O.6
Permata zamrud pandangi bayangan diri. Tak membuka celah bibir barang hanya untuk berbasa-basi. Melainkan terdiam, biarkan hening menyelimuti dua insan yang kini jalan berdampingan dengan gugup. Sunyi mengisi, sementara mereka berharap dalam senandika—agar suaranya tak sampai pada sang pujaan.
Dengan iseng mencuri pandang. Kemudian membuang muka ketika sudah tertangkap basah. Baik sang adam maupun hawa enggan menegur. Namun menikmati canggung yang sesungguhnya memberi hangat pada hati.
Padahal malam ini dingin. Namun mengapa mereka merasa panas?
"Ehem! (Name). Ini sudah malam, mengapa mengantarku segala?"
Seishu berdeham sebelum akhirnya bertanya. Hancurkan dinding senyap yang merengkuh sejak tadi.
Adiratna hembuskan napas. Lantas menenangkan diri sebelum akhirnya menjawab dengan tenang—itu bohong, sebab sesungguhnya jantung ia tengah berdisko ria.
"Inui sudah melindungku. Bukannya tidak sopan kalau aku biarkan kamu pergi sendiri?"
Lantas hijaunya sang punya permata kini mengerling dalam diam. Bibir bawah dikulum, menahan diri untuk tidak menjerit—serta menahan nafsu untuk segera menenggelamkan tubuh mungil dalam rengkuh.
Seishu mengerjap lalu kembali menatap jalan.
"Sudah kodratku sebagai pria. Dan tidak lazim perempuan yang mengantarku."
Ketukan sepatu hak pada permukaan kasar jalan tak lagi terdengar. Raut bingung kentara pada wajah, lantas sang puan mengangkat kepala. Menatap wajah pemuda di samping yang kini gelap membelakangi cahaya.
"Inui, mengapa berhenti?"
Degup jantung berpacu semakin cepat tatkala telapak tangan dengan lancang menyentuh sisi wajah. Meraba permukaan kulit, timbulkan rasa gelitik serta kupu-kupu yang seolah beterbangan dalam perut. Hantarkan perasaan asing yang merayap dalam dada.
Seishu mengulum senyum tipis.
"(Name). Apa kita bisa—"
"Grrh ... "
"..."
"..."
Keduanya membeku tatkala suara asing terdengar. Dengan gemetar, (Name) menatap takut pemuda di hadapannya.
"Inui ... apa-apaan ... "
"(Name), i-itu ... apa kamu—"
"Bukan ... "
"Lalu—"
"—siapa?"
Keduanya menoleh patah-patah dikala langkah kaki tak wajar terdengar di belakang.
Netra membulat. Lantas Seishu dengan refleks menggenggam tangan sang puan. Mengajaknya kabur segera setelah manusia yang sedang meragakan anjing kini mendekat.
"INUI, ITU APAAN???"
"YA NDAK TAU KOK TANYA SAYA???"
"ORANGNYA NGEJAARRR!!"
"ORANG GILAAA!!! (NAME), HEELSKU MENGGANGGU!"
"SIAPA SURUH PAKE HEELS??"
"YA TERUS GIMANAA??"
Dan cerita ini diakhiri dengan dua insan yang kecebur ke dalam got dengan tidak elitnya.
•••
"Kelasnya sudah selesai. Tapi bel belum bunyi," wanita yang tengah membenarkan kacamatanya kini mengangkat kepala. Menyapu pandang anak didik yang kini dilanda rasa bosan. Lantas senyum merekah pada wajah. "Mau main saja dulu?"
Suasana suram dengan cepat berganti cerah. Tanpa berpikir dua kali, semua mengangguk dengan antusias.
Guru muda tersebut keluarkan kekeh manis dari celah bibir. Kemudian menggelengkan kepala. Kembali mengangkat pandang disusul dengan benaknya yang tengah menyusun kalimat.
"Sebut saja gini. Saga punya tiga nyawa—"
"KOK SAYA BU??"
"SAGA DIEEMM! GURUNYA LAGI NGOMONG!"
Lantas pandangan datar dilempar pada si kembar. Yang mana membuat keduanya diam seketika. Disusul dengan sang guru yang kembali melanjutkan perkataannya.
"Saga punya tiga nyawa. Satu nyawanya telah hilang saat dia berusaha untuk memanjat pohon mangga. Satunya lagi hilang ketika dia loncat dari pohon toge," anak yang disebut diam-diam mengerutu. "Nah. Pertanyaannya, apa yang akan Saga lakukan, untuk nyawanya yang terakhir?"
Saga dengan segera membanting meja.
"NGEPET BU!"
"COSPLAY GELANDANGAN BU!"
"Berisik, mending cari cuan buat Kak Akane."
"BUCININ HUSBU MAYATT!"
"NGITUNG OKSIGEN!"
"MOTONG AIRR!!"
Dan jawaban tidak masuk akal lainnya.
Namun sang guru mengerutkan kening tatkala sadar dua muridnya yang lain belum membuka suara sejak tadi.
"Inui Seishu, (Full Name). Nggak jawab?"
Sang punya surai terang mengalihkan pandang. Menatap hangat laut yang membuatnya tenggelam. Berikan rasa tenang di tengah gelombang pasang surut. Lantas bibirnya mengukir kurva, sementara wajahnya penuh dengan rona.
"Kalau saya," untuk ke sekian kalinya, Seishu tenggelam dalam birunya laut milik adiratna. Namun enggan berenang ke tepi, melainkan biarkan diri bersatu dengan sang laksmi. "Nggak ada nyawa yang lain. Sudah saya kasih ke (Name) semua."
"..."
"..."
"Pertanyaannya kan bukan itu ... "
•••
11 Agustus 2021
agathis_
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro