Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

07

Aku terdiam, berpikir. Haruskah aku ke rumahnya?

Tiba-tiba, terlintas sesuatu di pikiranku. Foto itu. Aku ingin melihat foto itu dengan jelas.

"Gue mau," jawabku. Jaeden mengangguk.

"Oke. Ayo." Jaeden berjalan pergi. Aku mengikutinya di belakang.

Jaeden membuka pintu rumahnya. Kami masuk ke dalam.

"Mum?" tanya Jaeden dengan suara yang keras.

"Jaeden?" Terdengar suara Tante Angela yang sedang menuruni tangga.

"Jaeden, Mum mau pergi sebentar, nyusul Mum-nya [Name]. Kamu jaga Jovi dulu, ya. Mum gak lama kok," kata Tante Angela, memegang pundak Jaeden.

"Baik, Mum," kata Jaeden.

"Baiklah. Mum pergi dulu, ya. Jaga rumah dan jaga Jovi. Jaga [Name] juga," kata Tante Angela lagi. Jaeden mengangguk.

Tante Angela pun pergi. Jaeden mencari Jovi. Ternyata Jovi ada di kamarnya.

Aku duduk di sofa sambil melamun, menunduk.

"Hei." Jaeden berdiri di hadapanku. Aku mendongak.

"Lo enggak ganti baju?" tanya Jaeden.

"Gue bakal ganti baju kok," jawabku.

"Ganti baju di kamar gue aja. Baju ganti lo ada?" tanya Jaeden. Aku menggeleng.

"Pakai baju gue, kalau gitu," kata Jaeden. Seperti bisa membaca pikiranku, Jaeden berkata, "Biar gue pilih."

Aku pun mengikutinya ke kamarnya. Jaeden mencari bajunya yang cocok denganku. Akhirnya dia mengambil sebuah hoodie putih yang sepertinya lebih besar dari ukuran bajuku yang biasa.

"Muat nih?" tanyaku bingung.

"Muat lah. Mungkin cuman kebesaran dikit," jawab Jaeden. Dia pun keluar dan menutup pintu. Aku pergi ke toiletnya dan berganti baju.

Setelah berganti baju, aku merapikan seragam sekolahku tadi.

"Muat?" tanya Jaeden saat aku keluar dari kamarnya.

"Muat," jawabku. "Walaupun, ya..."

Jaeden mengerti tentang hoodie yang kebesaran ini.

Saat Jaeden menyuruhku turun, aku mencari kesempatan untuk melihat foto.

"Eh, sebentar!" seruku. Jaeden menoleh. "Ada barang gue yang ketinggalan."

"Yaudah. Cepat!" kata Jaeden. Aku mengangguk dan kembali masuk ke dalam kamarnya.

Kulihat foto yang waktu itu. Sekarang dengan lebih jelas.

Ada dua orang yang sedang berfoto di pegunungan.

Seorang anak perempuan dan seorang anak laki-laki. Mereka melihat kamera, tetapi wajah mereka tak begitu jelas. Keduanya tersenyum.

Fotonya sedikit gelap. Kedua anak itu berangkulan. Aku semakin melihat foto itu dengan jelas, sampai...

"Bohong ya? Mana barang yang ketinggalan? Ini?"

Jaeden menutup foto itu dan mendorong ku mundur.

"Emm, maaf," ucapku. "Gue b-bohong..."

"Gue tau apa rencana lo kesini. Lo mau lihat foto ini kan?" kata Jaeden. "Kenapa? Kenapa lo mau lihat foto ini?"

Aku tak menjawab dan berjalan pergi.

"Jaeden?" Jovi muncul di depan pintu kamar Jaeden.

"Jovi, kenapa?" tanya Jaeden. Jovi menghampirinya dan memeluk dirinya.

"Mau makan puding," kata Jovi dengan wajah memelas yang lucu.

"Habis makan siang ya," kata Jaeden. "Ayo."

Jaeden menggendong Jovi dan keluar dari kamar. Kami turun ke ruang makan. Ada beberapa makanan di meja.

"Mau burger?" tanya Jaeden pada kami.

"Mau," jawab kami. Jaeden pun mengambil bahan-bahan masaknya. Aku yang duduk di dekat Jovi yang bermain boneka, memutuskan untuk membantu Jaeden.

Aku berdiri di sebelah Jaeden yang langsung menoleh.

"Ngapain?" tanya Jaeden.

"Gue mau bantuin," jawabku.

"Bisa?"

"Ya bisalah."

"Oke."

Jaeden memberitahu apa yang harus ku kerjakan. Aku pun membantunya dengan cukup bagus. Mum pernah mengajariku memasak.

Setelah memasak, kami meletakkan piring burger itu ke atas meja. Jovi pun berhenti bermain boneka. Diambilnya satu burger, begitupun kami.

"Emm, enak!" ucapnya. Kami tersenyum.

"Habis ini makan puding kan?" tanya Jovi, memandang Jaeden dengan penuh harap.

"Iya," jawab Jaeden. "Habisin dulu makanannya."

Jovi pun melahap burgernya. Setelah makanannya habis, Jovi menepuk pundak Jaeden.

"Tuh, ambil di kulkas," ujar Jaeden yang mengetahui kalau Jovi meminta puding. Jovi pun berjalan ke kulkas dan membuka pintu kulkas. Dia mengambil satu mangkuk puding kecil dan makan di tempat duduknya tadi.

Setelah makan, kami membereskan semuanya. Aku mencuci piring, dibantu oleh Jaeden.

"[Name], [Name]." Jovi menepuk-nepuk pundakku. Aku menoleh.

"Ada apa?" tanyaku.

"Aku mau main salon-salon," ujar Jovi. "[Name] mau ikut?"

Aku berpikir sebentar. Kulirik Jaeden.

"Mau," jawabku akhirnya. Jovi tersenyum dan menarik tanganku. Dia mengambil mainan salon-salonannya dan meletakkannya di depanku.

"Siapa duluan yang mau disalon?" tanyaku.

Jovi mengangkat tangannya tinggi-tinggi. "Aku!"

Jovi duduk di depanku, menghadap ke depan. Aku pun menyisir rambutnya dengan rapi dan membuat hairstyle yang bagus. Jaeden duduk di sofa sambil melahap snack nya.

Saat aku sudah selesai menata rambut Jovi, aku melihat anak perempuan itu.

"Jovi?" Aku bingung melihat Jovi dengan mata terpejam. Mulutnya sedikit terbuka. Dia masih memeluk bonekanya seperti tadi.

"Lah, tidur?" tanyaku.

"Baringkan saja dia di kamar," kata Jaeden. Aku menggendong Jovi dengan hati-hati, agar dia tak bangun, dan naik ke kamarnya. Aku membaringkan Jovi di tempat tidurnya. Dia tertidur nyenyak.

"Dia ngantuk ternyata," kataku. Jaeden masuk ke kamar dan duduk di ujung tempat tidur Jovi.

Kami diam selama beberapa saat. Jaeden mengelus rambut Jovi. Aku terdiam melamun.

"Hei." Jaeden membuyarkan lamunanku.

"Apa?" tanyaku.

"Mau pergi ke rooftop?"

°°°

Jaeden membawaku ke rooftop rumahnya. Aku duduk sambil mendongak, melihat langit yang biru. Jaeden duduk di sebelahku, beberapa jengkal dariku.

Selama beberapa saat, kami diam. Keduanya sibuk dengan pikiran masing-masing. Akhirnya aku memutuskan untuk memecahkan keheningan.

"Lila itu..."

Jaeden langsung menoleh.

"Siapa?" lanjutku. Jaeden menghela napas.

"Teman lama gue."

Aku langsung melihatnya dengan kaget.

"Kalian dulu... t-temenan?" tanyaku.

"Hmm." Jaeden bergumam menjawab.

"Dia... pandai akting ya?" tanyaku. Jaeden menoleh.

"Ya. Hobinya akting," jawab Jaeden. "Hati-hati."

Aku mengangguk pelan. "Dia suka sama lo?"

Jaeden menggeleng dengan cepat. "Enggak!"

"Jadi, yang di foto itu siapa?" tanyaku. Jaeden membelalak.

"Itu... bukan..."

"Lo foto sama siapa?" Aku menopang daguku dengan telapak tangan, menunggu jawabannya, dan menatapnya. Dia memikirkan jawaban.

"Itu... bukan gue," kata Jaeden.

"Jadi siapa?" tanyaku penasaran.

Jaeden mendelik.

Anak ini penasaran sekali, batin Jaeden. Aku terus menunggu jawabannya.

"Seseorang. Eh, dua orang," kata Jaeden. "Udahlah. Gak usah ditanya lagi."

Aku menatapnya dengan sangat bingung. Berbagai pertanyaan muncul di kepalaku.

"Lo pernah pacaran?" tanyaku. "Kalau pernah, sama siapa?"

Jaeden mengernyitkan dahinya. "Bisa diam gak?"

"Jawab dulu!" kataku tak mau diam.

"Gak pernah! Gue gak pernah pacaran!" kata Jaeden. Aku pun bergumam mengerti.

"Jadi, tadi itu—"

"Shut up." Jaeden menutup mulutku sehingga aku berhenti bicara.

  "Sebenarnya gue punya dua saudara lagi," kata Jaeden. Aku terkejut.

"Ha? Siapa?" tanyaku penasaran.

"Sydney dan Hayes," jawab Jaeden, tapi dia tampak gemetar.

"D-Dimana mereka?" tanyaku.

"Mereka masih tinggal di rumah nenek gue. Besok mereka pindah ke sini, dibawa paman," jawab Jaeden. Aku mengangguk-angguk mengerti.

TOK! TOK! TOK!

Terdengar suara pintu diketuk dari bawah.

"Mum," gumam Jaeden. Kami bangkit dan turun ke bawah. Jaeden membuka pintu rumahnya dan masuklah Tante Angela.

"Kalian baik-baik aja, kan?" tanya Tante Angela. Kami mengangguk. "Jovi mana?" tanya Tante Angela.

"Tidur, di kamarnya," jawab Jaeden.

"Oh, yaudah." Tante Angela pun pergi ke kamarnya. Tapi sebelumnya, ia bertanya pada Jaeden. "Jaeden, kamu udah tau kan, kalau Sydney sama Hayes bakal pindah kesini besok?"

"Sudah, Mum," jawab Jaeden. Dia menatap Tante Angela dengan penuh harap. Suaranya bergetar. "Mum, kita bakal kembali kan?"

Tante Angela diam, lalu menjawab dengan pelan. "Iya. Kita enggak akan ninggalin dia."

·
·
·

hai, maaf baru update. sekian lama aku gak nulis. sibuk nonton aot pls ╥﹏╥

/oleng ke levi dan eren

jangan lupa vote+comment ya !

bye -!

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro