❛ં⸼ ᝢ 𝘍𝘰𝘰𝘭𝘪𝘴𝘩| Triangle
Foolish
Request : mintminty__
Pair : Fushiguro Megumi x Reader x Fushiguro Toji
Warning : OOC, typo, alur tak sesuai anime atau pun manganya
Jujutsu Kaisen © Gege Akutami
Plot by Lemonara
.
.
.
Terlalu biasa jika mengalami cinta segitiga dengan teman. Terlalu biasa juga jika mengalaminya dengan sahabat.
Lantas, bagaimana rasanya jika mengalaminya dengan ayah sendiri? Terlebih, si pujaan hati yang menjadi incaran adalah pacarnya.
Bukankah hal ini membuat semua itu terasa lebih menyakitkan?
Jika orang lain, mungkin Megumi akan belajar mengikhlaskan. Mungkin juga Megumi akan merelakan meski membutuhkan waktu yang tak singkat.
Namun, bukankah semua ini menjadi lebih sulit? Terlebih ... Toji adalah orang yang menjadi saingannya.
Ayahnya sendiri.
Fushiguro Toji.
***
Jemari yang tertaut kini menari di atas angin. Bergoyang ke depan ke belakang.
Senyum lebar tak kunjung sirna sejak mentari menampakkan diri. Sepertinya, suasana hati sang gadis sedang baik.
Tentu saja, siapa yang tak senang bila kekasihnya mengatakan bahwa ia akan mengenalkanmu pada keluarga—ayahnya?
"Kau nampak bahagia sekali,"
Megumi berucap disertai senyuman tipis. Dengusan geli ikut keluar kala deretan gigi putih terus dipamerkan.
"Tentu saja! Aku kan mau bertemu dengan calon mertuaku!"
Megumi menggelengkan kepalanya. Ia terkekeh dalam hati. Menertawakan tingkah konyol pacarnya.
"Dia agak dingin,"
"Akan kulelehkan!"
Megumi menoleh. Menaikkan sebelah alis, ia tersenyum tipis.
"Memangnya bisa?"
***
Toji adalah seseorang dengan kepribadian yang tenang. Dingin pula layaknya kutub utara.
Namun ... siapa sangka, bila gadis biasa seperti dirimu berhasil menaklukkan hatinya?
"Toji-san, Toji-san ... salam kenal~!"
***
Toji merasakannya. Akan sensasi aneh yang tak henti datang kala sosoknya berkunjung. Menyapa, bahkan satu kata membuat gila.
Sekadar melambai atau mungkin melempar senyum, cukup untuk jantungnya berdisko ria.
Toji tahu ini salah. (Name) adalah kekasih dari anaknya sendiri. Lantas, haruskah ia mundur dan menyerah? Atau maju dan menantang anak?
"Aku menyukaimu. Putuslah dengan Megumi. Jadi milikku saja,"
Dan, deklarasi perang dengan sang anak dikibarkan. Kemenangan tentu tak ditentukan oleh mereka. Melainkan pujaan hati yang direbutkan.
Dan mungkin, pilihan yang sekarang ia ambil, akan menjadi keputusan yang ia sesali esok hari.
***
Megumi mengerutkan keningnya tak paham. Perasaan yang tak asing kembali muncul. Akan sesuatu yang ia tahu kan terjadi—walau sesungguhnya saat itu ia tak yakin.
Dada berdenyut nyeri dengan bibir bawah yang digigit. Kencang. Hingga cairan dengan warna merah pekat berbau amis keluar. Dikecap lidah, Megumi menatap sang lawan bicara.
"Apa maksudmu?"
"Maaf, aku mau kita putus. Aku ... aku jatuh cinta dengan Toji—"
Kepalan tangan tercipta. Menyalurkan rasa dalam hati yang menyesakkan dada.
"Dan meninggalkan aku? Begitu maksudmu huh?"
(Name) menggekeng.
"Aku ... aku minta maaf ... "
Tak mungkin tangan melayang pada sang terkasih hanya karena ini. Megumi tentu tak setega itu. Ia hanya terdiam dengan kening berkerut. Dengan kelopak mata yang sesekali digerakkan, selaput bening tak kunjung terjatuh. Gigi tak lagi menggigit bibir, kini beralih membuka mulut. Mengucapkan satu kalimat menyesakkan dengan seribu satu penderitaan.
"Kau ... kau jahat, (Name),"
***
Toji rasakan penyesalan yang mendalam kala ia mendapati sang anak nampak begitu terluka. Saat ia bermesraan dengan 'kekasih'nya, sepasang mata yang terluka menatap dari jauh. Toji tak setega itu, mungkin.
Tangan yang melingkar di pinggangnya, kini perlahan terlepas. Dengan tiba-tiba. Tentu sang gadis memasang wajah bingung. Menenggadah, sosok yang lebih tinggi darinya memasang wajah datar.
"Bagaimana ... "
"Hm? Kenapa, Toji-san?"
"Tidak,"
Tidak. Toji tak bisa melepaskannya.
***
(Name) menyadarinya. Akan rasa kehilangan kala sosok yang biasanya mengisi hari bersama, kini menghilang entah kemana. Walau pada kenyataannya selalu ada di sana. Mengawasinya.
"Aku rindu,"
Bibir berucap lirih. Mengadu pada bulan, si gadis kini bercerita. Akan beban pikiran yang mengganggunya.
"Aku ... aku merasa sepi tanpanya,"
Maka, lepaskan.
Ingin sekali dunia berkata begitu. Andaikan bulan berbentuk manusia, dan dapat erbicara, mungkin sekarang ia akan mengatakan ini,
"Lepaskan Toji, dan kembali pada Megumi,"
***
Dengan likuid bening yang mengalir, senandika yang sedari dulu berteriak kini menyadarkan sang pemilik hati.
Bahwa kenyataannya, yang ia cintai adalah Megumi.
Bukan Toji.
Meski bermarga sama, sifat keduanya tentu berbeda. Satu bulan sudah cukup untuk menjadi bukti bahwa hilangnya Megumi dari sapaan pagi hari, membuatnya merasa sepi.
Baik pikiran dan juga hati.
"Kumohon ... berikan aku kesempatan kedua,"
Sang gadis kini menunduk. Jari jemari dengan lancang menggenggam ujung lengan seragam Megumi.
Air yang menetes kala kata yang menyiratkan penyesalan terucap, kini terjatuh. Menetes pada tanah. Membuat tiap butirannya kini menyatu dengan air sebagai perekat.
Megumi berdecih. Tertawa miris akan sang gadis yang tempo hari menyakitinya, meninggalkan luka yang menganga lebar dalam hati, kini memohon meminta kesempatan.
Megumi menyentakkan tangannya. Mata menyipit dengan bibir yang bersiap tuk berucap dengan suara rendah.
"Kau tahu? Hanya orang bodoh yang akan memberi kesempatan kedua pada orang yang sudah memberikannya luka,"
Sang gadis semakin menundukkan kepala. Dadanya yang terasa nyeri kala bibir lawan bicara mengucapkan hal itu, kini berdenyut. Mengulum bibir, bagian bawah ia gigit.
Perlahan, tubuh mulai gemetar. Kelopak mata tak kunjung bergerak dengan likuid bening yang kini menumpuk di pelupuk.
Hati mulai menjerit menyuarakan rasa sesal. Senandika tak henti bertanya perihal masa lalu. Mengapa bisa ia dengan tega meninggalkan Megumi, sementara hati yang ragu belum menempatkan diri untuk singgah pada salah satu insan?
Sang gadis membeku layaknya patung. Tercekat, ia seakan lupa dengan yang namanya bernapas.
Kedua tangan melingkar di tubuhnya. Perlahan, merengkuh hangat dan membenamkan wajah sang gadis pada dada empunya. Membiarkan bajunya kini dibasahi okeh rembesan air mata.
Hangat.
"... dan, aku adalah orang bodoh itu,"
Ya. Sebut saja Megumi bodoh. Karena kenyataannya ... memang begitu.
***
880 words
25 Desember 2020
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro