Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

08 : Pertemuan Rahasia

Pertemuan rahasia berlanjut malam itu di antara mereka. Seringkali pada tengah malam bahkan lebih larut dari itu. Di Feisheng dan Li Lian Hua memilih berjalan, menyebrangi hutan dan dataran kelabu. Keduanya bertemu dan bicara dalam patah-patah kata singkat. Memikirkan betapa salahnya tindakan mereka. Kemudian kala momen semakin intim, saat keduanya mulai berbagi isi hati dan harapan yang terpendam, mereka berpikir betapa benarnya tindakan ini.

Saat cahaya fajar mendekat, mereka berpisah. Meninggalkan rahasia pada rembulan dan angin malam. Hanya ada mereka, teriring kesunyian, dan bagaimana gumpalan kabut perlahan merangkum bayangan mimpi-mimpi mereka yang sederhana.

Malam itu, pertemuan mereka yang ke sekian kalinya. Hari terakhir adalah penghujung musim semi, di mana keduanya bergerak ke tempat yang lebih nyaman untuk berlindung dari terpaan hujan deras di musim gugur.

Aliran sungai setenang malam-malam sebelumnya, dan segaris lembut cahaya bulan jatuh di permukaan air.

"Aku merasa semakin gelisah akhir-akhir ini, dan terus memikirkan Fang Duobing dan yang lainnya," Lian Hua mengawali pembicaraan.

"Bukankah tugas menyerahkan pusaka sudah dilaksanakan olehnya?" Di Feisheng menyahut.

"Ya. Tetapi masalah pusaka raja adalah masalah yang cukup penting. Aku akan segera ditanyai tentang semua tindakanku. Jika Guru mengetahui aku membuang waktu di sini bersama seorang mantan ketua bandit, kapan saja aku bisa dikirim ke kuburanku."

"Itu berarti kau harus segera mengungkapkan kenyataan yang sebenarnya," Di Feisheng berkata tanpa keraguan, seperti selama ini dia selalu bersikap.

Lian Hua mendesah berat. Ada segulung kesedihan yang menekan dalam suara dan tingkah lakunya yang membuat Di Feisheng tersentuh.

"Katakan apa yang harus kulakukan?" Dia bertanya setelah selesai bergulat dengan pikiran yang pelik.

"Tidak ada," jawab Di Feisheng datar. "Kau hanya bisa menunggu mereka datang kemari untuk menemukanmu."

Lian Hua menggeleng bingung, wajahnya memucat dalam pantulan sinar bulan.

"Itu sulit bagiku. Kau tahu aku seorang pejuang yang membela keadilan. Tidak seharusnya aku dekat denganmu, sebaliknya mungkin aku harus ... "

Di Feisheng tahu apa lanjutan kalimat terputus itu. Lagi pula sejak awal dia tidak berani terlalu berharap. Pada akhirnya ini mungkin akan menjadi kisah yang berujung perpisahan.

"Kita lupakan saja hal itu, Lian Hua. Mungkin tak banyak lagi waktu tersisa untuk kita bisa bertemu secara rahasia seperti sekarang."

Di Feisheng menempelkan telapak tangannya di wajah licin dan dingin milik Lian Hua. Keduanya bertatapan lama, kegelisahan menenggelamkan mereka dalam kesunyian. Di Feisheng berpikir mungkin sudah tiba waktunya untuk berpisah. Kemungkinan besar, Lian Hua akan melupakannya dengan cepat begitu kembali ke dunia luar nanti.

Selarik perasaan melankolis mulai muncul menyergap jiwa barbarnya. Nasib mereka tak memberi kesempatan bagi sebuah hubungan yang lebih intim.

Perlahan-lahan Di Feisheng melingkarkan lengannya pada bahu Lian Hua. Tatapan mereka searah, menatap bayangan bulan, seakan menyaksikan pantulan wajah masing-masing di sana.

"Ngomong-ngomong, di mana letak perguruanmu?" Di Feisheng bersuara, lelah dengan kesunyian. Tidak mengizinkan waktu begitu cepat berlalu tanpa melakukan atau membicarakan apa-apa.

"Di gunung Yin. Kupikir, sudah saatnya aku meninggalkan hutan ini. Dengan begitu, bebanmu mungkin akan berkurang. Aku akan mengabaikan bahwa kau mantan ketua bandit dan tak akan mengerahkan pasukan untuk menangkapmu."

Rentetan kata-kata itu membuat Di Feisheng menghela napas berat.

"Kau benar-benar tidak ingin pergi bersamaku?" tanya Lian Hua.

Di Feisheng menggeleng pelan.

"Dasar keras kepala ..." Lian Hua mendesah.

Kata-kata itu, dan cara Lian Hua mengatakannya membuat Di Feisheng menatap penuh rasa penasaran dan juga gairah, membuat ketegasan dan ego sok berkuasanya untuk sesaat hilang.

"Aku akan menikmati hubungan kita dengan cara begini saja," Di Feisheng menyahut, nadanya ganjil.

"Maksudmu?"

"Aku tidak lagi mengincar tempat terhormat di dunia persilatan, maupun posisi di sana, aku hanya merindukan kasih sayang," Di Feisheng berkata jujur, tidak berhasrat untuk menyembunyikan apa pun.

Lian Hua tersenyum, merapatkan tubuh pada Di Feisheng yang segera menariknya ke dalam pelukannya. Dorongan untuk melakukan kegiatan yang melahirkan kenikmatan mulai naik ke permukaan pikiran.

"Aku sedang berpikir ..." Lian Hua terengah, pelukan Di Feisheng begitu kuat sehingga ia merasa terbenam dalam belitan naga.

"Apa kau benar-benar akan melakukannya? Atau harus aku?" ia bertanya dengan nada ragu dan dalam sekejap wajahnya berubah merah.

Di Feisheng tersenyum kecil, dia mendorong tubuh pemuda cantik itu ke permukaan rumput yang mulai ditetesi embun.

"Aku akan melakukannya." (*)

A/N : *Jadi top

Tubuh Di Feisheng lebih tinggi dan lebih lebar, dan ketika ia menimpakan tubuhnya, Lian Hua merasa ditutupi selimut berat dan tebal. Dia merasa begitu nyaman, bahagia, sekaligus sedih. Kesedihan yang hanya ia sendiri mengetahui alasannya.

Mereka berciuman dalam waktu yang lama dengan posisi berbahaya itu. Membiarkan diri masing-masing terhanyut.

Saat itu, sesuatu bergerak di balik barisan pepohonan. Gemeretak ranting terinjak membuat kewaspadaan Lian Hua terusik. Mereka bahkan belum menuntaskan satu ciuman, ketika menyadari ada kehadiran mahluk lain di tempat itu.

Tubuh Lian Hua menegangkan, mencoba melepaskan diri dari pelukan Di Feisheng dan bangkit berdiri dengan sigap.

"Siapa??"

Mata tajamnya berkilauan di malam gelap, menatap ke balik bayang-bayang pepohonan penuh kebencian.

Tak ada suara. Suasana begitu hening, hanya terdengar gumam aliran sungai.

Di Feisheng ikut bangkit berdiri, menatap bingung.

"Mungkin hanya binatang liar," ia berkata, ikut mengawasi ke arah yang dilihat Lian Hua.

Lian Hua menggeleng. Insting berburunya tajam dan terlatih selama bertahun-tahun. Dia tahu ada sesuatu di sana beberapa saat lalu, tetapi dengan cepat bayangan itu menghilang.

"Ada seseorang mengintai kita," desisnya, menghembuskan napas. Bahunya turun. Dengan wajah muram, dia berbalik menatap Di Feisheng.

"Ini tidak aman," dia berkata penuh penyesalan.

Di Feisheng hanya berdiri membisu dalam cahaya bulan. Ekspresinya gelisah dan sepi. Melihat pemuda itu, Lian Hua tertegun.

Malam ini ia menyadari sesuatu, sang ketua bandit yang berdiri di depannya kini nampak tertekan, dan lelah. Meski sesekali senyumannya terkembang, ada kesenduan di baliknya. Tubuhnya tampak lelah untuk menanggung beban. Tetapi di depan banyak orang, dia harus kuat dan berwibawa.

"Kau akan pergi mengejar bayangan itu?" tanya Di Feisheng.

"Aku harus waspada. Jangan sampai ada seseorang yang melihat seorang senior aliran putih bermesraan dengan ketua bandit," tukas Lian Hua tanpa menyembunyikan kecemasannya.

"Itu hanya anjing hutan," Di Feisheng berkata santai.

Lian Hua menembakkan tatapan kalut. "Kau yakin?"

Belum sempat Di Feisheng menjawab, lolongan anjing bergema dari kejauhan. Awalnya hanya satu, namun tak lama kemudian suara anjing lain melengking, menyayat keheningan, penuh kesedihan. Wajah dan tubuh Lian Hua menegang.

"Aku sudah bilang, bukan?" sambil melemparkan lirikan geli, Di Feisheng tertawa pelan dan panjang.

Ada semacam perasaan ganjil dalam diri Lian Hua mendengar tawa itu. Sejak perjumpaan pertamanya dengan Di Feisheng, perasaan semacam itu melandanya terus-menerus. Memikirkan bahwa pemuda tampan di hadapannya secara tidak langsung telah menjadi kekasihnya, ia merasa bahagia sekaligus terasing.

Dia kembali menghadap Di Feisheng, memegang erat tangannya, mencoba menyingkirkan segala macam emosi yang tidak perlu. Keduanya saling menatap dalam diam sesaat setelah tawa si ketua bandit sirna. Lian Hua berharap ia bisa meredakan rasa terasing dan sepi itu, dan membiarkan gelombang kebahagiaan menyapunya. Nyatanya, semakin ia terhipnotis oleh sinar mata Di Feisheng, semakin mereka merasakan hal yang sama. Keduanya merasa terasing di atas perahu kehidupan tanpa pengemudi yang terus melaju membabi-buta tak tentu arah. Perubahan yang terjadi begitu cepat dan terburu-buru laksana sambaran kilat. Mereka saling mencintai. Itu satu-satunya penjelasan yang mendatangkan rasa nyaman.

Di sisa malam itu, keduanya saling mengungkapkan perasaan melalui sentuhan bibir, tubuh, dengan saling memeluk dan bersembunyi di dalam selubung cinta itu sehingga mereka merasa tidak terlihat oleh dunia di sekelilingnya. Mengalirkan gairah yang terpendam, di bawah langit malam dengan gemerlap taburan bintang yang mungkin berperan dalam penentuan nasib cinta mereka.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro