❛ં⸼ ᝢ 𝘈𝘮𝘦𝘳𝘵𝘢| R. Sukuna
Amerta
Request : s4rden_abc
Pair : Ryomen Sukuna x Reader
Warning : OOC, typo, alur tidak sesuai anime/manganya
Jujutsu Kaisen © Gege Akutami
Ploy by Lemonara
Note : karena banyak yang minta sequel and ada request, oneshoot kali ini ada hubungannya dengan chapter 'Human | R. Sukuna', jadi bagi yang belum baca, baca dulu yang itu ya biar gak bingung
.
.
.
Amerta
(n.) tidak dapat mati; abadi: tidak terlupakan
.
.
.
Jatuh cinta lalu move on beberapa bulan kemudian merupakan sebuah kejadian yang sudah sangat biasa. Tapi, pernahkah kau jatuh cinta dan tidak bisa memikirkan hal lain selain dia selama berabad-abad?
Bahkan setelah membantai ratusan manusia kala itu, puas tak terasa, amarah pun tak mereda. Mencoba lupa namun tak bisa. Sungguh menyakitkan.
Setelah disegel, malangnya ia malah mendapat wadah seorang Itadori Yuuji.
"Oi oi bocah,"
Yuuji yang saat itu tengah berdiri di tengah lautan darah, menenggadah guna menatap puncak dari tumpukan mayat.
"Kau ... "
Sukuna mengukir senyum sinis.
"Jangan menatapku seperti itu heh, fuyukai da,"
***
Di belahan bumi yang lain, tepatnya di Shibuya. Wanita yang sekiranya berkepala dua berdiri di atas pagar pembatas. Rambutnya yang terkuncir tinggi menari cepat. Tanpa melihat, ia tahu semua lewat insting.
Selapis kain putih menutupi mata merupakan ciri khasnya.
"Siapa di sana?"
Sedikit menoleh ke belakang, kepala seseorang menyembul dari balik dinding.
"Yo, ini aku,"
"Ah, Gojou rupanya,"
Satoru muncul dari balik dinding. Dengan senyum khas dan kedua tangan dalam saku, ia berjalan mendekati wanita tersebut.
"Padahal aku lebih tua darimu tiga tahun. Tapi kau tidak pakai embel-embel san atau semacamnya ya?"
Wanita itu tersenyum lembut.
"Sudah delapan tahun kenal, dan kau baru mempermasalahkan itu, Gojou?"
Satoru terkekeh.
"Oh ya, mengapa kau ada di sini? Bukankah seharusnya kau pergi ke Shinjuku?"
Satoru mengangguk.
"Urusanku sudah selesai. Oleh-oleh juga kudapatkan,"
Satoru memamerkan paperbag yang ia pegang di tangan kanan.
"Begitukah? Cepat kali. Jarak dari sana ke sini kan jauh,"
"Teleport~"
"..."
Wanita itu kembali menatap ke depan.
"Kau sudah selesai?"
"Sudah,"
"Kalau begitu, ayo kita pulang. Kembali ke Tokyo, (Name),"
***
"Kontrak?"
Yuuji mengerutkan keningnya tak paham. Sukuna menopang dagu lalu kembali tersenyum dengan khasnya.
"Ya. Kontrak,"
"He? Tapi apa untungnya bagiku? Selain itu, tak ada jaminan kau tak akan mengacau!"
Yuuji menggeram.
"Kukira dia hanya bocah dungu,"
"Untung ya? Entahlah. Lagipula, ini kontrak. Kontrak~ jadi, aku tak mungkin mengingkarinya. Juga, ada satu orang yang ingin kutemui,"
Yuuki memasang wajah bingung dan memberikan pandangan seolah bertanya 'apa maksudmu?'
"Kau mengenalnya, bocah."
***
Menginjakkan kaki pada rumput liar, kunang-kunang di dalam hutan kini menerangi jalannya. Tak perlu melihat, insting sudah lebih dulu beraksi.
Memegangi permukaan kasar kulit pohon, ia menoleh pada sosok yang tengah duduk di atas batu.
"Itadori?"
Lelaki itu menoleh.
"Ah, (Lastname)-sensei,"
(Name) berjalan mendekatinya.
"Ada apa meminta bertemu malam-malam di tempat begini?"
Yuuji yang tengah duduk bertumpu pada batu, kini menunduk. Hening sejenak.
"Ada ... yang mau bertemu denganmu,"
Memasang wajah bingung, (Name) terdiam. Yuuji memejamkan matanya. Sedetik kemudian, ia membuka mata dengan tanda di wajahnya. Ia menoleh ke arah (Name) dengan sebuah seringai yang terlukis diwajahnya.
"Yo ... onna,"
***
"Jangan menatapku seperti itu. Fuyukai da,"
"Boleh aku melihat wajahmu?"
"Aku ingin melihat wajahmu ... Sukuna. Izinkan aku, ya?"
"Bagaimana caranya?"
"Menyentuh wajahmu,"
"..."
"Kau tak takut padaku?"
"Aku takut kok,"
"Wanita aneh,"
"Dan jika aku mati, apa kau akan bersedih?"
"Tidak. Untuk apa aku bersedih atas meninggalnya makhluk fana sepertimu?"
"Jika ... suatu saat kita harus berpisah, bagaimana?"
"Berhenti membicarakan hal seperti itu. Fuyukai da,"
"OI ONNAAA!!!"
"Aku mencintaimu ... Ryomen Sukuna,"
***
Layaknya rekaman kaset rusak, semua yang ia jalani dikehidupannya yang lalu kini muncul secara bersamaan. Dalam satu waktu, kepalanya yang dijejali ribuan kenangan kini terasa ingin meledak.
Terdiam, dirinya tak mampu berkata-kata. Yuuji—ah maaf.
"Ada apa?"
Haruskah sekarang ia dipanggil—
"Sukuna ... ?"
Hei, apa kalian tahu mengapa wanita ini memakai sehelai kain? Untuk insting? Atau fashion? Atau apa?
Sayang sekali, sepertinya sebagian besar dari kalian salah menebaknya.
Ia menutup matanya. Sebab, ada satu suara ... yang begitu ia sukai, yang menjadi favoritnya, dan suara yang membuatnya jatuh cinta.
Jangan tanya siapa. Sepertinya kalian sudah tahu.
"A-apa ... ?"
Wanita itu mundur selangkah dengan tubuh bergetar. Sukuna berdiri. Pria itu berjalan mendekat.
"Tidak merindukanku huh? Aku menunggumu ratusan tahun lamanya, wanita sialan,"
"..."
Membekap mulut, sehelai kain yang menutupi matanya kini membasah.
"Oi onna. Dulu kau tak bisa melihatku kan? Apa sekarang juga sama?"
Dengan cukup lancang, pria itu meraih tangan kanan (Name). Membawanya tuk mengelus perlahan permukaan wajahnya.
"Atau ... kau bisa 'melihat'nya?"
Wanita itu mengangguk cepat.
"Kalau begitu ... lihatlah,"
Perlahan tapi pasti, sehelai kain itu dilepas. Terjatuh di atas lebatnya rerumputan. Kini, sepasang mata yang tertutup terlihat.
Sukuna melepaskan genggamannya pada tangan sang wanita. Kini, ia kembali melangkah mendekat. Kedua tangan terangkat menangkup pipinya.
"Buka matamu,"
Sepasang kelopak mata kini terbuka dengan perlahan. Manik (Eyes Color) terlihat begitu indah dibawah cahaya rembulan. Dalamnya, membuat Sukuna tenggelam.
Wanita itu kembali meneteskan likuid bening. Mengulum senyum, bibirnya bergetar hanya untuk mengucapkan sebuah kalimat.
"Aku bisa melihatmu,"
Sukuna tersenyum. Bukan senyum sinis, melainkan senyum lega. Parasnya yang begitu indah, terlihat sempurna layaknya dewa Yunani.
"Sekarang, tutup matamu,"
Sang wanita merasa bingung. Tak sempat mengatakan satu patah katapun, sebuah tangan kekar menyusup dan melingkari pinggangnya—menariknya mendekat. Tangan lainnya kini mengangkat dagu si wanita.
"Ap—"
Membulatkan bola matanya tak percaya, wanita itu merasakan sensasi yang aneh. Sesuatu yang hangat, kenyal, dan lembut menyentuh permukaan bibirnya. Butuh waktu untuk mencerna semuanya.
Paham, wajahnya kini memerah padam. Jantungnya berdetak dengan kencang. Wanita itu tersenyum tipis. Kedua tangan ia taruh didada sang pria. Memejamkan mata, bibirnya membalas lembut ciuman tersebut.
Menjauhkan wajah, jarak tak banyak bertambah. Kening disatukan dengan wajah yang merona.
"Maaf ... membuatmu menunggu untuk waktu yang begitu lama, Sukuna,"
"Hmph, dasar. Mau ribuan tahun pun, akan kutunggu dirimu. Sebab aku itu ... abadi,"
Hei, kau tahu apa saja yang abadi? Banyak orang yang mengatakan, bahwa tak ada yang abadi didunia ini.
Ada.
Sukuna abadi.
Tapi ... ada satu lagi.
Lebih kuat. Tak akan mati. Tak akan menghilang. Tak akan lupa meski ribuan kali mencoba tuk lupa.
Sepertinya kau sudah tahu apa jawabannya. Iya, cinta itu abadi.
Amerta.
***
Omake
"Yo (Name)— astaga! Maaf aku mengganggu kalian, Yuuji, (Name),"
"Tunggu, Gojou—"
"Tapi tak kusangka seleramu yang lebih tua sepertinya,"
"Hah? Bicara apa kau ini? Kau mengira aku itu bocah ini?"
"Gojou, kau salah paham. Dia Sukuna,"
"..."
"..."
"Ha'i?"
***
1038 words
17 November 2020
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro