03. Misterius
Vay menatap dirinya ke arah cermin. Ah, sungguh. Mengenakan celana jeans tanpa 'robekan', mengenakan kemeja flanel kotak-kotak yang menutupi seluruh lengan, serta model rambut yang dipendekkan dan disisir rapi. R-A-P-I. Iya, RAPI! Bukan itu image-nya. Vay seolah menjadi orang lain dalam sekejap hanya gara-gara ia menyetujui persyaratan yang diajukan Sohyun.
"Kalau begini, kau terlihat jauh lebih manusiawi dan tidak seperti penjahat. Ngomong-ngomong, pakaian ayahku cocok juga di tubuhmu."
"Oh ayolah, ini tidak keren!"
"Keren atau tidak, aku yang memutuskan. Kalau kau mau bekerja di sini, satu, kau harus rapi."
Vay tak berkutik. Ia akan melakukan apapun demi bisa bertahan hidup. Menjadi sedikit lebih rapi juga tidak masalah. Namun, ada persyaratan lain yang diminta Sohyun, yang Vay sendiri bahkan tidak mengerti jalan pikiran gadis itu.
"Berpenampilan rapi cukup masuk akal. Tapi kenapa kau memintaku untuk tinggal di rumahmu juga?"
Sohyun duduk di sofa sambil menyilangkan kaki. Ia menatap Vay intens. Raut mukanya sangat serius sampai-sampai membuat Vay merinding. Tanpa aba-aba, Vay ikut duduk di sebelah Sohyun, menyimak gadis itu.
"Kau tau, aku dan ibuku hanya tinggal berdua. Dan kami tidak sekuat itu untuk melindungi diri sendiri. Aku tidak meminta banyak. Selama kau tinggal di sini, kau hanya harus menjaga rumahku dan seisinya. Termasuk aku dan ibuku."
Sohyun merenungkan kejadian beberapa hari lalu. Orang seperti Sooin dan Yebin tentu tidak hanya satu. Ada kemungkinan di lain hari Sohyun akan menghadapi masalah yang sama, yang mungkin jauh lebih besar.
"Kau mempercayaiku?"
Sohyun tersenyum sinis. "Aku mempercayai ibuku. Ibuku tidak mungkin salah menilaimu. Buktikan kalau kau orang baik."
Sohyun beranjak dari sofa, sementara Vay masih terdiam di posisinya. Mendengar ucapan Sohyun, bibir Vay tersenyum lebar karena itu pertama kalinya seseorang menaruh harapan padanya dan mempercayainya.
"Apa yang kau lakukan? Cepat bekerja!"
"Siap, Nona muda!"
"Cih."
***
Pada dasarnya, Vay orang yang sangat telaten. Berbanding terbalik dari penampilannya yang urakan, Vay jauh lebih ramah dan pandai bersosialisasi. Belakangan ini Sohyun amati, Vay melayani pelanggan dengan antusias. Bahkan seringkali ia dapati Vay tengah bercanda dan mengobrol dengan mereka. Vay bekerja dengan sangat baik, terutama saat berurusan dengan pelanggan secara langsung. Berbeda halnya dengan pekerjaan dapur.
"Bukan begitu! Seharusnya kau bersihkan dulu udangnya sebelum direbus, lakukan seperti ini."
Sohyun mencontohkan bagaimana cara membersihkan kotoran udang sebelum menaruhnya ke dalam panci. Gadis itu agaknya nyaris dibuat hipertensi. Mengurus Vay di dapur bukanlah hal yang mudah. Pria itu bahkan hampir melukai orang lain dengan kecerobohannya. Misalnya, hampir menumpahkan air panas ke tangan Sohyun, atau hampir melukai jarinya sendiri saat mengayunkan pisau.
"Kau payah juga melakukan pekerjaan dapur. Sudahlah, biar aku dan ibuku yang melanjutkan semua ini. Kau berjaga di depan dan sambutlah pelanggan yang datang."
"Baik. Maafkan aku," sesal Vay.
Jam-jam sibuk berakhir tanpa disadari. Kini mereka tengah beristirahat. Sohyun mengambil ponselnya yang tadi sedang diisi baterai.
Belum ada notifikasi sama sekali. Gadis itu tampak sedikit kecewa dan sedih. Sudah lebih dari dua hari Kim tidak menghubunginya. Apa pria itu sudah melupakan Sohyun? Atau lebih parahnya, bagaimana jika ia meng-uninstall aplikasi ChitChat?
Twit... Twit...
Sebuah notifikasi khas seperti suara burung lovebird muncul dari ponsel Sohyun. Gadis itu seketika gembira mengetahui bahwa orang yang ia sedang pikirkan mengiriminya pesan.
Sohyun, apa kabar? Maaf, belakangan ini aku sibuk.
Aku baik-baik saja. Bagaimana denganmu? Apakah kau sibuk dengan pekerjaanmu?
Yah, begitulah. Kau ingat kan kalau aku baru saja diterima kerja di tempat impianku? Dan setelah dijalani, rasanya cukup sulit T_T
Jangan khawatir. Kau pasti bisa melakukannya! Aku percaya padamu, fighting!!❤️
Ada apa ini? Tumben sekali kau menyelipkan hati @_@
Memangnya tidak boleh?❤️❤️❤️❤️❤️
Sohyun tergelak tawa. Ia sangat suka menggoda Kim. Terlebih dengan hal-hal sederhana seperti menambahkan emoji yang tidak biasa.
Mengenal Kim selama setahun dan menganggapnya sebagai teman terdekat bukan berarti Sohyun mengetahui segala hal tentangnya. Pria itu masih menjadi misterius. Mulai dari usia, nama asli, tempat tinggal, pekerjaan, dan lain-lain. Anehnya, meskipun mencurigakan, Sohyun sedikitpun tidak merasa takut tertipu. Entah karena penilaian Sohyun yang begitu jelek, atau memang sesungguhnya Kim adalah orang baik yang tidak punya niat jahat apapun.
Terkadang Kim terlihat penuh energi. Layaknya anak-anak remaja-dewasa. Namun di satu waktu, pernah sekali ia bersikap bijaksana. Ketika Sohyun berada di titik terendahnya merindukan sosok sang ayah, Kim datang dan menghiburnya dengan pesan panjang-lebar. Intinya, Kim adalah orang yang perhatian dan pengertian. Tidak peduli bagaimana fisik Kim, rupawan atau pas-pasan, Sohyun sepertinya akan tetap jatuh cinta karena perlakuan pria itu yang begitu istimewa padanya.
Hey, apa kau tidak mau bertemu langsung denganku? Kupikir akan menyenangkan..👉🏻👈🏻
Kalau kau bertemu denganku secara langsung, aku yakin kau akan kabur
Maksudmu?
Beberapa menit berlalu, Sohyun ditinggalkan Kim dengan rasa penasaran yang begitu dalam. Mengapa ia harus kabur setelah bertemu dengan Kim? Memangnya ada yang salah dari diri Kim?
"Nona muda?!" Vay datang mengagetkan.
"Astaga!" Sohyun memegang dadanya seolah-olah jantungnya hampir meledak. "Tidak bisakah kau datang baik-baik dan tidak teriak? Ada apa sih?"
"Ahaha, maaf. Kita harus nengantar pesanan."
"Kita? Maksudmu 'kau'?" Sohyun menunjuk Vay.
"Kita. Kau dan aku."
"Tidak mau! Kenapa aku harus ikut? Kau disini bekerja untuk membantu kami kan, jadi kau saja. Kau kan juga digaji."
"Tidak bisa, pesanannya cukup banyak. Lagipula jam makan siang sudah berakhir, Bibi tidak akan kerepotan kalau kita tinggalkan."
"Ah.... Tidak mau...." Sohyun merengek. Dalam hati ia merasa kesal. Semua gara-gara Kim tidak melanjutkan obrolannya. Suasana hati Sohyun jadi terganggu.
Namun tidak menghiraukan sikap Sohyun, Vay justru menarik lengan gadis itu dan memaksanya pergi. Sohyun yang tak punya tujuan lagi-setelah chat-nya diabaikan-pada akhirnya terpaksa mengikuti Vay.
Mereka berdua berhenti di depan sebuah motor scooter berwarna pink. Sembari mengenakan helm, Sohyun menyerahkan kunci motornya pada Vay. Vay yang bingung, menatap kedua mata Sohyun dengan penuh tanda tanya.
"Kenapa? Kau yang bonceng."
"Hah? Tapi aku tidak bisa mengendarai motor...." Ujar Vay sedikit merasa malu.
"Yang benar saja?" Sohyun mendelik tidak percaya. "Penampilanmu mengerikan seperti itu tapi mengendarai motor scooter saja kau tidak bisa?"
Vay mengalihkan wajah sambil bersiul. Sohyun mendengus kesal. Mana ada wanita yang membonceng pria? Apalagi prianya garang seperti dia, gumam Sohyun dalam hati. Tak ada pilihan, Sohyun menyerahkan kantong plastik berisi beberapa kotak makanan kepada Vay.
"Cepat naik! Kita tidak punya waktu untuk berdebat."
"Siapa yang mau berdebat? Dengan senang hati aku akan menjadi passenger princess." Vay kegirangan, apalagi melihat wajah Sohyun yang sudah masam. Ya, anak itu tidak berbohong. Ia memang tidak bisa mengendarai scooter. Daripada terjadi apa-apa, lebih baik dirinya yang duduk tenang di belakang.
Sayang, tidak seperti yang Vay bayangkan, ia malah ketakutan. Vay yang gugup duduk di atas boncengan scooter untuk yang pertama kali, merasa sewaktu-waktu bisa terjatuh karena kehilangan keseimbangan. Kakinya yang panjang, bergesekan dengan jalanan. Sementara, Sohyun yang ukuran tubuhnya lebih kecil, tak mampu mengatasi pergerakan hebat yang diakibatkan oleh kekalutan Vay.
"Bisa duduk dengan tenang nggak sih! Aku tidak bisa menyetir dengan baik gara-gara kau!"
"Berhenti dulu."
"Apa? Tidak dengar!"
"BERHENTI!"
"Hah? Kau bicara apa?"
Vay geram lalu mencubit pinggang Sohyun sehingga membuat gadis itu kaget dan motor mereka terjatuh.
"Kau gila ya?!" Omel Sohyun.
Untung mereka tidak terjatuh di jalanan yang besar dan banyak hilir-mudik kendaraan. Mereka berada di sebuah gang, di jalan turunan sebuah perumahan yang tidak begitu ramai. Sohyun meringis merasakan ngilu di sikunya. Begitu ia terduduk, tanpa ia sadari, sedari tadi Vay tergeletak di bawahnya. Ya, pria itu melindungi tubuh bagian belakang Sohyun dari benturan.
"Kau tidak apa-apa??" Sohyun mulai panik. Dilihatnya kotak-kotak makanan itu aman. Yang mana, isinya tidak berhamburan dan masih tetap tertata rapi.
Hanya saja, Sohyun mulai parno melihat Vay yang hanya menatap kosong ke langit dalam posisi tubuh telentang.
"Vay? Vay?" Sohyun mengguncang pundak pria itu.
"Luar biasa!!!!" Vay tiba-tiba bangkit duduk dari posisinya.
"Kau baik-baik saja?"
Tawa Vay pecah. Ia bersorak gembira tanpa bisa Sohyun pahami. Untuk beberapa saat, Sohyun pikir ada yang salah dengan otak Vay setelah ia terbentur. Tetapi dilihatnya, tidak ada luka sedikitpun di tubuh pria itu.
"Ini pertama kalinya aku merasakan naik scooter dan jatuh dari atas scooter. Ini sangat luar biasa menyenangkan!!"
Sohyun menyentuh kening Vay. Hm, suhu tubuhnya normal. Lalu apa yang salah?
"Maukah kau mengajariku naik scooter?"
"Tiba-tiba?" Sohyun terheran. Sungguh kalau orang melihat ekspresi wajah Sohyun saat itu, mereka akan mengira Sohyun tengah melihat gajah yang bisa terbang dengan telinganya. Iya, kelakuan Vay seaneh dan se-di luar nalar itu.
Bagi Sohyun, tidak masalah mengajari Vay naik scooter. Malah dirinya yang tidak akan rugi. Karena begitu Vay mahir mengendarai scooter, ia tidak perlu susah -susah menyetir. Maka dari itu, mereka pun sepakat untuk berlatih scooter setiap hari setelah jam makan siang orang kantoran berakhir.
***
"Ini aman kan?"
"Aman. Kakimu kan panjang, jadi kalau motornya goyah, tinggal kau turunkan saja kakimu sebagai tumpuan agar kau tidak jatuh."
"Lagi-lagi kau membahas kakiku yang panjang. Kau menyukai kakiku kan?"
"Omong kosong apalagi itu?" Sohyun melirik Vay dengan sorot tajam yang mematikan.
"Maaf, Yang Mulia. Saya bercanda." Vay menundukkan kepalanya.
"Ayo serius. Kita sudah dua jam berlatih dan kau tidak ada kemajuan sama sekali. Aku mulai lelah."
"Aku yakin, kali ini akan berhasil."
"Jangan banyak bicara, cepat buktikan!"
Vay mulai menyalakan mesin scooter. Pandangannya lurus ke depan dengan tangan kanan yang sudah siap menarik gas. Hingga waktunya tiba, Vay mulai melaju. Untuk sejenak, tidak ada yang aneh. Vay mengendarai scooter beberapa meter lebih jauh. Sohyun mulai lega karena sepertinya pria itu akan berhasil. Namun, kelegaan itu hilang seketika setelah sebuah mobil tiba-tiba muncul dari arah berlawanan dan menghampiri motor Vay.
"Vay, awas!!"
Brak. Terlambat sudah. Scooter itu menabrak bagian depan mobil. Sohyun berlari menghampiri Vay untuk melihat kondisi anak itu.
"Vay!!"
Tidak parah. Sebab mobil melaju dengan kecepatan rendah, begitu juga Vay. Hanya saja, baik motor maupun mobil itu, keduanya sama-sama lecet. Sohyun menatap ragu ke arah kursi depan mobil. Harap-harap cemas karena sudah pasti si pengendara mobil akan meminta ganti rugi.
Dan benar saja, seseorang mengenakan setelan rapi keluar dari dalam sana. Sohyun sudah siap berdiri dan membungkuk untuk meminta maaf atas kelalaiannya dan temannya-Vay.
Tetapi di luar prediksi, pengendara mobil itu tidak berbicara apapun dan tatapan matanya justru tertuju pada Vay.
"Tuan Muda?"
***
Tbc
Mari kita spill dulu wajah Vay-si tengil kesayanganku-dan gadis yang sedang dimabuk cinta-Sohyun-kesayangan kita semua.
Vay Before:
Vay after:
(Keren banget ya sekarang ada AI. Dulu kalau mau bikin visualisasi, effortnya harus ekstra...😩)
Sohyun:
Kalian bisa bayangin kan karakter Vay. Dia sangar tapi agak gesrek ges🙃🤏🏻
Hayo, udah ada yang bisa nebak ceritanya mau dibawa ke arah mana? Hehe. Aku berani jamin tebakan kalian meleset
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro