𝐎𝐍𝐄
𝐎𝐍𝐄
╭──────────────────
Dunia yang awalnya damai tiba-tiba mencekam karena berita pembunuhan. Seorang bangsawan kelas atas secara misterius teracuni dalam sebuah pesta dansa. Entah bagaimana caranya, yang pasti siapa lagi pelakunya jika bukan Raja Kriminal?
Title Raja Kriminal bukan hal spesial lagi. Tersebar secepat angin berhembus, dan para warga senang bukan main. Sebab organisasi itu terang-terangan berani melakukan panggung berdarah dengan dalih melindungi kaum minoritas.
Benar, membunuh untuk hasil baik. Tetap alasan itu tidak mengubah fakta bahwa membunuh adalah tindak dosa.
Sementara tercetak berita mengejutkan lainnya di koran. Banyak barisan tulisan di kertas lebar dilengkapi foto sebagai bukti nyata. Isinya mengklaim gubernur yang tertangkap menggelapkan dana.
Di ujung sana tertulislah nama familiar. Diserukanlah dia. Hamilton Hemlock.
Salah seorang berkumis lancip dengan heran berkata, "Hebat sekali dia. Menangkap petugas pemerintah seperti pahlawan negara saja!"
Wanita gemuk bergaun merah muda berenda mengangguk setuju. "Benar. Sebenarnya dia misterius sekali... kita bahkan tidak tahu apakah dia perempuan, atau lelaki." Membicarakan makhluk misterius serupa Hamilton Hemlock memang tidak membosankan. Malahan mengundang orang lain ikut berbincang.
Lelaki separuh baya lain menyeletuk, "Ah tidak mungkin! Apa perempuan sanggup meringkus banyak pejabat kuat?"
Di sisi Inggris, kota London. Tahun tertentu pada masa kejayaan Kerajaan Britania.
Sepatu boots mengetuk lantai seiring berjalan ke mading. Cermin dinding sekilas memantulkan sosok eloknya. Tubuh ramping berbalut kemeja, juga surai pendek berpotongan tipis.
Hatinya senang sekali. Jika ditanya mengapa, alasannya karena ia sukses memberantas habis targetnya. Bak tampan ia melirik potret yang terbingkai.
"Sebentar lagi... suatu hari nanti, impian kita tercapai."
Suaranya pelan nan sabar. Jemari mengusap sosok gadis mungil di foto. Itu bukan anak, atau kekasihnya. Melainkan dirinya sendiri semasa kecil.
Benar, ia secara biologis adalah perempuan.
Mundur beberapa waktu ke belakang-- terdengar gaduh mengacaukan bagian gedung mewah bertingkat. Gerbang besi menjulang tinggi dijaga sepasang Adam, taman seluas lapangan sepak bola dilengkapi kolam air mancur, interior mahal.
Tubuh sang tokoh utama terguling menuruni tangga melingkar. Perih sekali rasanya didorong saudara sepupu sendiri. Surai merahnya yang tersanggul rapi kembali tergerai berantakan.
Bagai kerasukan, seseorang yang dipanggilnya saudara berteriak menyalak. "Jelita macam kamu harus keluar dari sini! Apa kau tidak tahu miskin tidak layak tinggal di istana? Pulanglah mengurus kebun memuakkan milik mendiang Ibu-mu!"
Petir imajiner menyambar pikiran gadis tertindas. Jangan berpikir ia akan merengek. "Hiks... apa salah saya, Nona?" aktingnya sok berkaca-kaca, lalu ia tersenyum miring. "Itu ekspresi yang kau kira? Bangsat, mentang-mentang orangtuamu keturunan bangsawan... tingkah udah kayak raja."
Betapa pedas bibir berpoles lipstik berbicara. Omongan kasar setia terlontar, membuat semua orang yang mendengar langsung melotot terkejut. Bagaimana bisa perempuan terhormat berbicara seolah tidak terpelajar?
Padahal baru seminggu kemarin, sepupunya senang berbincang dengannya. Bahkan mereka bertukar gaun. Namun semenjak Ayah-nya yang menjabat posisi Earl tewas, ia dibuang seperti sebongkah sampah tiada guna.
Tidak mungkin ia mengadu ke Ibunya. Almarhum sudah melayang ke angkasa. Apalagi seorang rakyat jelata dari kaum lain.
Dengan kata lain, ia keturunan separuh ningrat.
Tidak usah basa-basi. Secepatnya ia keluar melalui pintu, malas berdebat lebih lanjut. Sempat ia diumpat, "Dasar anjing!"
Tidak kalah sinis, ia meledek, "Lah, kamu fesesnya." Kaki kemudian melangkah keluar ke manapun asal mereka tidak bertemu lagi.
Namanya Hamilton Hemlock. Seorang perempuan berusia 13 tahun, menjabat gelar Viscount sebagai ahli waris. Diusir paksa dari keluarga bermarga Hemlock pun ia menginap ke gubuk kebun lama Ibu-nya.
Susah payah ia mengangkat gunting, lalu memangkas surai panjang bergelombangnya. Acak-acakan Hamilton memotongnya. Tidak lupa netra senada menatap tajam gaun berenda yang membuatnya terkesan bak boneka.
"Aku akan menipu kalian, dan mengguncang sistem konglomerat sialan. Lihat, kalian akan merangkak di bawah kakiku. Dasar budak uang."
Perlu Hamilton membaca semua berkas berhubungan kerajaan untuk memulai misi. Sekecil infromasi ia dapatkan. Setidaknya ia tahu target yang harus ia kalahkan terlebih dahulu.
Polisi alias Scotland Yard. Khususnya anak buah kepercayaan Ratu.
Mycroft Holmes.
Kembali ke masa kini. Sendirian Hamilton merenungi kejadian 8 tahun lampau. Perlahan fokusnya berpindah ke foto seseorang.
"Play with me, Mynie," ucapnya memplesetkan 'Mycroft'.
╰──────────────────
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro