝘨𝘭𝘢𝘥𝘦| O. Yuta
Moonglade
Pair : Okkotsu Yuta x Reader
Warning : OOC, typo, alur tak sesuai anime/manganya
Jujutsu Kaisen © Gege Akutami
Plot by Lemonara
.
.
.
Moonglade
(n.) pantulan sinar bulan pada air
.
.
.
Berlibur ke Kyoto, lelaki itu kini mendapat kesialan.
"Ah ... ini dimana?"
Ia bertanya lirih. Kunang-kunang di sekitar tak menjawab. Hanya mencoba tuk membantu dengan cahayanya.
"Bagaimana bisa aku tersesat?"
Menggigit bibir bawah, lelaki itu terus berjalan tanpa arah.
Sedikit tersentak kala ia temukan sebuah danau yang nampak begitu indah, kepala yang tertunduk kini melihat pantulannya dalam air. Sedikit mengangkat kepala, rembulan yang bersinar nampak cantik dengan segala macam dekorasi dari alam.
Sebuah baru dilempar pada batang air. Empat loncatan, batu berakhir karam. Bayangan rembulan hancur. Air bergejolak.
Sedikit tersentak, lelaki itu kini menoleh ke arah pelaku.
"K-kamu ... "
Mata sayunya nampak mati dengan aura suram mendominasi. Dia duduk sendirian di atas lebatnya rumput dengan ribuan teman alam. Kunang yang lewat tuk mencuri perhatian, jangkrik yang memamerkan suaranya, serta serangga lain yang ikut menemani.
Menoleh, seulas senyun dilempar dengan mata yang begitu redup.
"Ah ... kau. Sepertinya ... kau tersesat ya?"
"..."
Lelaki itu bergerak gelisah. Kepala mengangguk ragu dengan tangan yang bertautan. Sekali-kali, manik mencuri pandang sosok tersebut.
Dia tersenyum.
Dia begitu cantik.
Dia persis seperti sosok dewi dalam negeri dongeng.
—tapi dia mati.
***
Yuta tahu itu. Ia tahu ada yang aneh dengan gadis—ah ralat. Lebih tepatnya wanita muda yang ia temui kemarin. Dilihat dari penampilan, ia sepertinya berkepala dua.
Benar bukan? Ada yang aneh dengan wanita itu. Selain mengenakan kimono putih di dalam hutan, apalagi dizaman sekarang, apa yang dilakukannya di sana pada larut malam seperti itu?
Yuta tak bisa berhenti memikirkannya. Cukup muak dengan semua asumsi yang ia pikirkan sejak kemarin, dirinya kini berada di hutan. Mengabaikan resiko ia akan kembali tersesat, Yuta dengan gugup melangkah maju.
"Kau datang lagi? Apa kau tersesat lagi, bocah?"
Yuta mengerutkan kening dengan bibir yang sedikit ia majukan. Rona merah pun kini tak luput dari wajahnya.
"B-bocah ... "
Dan masih sama seperti kemarin. Kimono serta semuanya. Tak ada yang berubah. Kegiatannya yang terkadang melempar batu ke tengah danau pun kini kembali ia ulang.
"Lalu, apa yang kau lakukan di sini?"
"A-aku ... "
"Ini sudah larut malam loh,"
Yuta dengan gugup menggigit bibir bawahnya. Mata bergerak ke sana kemari dengan gelisah. Jari yang tertaut, kini saling mengetuk. Keringat dingin serta jantungnya yang berdebar pun menemani.
"Boleh ... aku menemanimu?"
Dan kala itu, sepasang manik redup mulai menyala. Tangannya terulur ke atas guna mencapai cahaya. Dirinya yang kesepian, kini mulai mengerti kehangatan. Seulas senyum kembali ia lempar.
"Boleh,"
***
"Yuta, yakin kau akan terus menghabiskan waktu malammu di sini denganku? Wanita sepertiku?"
Wanita itu bertanya seraya menoleh ke arah kiri. Di atas lebatnya rumput, juga tepat di sampingnya. Lelaki pemalu yang tengah duduk memeluk lutut mengangguk kaku.
"I-iya,"
Mengalihkan pandangan ke arah danau, sepasang manik redup yang mulai hidup, kini memantulkan cahayanya.
"Kalau kau terus di sini, bersamaku, akan banyak yang mulai curiga. Banyak juga yang akan membencimu. Kau tahu, aku ini diasingkan,"
Yuta merasakan dadanya berdenyut.
"Jangan!"
"Eh?"
"Jangan bicara seperti itu! Bagiku, (Name) adalah wanita yang baik. Jangan bicara seolah dirimu itu perempua—"
Merasakan tatapan shock dari wanita di sampingnya, Yuta diam membatu. Sedetik kemudian, wajahnya memerah padam seraya melambaikan kedua tangannya dengan cepat secara gelisah.
"B-b-bukan!! M-maksudku!!! I-itu!!!"
"Pfft—"
Kekehan lolos dari bibir mungilnya. Sepasang manik (Eyes Color) menatapnya lembut.
"Terima kasih,"
Dirasakan pipi memerah dengan wajah yang memabas. Yuta sadar. Itu adalah tawa serta senyumnya yang tulus. Yuta tahu.
—wanita itu sudah lebih hidup.
***
"Aku tak suka kau bicara seperti itu!"
Yuta berujar kesal. Entah dapat dari mana keberaniannya itu, Yuta kini sedikit membentak. Bukannya takut, wanita di sampingnya malah merasa gemas.
Ya, Yuta tengah marah. Yuta tak suka ketika wanita itu mulai membicarakan tentang dirinya dalam artian buruk. Wanita rendahanlah, perempuan terkutuklah, atau apalah.
"Yuta, kau tahu? Di tempat ini, malam adalah waktu favoritku. Dan pantulan bulan dalam air adalah pemandangan indah bagiku. Aku tak pernah bosan melihatnya. Apalagi bersamamu,"
Yuta yang mendengarnya, kini mulai menoleh.
Bukan sapaan wajah yang biasanya ia dapatkan, melainkan kecupan di pipi.
"..."
Pipi memerah. Jantung berpacu dengan lebih cepat. Napas tercekat dengan manik membola. Tangan Yuta angkat tuk mengelus pipi kanannya dengan kaku.
"A-apa—"
Wanita itu tersenyum.
"Jangan marah lagi ya,"
"K-kan tak ada hubungannya!"
***
"Maaf, aku harus kembali ke Tokyo,"
Yuta berujar dengan nada sedih. Sepasang manik biru gelapnya memancarkan kesedihan yang mendalam. Ia tak rela bila berpisah dengan kekasihnya disaat seperti ini.
Wanita itu kini terdiam dengan perasaan berkecamuk.
Ia tak ingin Yuta pergi, ia tak ingin kembali sendirian.
Tapi, haruskah ia memaksakan kehendaknya dengan bersikap egois?
Yuta terdiam. Harap-harap wanita itu mencegahnya.
"Yuta,"
Dan, kini manik membola kala bukan apa yang ia harapkan terucap.
"Pergilah,"
Alih-alih memintanya tuk singgah, suruhan tuk pergi ia ujarkan. Yuta tersenyum sendu.
Ia tahu.
Tanpa wanita itu ucapkan, Yuta tahu. Bahwa (Name)—wanita yang lebih tua tiga tahun darinya, sekaligus kini menjadi pacarnya— sedang menahan perasaannya.
Bibir membentuk kurva. Mata menyipit dengan selaput bening. Pandangan begitu sendu.
Ia takut tuk kembali sendirian. Dan, Yuta paham itu.
"Tenanglah, (Name). Kau tak akan sendirian. Ribuan bintang akan menemanimu. Menggantikanku. Dan jika kau rindu padaku," jeda sesaat.
Pemuda itu tersenyun tipis. Sang kekasih kini menenggadah tuk menatapnya.
"Maka, tataplah sinar bulan pada air. Tak pernah absen kita melakukannya. Dan jika kau melihat pantulan sinar rembulan, ingatlah aku. Kuharap dengan itu, hatimu akan menghangat. Aku akan merindukanmu. Aku ... mencintaimu. (Full Name),"
***
Diri memang terkejut kala itu. Saat pacarnya—Yuta— yang notabenenya adalah lelaki pemalu, mengatakan hal romantis tanpa rasa gugup.
Jangkrik bertanya tuk menghancurkan rasa sepi. Kunang-kunang kini lewat di hadapan sang wanita, dengan harapan cahayanya dapat kembali menghidupkannya. Angin dingin malam ini terasa menusuk.
Tak ada Yuta yang menemani. Tak ada yang memeluknya kini. Hanya ada ia sendiri.
"Jika kau merindukanku, maka tataplah sinar bulan pada air,"
Kalimat Yuta tempo hari terngiang-ngiang di kepalanya.
Mendongak, kini kepala yang tadinya menunduk menatap indurasmi pada air danau.
Begitu indah dengan ribuan bintang sebagai pelengkap.
Dan, di tengah malam kelam, seulas senyum diberikan. Kedua tangan memeluk diri dengan erat. Manik terpejam. Membiarkan jiwanya berkelana dalam alam.
Dia tak pernah sendiri. Tak lagi. Yuta selalu ada di sisi. Meski raga tak ada di sana, jiwa selalu di sini. Dan kini, ribuan bintang pada langit menemani hingga akhir malam.
***
Satu tahun kemudian
Wanita itu berdiri. Berjalan ke tengah hutan, batu besar menjadi tujuan. Duduk memeluk lutut, kini ia merasa sepi.
Satu tahun berlalu. Tak ada kabar maupun kunjungan dari kekasihnya. Meski begitu, ia tetap menunggu.
Semak yang berisik dengan tak wajar terdengar. Mata menatap tajam asal suara. Namun, kini manik melembut dengan bibir bergetar. Sosok di sana mengulas senyum tipis.
"Aku kembali ... (Name),"
Omake
Yuta di Tokyo
"Yuta~"
Menoleh ke arah Panda, Yuta mengulas senyum tipis.
"Ya?"
Panda terkekeh. Maki di sebelahnya kini bersedekap.
"Kau mau kucarikan pacar tidak? Semenjak kembali dari Kyoto, kau terlihat murung terus sih,"
Yuta tersenyum sendu. Menenggadah, birunya jumantara disertai lukisan awan terlihat. Sesekali, burung yang ikut melintas mengepakkan sayap.
Yuta berucap.
"Tidak,"
"Eh? Mengapa?"
Menoleh ke arah Maki, senyum lebar ia tunjukkan.
"Ada hati yang harus kujaga,"
***
1191 words
2 Desember 2020
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro