24
UHUK!
Gara-gara kejadian tadi, aku dan Jaeden sama-sama sakit. Badanku panas dan aku tak berhenti batuk dan bersin.
Bukan hanya itu. Aku merasa aneh dari tadi, karena Jaeden menciumku. Aku sedang tak sadar dan saat aku bangun, kulihat Jaeden mencium bibirku.
Karena kejadian tadi, aku dijemput pulang oleh Mum. Begitupun Jaeden yang dijemput oleh Tante Angela.
Aku tak berbicara sepatah kata pun dengan Jaeden. Aku benar-benar canggung dengannya.
"Aduhhh, first kiss lagi." Aku tak berhenti bergumam sedari tadi. Setiap aku menutup mataku, aku kembali membayangkan kejadian di sekolah tadi.
TOK! TOK! TOK!
"Siapa?" tanyaku lemah.
"Brandon sama Aaron!"
"Masuk aja, enggak dikunci."
KLEK!
Brandon membuka pintu dan kedua anak laki-laki itu masuk ke dalam kamarku. Terlihat Brandon yang membawa parcel buah-buahan.
"Masih batuk-batuk?" tanya Brandon, berdiri di sebelah kasurku. Aku mengangguk.
"Udah makan?" tanya Brandon.
"Udah."
"Udah minum obat?"
"Udah."
"Oh bagus," kata Brandon. "Nih, ada buah untuk lo."
Brandon meletakkan parcel buah-buahan itu di atas meja sebelah kasurku. Lalu dia dan Brandon duduk di sofa kamarku.
"Kalian gak jenguk Jaeden?" tanyaku lesu.
"Habis ini," jawab Brandon. Aaron hanya mengangguk.
"Get well soon ya, [Name]," ucap Aaron.
"Makasih," ucapku dengan senyum yang manis. Lalu aku kembali batuk.
"Untung lo selamat," kata Brandon. "Jaeden cepet banget tau ninggalin kafetaria buat nyari lo."
Aku memandang ke depan dengan datar dan lesu.
"Nick jahat banget. Lo hampir kehilangan nyawa gara-gara dia," kata Brandon, mengepalkan tangannya. "Gak ada akhlak emang."
"Sabar," kata Aaron.
Aku menghela napas. "Jaeden cium gue."
Brandon dan Aaron langsung terbelalak.
"Serius??!" Brandon ternganga kaget. Aku mengangguk lesu.
"Mana first kiss lagi," gumamku.
"Berapa kali kiss nya?"
Aku mendelik. Aaron langsung menyenggol lengan Brandon.
"Ngomong-ngomong, siapa first kiss lo, Ron?" tanya Brandon pada Aaron.
Aaron menggeleng. "Belum ada."
"Pfft."
"Biarin. Emang lo pernah?"
"Hampir sih."
"Sama?"
Brandon mendengus. "Lila."
Aaron menahan tawa. Brandon langsung mendelik dan berkata, "Gak usah bahas dia lagi ya."
"Hubungan lo sama Lila apa sih sebenernya?" tanyaku dengan lemas pada Brandon.
"Temen doang. Dulu, pas dia pindah ke sekolah ini, gue udah suka sama dia. Dia terbilang cantik sih sebenernya. Cuman sifatnya aja yang jahat. Gue pernah pacaran sama dia. Tapi jujur aja ya, dia gak pernah suka sama gue."
"Pfft."
"Diem deh lu jomblo," kata Brandon, menatap Aaron yang terus menahan tawa. Aku tertawa pelan setelah mendengar cerita Brandon. Brandon pun malu karena ditertawakan kami.
"By the way, Lila pindah semenjak kelas berapa?" tanyaku.
"Kelas delapan, kalau gak salah," jawab Brandon. "Katanya, orangtuanya dipindahin kerja di sini."
"Lo tau sesuatu tentang dia?" tanyaku penasaran.
"Tau. Banyak malah," jawab Brandon.
"Apa aja?"
"Katanya, dia dulu punya crush. Tapi crush nya benci sama dia dan suka sama orang lain. Terus, dia juga pernah bilang kalau dia suka gangguin orang dari dulu."
"Siapa crush nya?" tanyaku, melahap rotiku.
"I don't know. Dia gak pernah ngasih tau gue tentang itu," jawab Brandon, mengangkat bahunya.
Kami mengobrol lagi. Hanya bertiga. Aaron yang jarang bicara dan hanya mengangguk-angguk. Sampai akhirnya, mereka pamit untuk menjenguk Jaeden.
"Get well soon ya," ucap Brandon, seraya melakukan tos denganku. Aku tersenyum dan berterima kasih.
°°°
Dua hari kemudian.
Aku berjalan ke kelas. Aku sudah sembuh dari semalam. Sedangkan Jaeden, dia lebih dulu sembuh.
"Oh my God, [Name]!!!" Millie dan Sadie menyambutku dengan riang. Aku tersenyum.
"Haii," sapaku.
"Duh, [Name]. Akhirnya lo sembuh juga! Gue kangen banget sama lo!" kata Millie, memelukku. Aku membalas pelukannya dengan erat.
"Gue juga! Kami bertiga terus masaan sama Noah," kata Sadie, memelukku setelah Millie.
"Kalian yang mau sama gue," kata Noah, memasang wajah sombong.
"Dih, kagak." Millie dan Sadie memutar bola mata. Aku tertawa.
"Selamat datang kembali, [Name]!" ucap Noah, tersenyum lebar. Aku berterima kasih dan membalas senyumannya.
Kulihat Jaeden yang duduk di dekat Finn. Aku berusaha tak melihatnya lagi, takut ketahuan.
"Ayo, [Name]. Duduk," ajak Millie seraya menarik tanganku. Membawaku ke salah satu meja.
Dan sialnya, itu meja yang terletak tepat di sebelah meja Jaeden dan Finn.
Aku sebangku dengan Sadie. Dan Jaeden ada di sebelahku, berjarak satu meter. Dia sedang bercengkrama dengan Finn. Jack dan Wyatt duduk di belakang mereka, meja paling belakang.
Aku duduk dengan canggung di sebelah Sadie sambil terus bergumam, semoga pelajaran ini lancar.
Baru saja aku membuka buku, Jaeden sudah melihatku. Dia menulis sesuatu di atas secarik kertas dan memberikannya kepadaku.
How r u?
Aku membalas suratnya.
I'm fine. Thanks.
Kuberikan kertas itu kepadanya diam-diam. Finn melihat kami dengan bingung.
Jaeden kembali memberiku kertas.
I'm sorry.
Aku mengernyitkan dahi dengan bingung saat membaca suratnya. Lalu aku membalas suratnya lagi.
Why?
Jaeden pun menjawab.
Kejadian di kolam renang.
Aku menghela napas, lalu berkata kepadanya dengan suara yang pelan. "Gak usah bahas itu lagi."
Jaeden mendengarku, lalu mengangguk pelan.
°°°
Millie dan Sadie lebih dulu ke kafetaria dengan yang lain. Aku masih mengerjakan tugas tadi karena nanggung.
Setelah menyelesaikan soal-soal itu, aku pergi ke kafetaria sendiri. Kupakai jaket yang kubawa tadi pagi. Udara sangat dingin hari ini. Membuatku memakai jaket agar hangat.
Sesampainya di kafetaria, aku memesan makanan dan mencari meja. Aku mendapatkan meja yang diujung. Millie, Sadie dan yang lainnya entah dimana. Mungkin sudah selesai makan.
Aku makan sendiri di meja itu sambil melihat sekeliling. Banyak sekali circle murid-murid disini.
Saat tengah sibuk melihat sekitar, seseorang duduk di depanku sambil membawa makanannya. Aku melihatnya.
"Kenapa lo disini?" tanyaku dengan wajah datar.
"Lo makan sendiri," jawab Jaeden. Aku mendengus dan beranjak pergi. Tapi Jaeden memegang tanganku.
"Bentar dulu. Jangan pergi," katanya. Aku menghela napas, lalu duduk lagi dengan terpaksa.
"Kenapa sih??" tanyaku gusar. Jaeden tersenyum.
"Lo kan belum makan. Lagian, kalau lo mau pindah, lo pindah kemana? Gak ada meja lagi tuh," kata Jaeden, tersenyum dan mulai melahap makanannya. Aku cemberut. Tapi perkataannya memang benar.
Aku makan dengan gusar karena ada Jaeden di depanku. Dia menatapku, membuatku bingung.
"Ck. Kalau makan, rambut jangan berantakan." Dia menyelipkan helaian rambutku ke belakang telinga. Aku diam tak bergerak. Kutatap dia dengan tajam.
"Lo sebenernya mau ngapain sih makan sama gue?" tanyaku.
"Tapi lo sendiri."
"Ya biarin aja gue sendiri. Napa emangnya??"
"Galak lo kek beruang."
"Ck." Aku memutar bola mata.
Jaeden menatapku dengan heran. "Emang kenapa lo kesel sama gue?"
Aku diam. Lalu aku menjawab dengan pelan dan tanpa memandangnya. "Gue mau jauh dulu dari lo."
"Kenapa?"
"Lo banyak tanya banget sih." Aku malah mengoceh. "Waktu itu, lo cium—"
"Kan buat nyelamatin lo," kata Jaeden. "Ntar lo gak terselamatkan lagi."
"Ya biarin lah."
"Apa?!" Jaeden melotot. "Maksud lo?? Biarin lo gak terselamatkan aja gitu??"
"Iya! Puas lo?!" Aku meneguk minumanku dengan marah. Walaupun aku sebenarnya tidak mau berkata seperti itu.
"Lo mau bunuh diri? Mau meninggal?"
"Hhh, enggak! Gue cuman capek. Udah dibilang ngegebet dua cowok lah, dibully satu sekolah lah, terus ditolak terus sama Lila sampai kepala gue pusing. Gue ngerasa aneh semenjak di kota ini. Gue kayak amne—"
Aku langsung terdiam. Jaeden menatapku dengan curiga dan tegang. Lalu dia berhenti makan dan langsung canggung.
"Emm, gue duluan ke kelas," katanya, beranjak pergi. Aku menatapnya dengan heran dan takut.
Dia marah.
°°°
Aku harap ini adalah hari yang indah. Tapi ternyata tidak. Mum bilang, aku pulang dengan Jaeden. Bukan hanya itu. Aku juga satu kelompok dengannya.
Aku menatapnya dengan kesal. Sebaliknya, dia menatapku dengan tegang.
"Kenapa sih lo?!" Aku mengamuk.
"Apa sih." Dia memutar bola matanya dan membuang muka. Aku mencibirnya dengan kesal.
Dia membuka pintu rumahnya. Kami masuk ke dalam rumahnya yang kosong. Bahkan Jovi, Sydney, dan Hayes tidak ada.
"Gue ganti baju dulu. Lo disini aja." Jaeden menunjuk sofanya. "Jangan ngikut."
"Siapa juga yang mau ikut," kataku, memutar bola mata dan duduk di sofa ruang tamunya. Kukeluarkan buku pelajaranku dari tas.
Sudah lama menunggu Jaeden, aku menggerutu.
"Lama banget sih. Dia ngapain coba. Ganti baju aja lama banget," ocehku tak sabaran. Untung aku belum jamuran dibuatnya.
Tak lama kemudian, dia turun dan duduk di seberangku. Aku menatapnya dengan tajam.
"Lama banget sih lo," kataku, membuka buku dengan gusar.
"Main handphone dulu sebentar," ujarnya tanpa merasa bersalah. "Nih mulai dari mana?"
"Dari jaman purba," kataku. "Ya dari halaman yang dikasih tau tadi lah."
"Santai aja kali," kata Jaeden. "Sensi banget lo sama gue."
"Napa emangnya?" kataku. "Tadi pas di kafetaria, katanya mau nemenin gue makan. Eh, taunya pergi."
"Siapa suruh lo ngomong yang gak benar," kata Jaeden. "Mana mungkin lo amnesia."
"Yaudah, tadi kan gue keceplosan, terus gue lagi marah-marah, jadi bawaannya ngomong begituan," kataku. "Udah ah! Fokus aja nih."
Tiba-tiba, terdengar suara mendesis. Aku segera terdiam dan berhenti membaca.
"I-itu suara apa??" tanyaku pada Jaeden.
"Gak tau. Keknya lebah," kata Jaeden. Aku segera terbelalak.
Dan benar saja. Lebah itu menghampiri kami. Jaeden kaget dan berusaha memukul lebah itu dengan bantal sofa.
"Eh, ngapain lo pukul?!" tanyaku panik.
"Hindarin dia lah!!"
Lebah itu tidak terpukul. Dia malah mengejar kami sekarang. Kami berlari secepat mungkin ke tempat lain dengan panik.
"Kok bisa masuk lebahnya???" tanyaku.
"Kagak tau. Lo tadi gak nutup pintu!!"
"KOK GUE SIH?!"
"KAN LO YANG TERAKHIR MASUK!"
"LO YANG MUKUL DIA!!"
"KAN BIAR DIA GAK NGEJAR!"
"TAPI DIA NGEJAR!"
Kami terus berlari, sampai bersembunyi di bawah tangga yang gelap sekali dan banyak nyamuk.
Aku deg-degan karena dikejar lebah itu. Jaeden berdiri di sebelahku.
"Dia udah pergi gak??" tanyaku takut.
"Gak tau gue. Gelap banget disini," jawabnya. Aku mengintip keluar dan ternyata lebah itu sudah menunggu kami di dekat tangga.
"Itu dia!!!"
Kami segera berlari sampai hampir terjatuh. Kami menaiki tangga dengan cepat dan berlari ke salah satu kamar.
"Kemana nih?!!" tanyaku bingung.
"Kamar gue!!" Jaeden menarik tanganku, membawaku ke kamarnya. Di kamarnya, aku mematikan lampu kamarnya. Jaeden menutup pintunya dan aku menurunkan gorden jendelanya.
Alhasil, kamarnya sangat gelap.
"Fyuh, untung dia gak bisa masuk," kata Jaeden, duduk di kasurnya dengan lega.
"Au ah capek gue. Gara-gara lo, kita dikejar lebah." Aku menatapnya dengan kesal.
"Kok gue??"
"Kan lo yang gak nutup pintu. Terus lo yang mukul kan?!"
"Kan buat lindungin lo!"
"Masalahnya, kita jadi dikejar! Hhh."
Aku terus berdiri. Jaeden menghidupkan AC kamarnya.
"Hidupin lampunya," kata Jaeden. Aku mendengus dan menghidupkan lampu kamarnya.
"Jadi, kita keluar gak nih?" tanyaku pada Jaeden yang malah nyantai di tempat tidurnya sambil menonton TV di kamarnya.
"Gak usah dulu," jawabnya, mengambil cemilan dari laci meja kecilnya.
"Kok gitu?"
"Lo mau dikejar lebah lagi?" katanya. "Itu lebah pembunuh. Sekali kita keluar, bakal dikejar lagi. Bahaya kalau kena sengat."
Aku merengut. Berarti, aku akan disini dengannya sampai lebah itu pergi.
"Duduk situ." Jaeden menyuruhku duduk di karpet kamarnya, yang dekat dengan TV. Aku mendengus dan duduk di karpet tersebut dengan kesal.
Melihatku duduk sendiri di karpet sambil menggerutu, membuat Jaeden duduk di sebelahku. Dia menawarkan cemilannya padaku. Yang langsung kuterima dengan basa-basi.
"Kapan kerja kelompoknya?" tanyaku.
"Nanti lah," jawab Jaeden. "Lo kerajinan."
"Ya bagus lah, gimana sih."
Jaeden hanya tersenyum.
"Kalau lo mau pulang, lewat jendela aja," katanya, melihat TV.
"Lompat gitu kek tarzan?" kataku.
"Gak tau sih. Terserah lo mau pakai metode apa," katanya. Aku mendecih.
Jaeden tersenyum sambil menatapku. "Setidaknya gue punya temen disini."
Aku menatapnya dengan sok, dan berkata, "Nyari kesempatan."
Jaeden tertawa dan aku hanya menggeleng-gelengkan kepala sambil menikmati acara TV yang ditayangkan.
·
·
·
haloo , selamat berpuasa !
jangan lupa vote + comment !
tetep jaga kesehatan dan perbanyak ibadah dalam bulan ramadhan !
tahan halunya :b
ik , susah bgt nahan halu ಥ‿ಥ
anw , udah pada buka ga ?
aku hari ini lagi ga bisa :((
tapi sekarang udah ga lagi kok , jadi besok puasa :D
baca wp pas malam aja yaa <3
maaf kalau ada typo atau kesalahan lainnya.
see you !!
- mey
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro