โ Kegaduhan sebelum Berangkat โ
Shia bangkit dari tidurnya, ia menoleh ke arah jendela yang sudah terang. Ini jam berapa? Shia hendak mengambil ponselnya di atas meja belajar, namun tak ada di sana.
"Lho, ponsel ku ke mana? Bukannya semalem aku cas di sini?" Shia bolak balik mengecek meja belajarnya itu.
"Kok ga ada??"
Kemudian Shia berjalan menuju tempat tidurnya tadi, mencari dibalik bantal atau pun selimut.
"Lah, kok di sini??" Ya, Shia mendapatkan ponselnya berada di bawah bantal.
"Engga ke-cas dong เผเบถโฟเผเบถ" Shia mengacak rambutnya yang berantakan, kenapa aku ceroboh banget sih?!
"Hahhh?! Udah jam 8?!" Shia bergegas untuk membersihkan dirinya, mengingat ia baru berkemas sedikit, dan masih banyak lagi yang mau diurus, sedangkan berangkatnya jam 2 siang nanti. Selama 6 jam ke depan mungkin Shia akan stress.g.
"Ah, ohayou Shia." Sapa Subaru saat Shia sampai di lobi utama.
"Ohayou, Subaru." Balas Shia dengan senyum kaku.
"Heh? Apa Shia kurang tidur?" Tanya Subaru yang melihat senyum Shia.
"Engga kok. Oh iya, kalian sudah selesai berkemas?" Tanya Shia.
"Sudah Shia, kami semua sudah selesai berkemas." Jawab Subaru dengan semangatnya.
Shia mengangguk paham, tangannya meraih sesuatu dari sakunya. "Ini paspor kalian, kalau Hokuto dia sudah punya, nah ini mau pegang masing-masing, atau aku aja yang pegang?" Tanya Shia lagi sembari menunjukkan beberapa paspor.
โโโโโโโโโโโโโโโโโ
Author: Maaf sebelumnya, ini ku tulis, ceritanya cuma Hokuto yang pernah pergi ke luar negeri, makanya baru dia doang yang punya paspor. Bentar, kasian, pertama kalinya ke luar Jepang malah ke tempat ku/heh ๐ญ
โโโโโโโโโโโโโโโโโ
"Paspor?"
"Iya, kan kalian mau berangkat ke tempat ku. Indonesia itu di luar Jepang, beda negara, jadi kalau mau ke sana harus pakai paspor."
Subaru manggut-manggut mendengar penjelasan Shia.
"Kalau begitu, aku mau pegang sendiri saja, Shia." Katanya tambah semangat.
"Hm, oke. Tapi simpan baik-baik ya, nanti kalau diperlukan saja kamu keluarkan!" Pesan Shia memberikan paspor milik Subaru.
"Siap Shia!"
"Yang lain mana?" Tanya Shia yang tak menemukan Hokuto, Mao, dan Yuuki di sekelilingnya.
"Masih sarapan. Ngomong-ngomong Shia belum sarapan kan? Tadi aku menghampiri Shia niatnya mau ajak sarapan bareng."
"Eh? Ah, ya, aku belum sarapan." Shia terkekeh pelan.
"Ayo sarapan dulu, Shia." Ajak Subaru.
"Sarapan bisa nanti, masih ada yang harus ku urus." Balas Shia tersenyum kecil.
"Sebaiknya sarapan dulu, Shia! Kalau nanti, Shia pasti kelupaan dan akhirnya tidak sarapan." Subaru menarik paksa lengan Shia dan mengajak Shia ke ruang makan.
Shia yang merasakan ditarik kini hanya pasrah dan mengikuti Subaru dari belakang.
"Ohayou Shia!" Sapa Mao saat Shia dan Subaru sampai di tempat makan.
"Ohayou mou, Mao." Balas Shia.
"Sebelum kelupaan, ini paspor milik Mao dan Yuuki. Nah, satu lagi! Kalian bawa baju yang tahan keringat ya! Soalnya di tempat ku bakal panas." Shia merogoh kembali saku nya, mengeluarkan dua paspor.
"Baik Shia!"
Shia tersenyum.
"Ano, Shia."
"Eh? Kenapa Yuuki?" Tanya Shia.
"Paspor punya ku, Shia yang pegang gapapa? Aku takut nanti hilang." Jawab Yuuki.
"Oh, boleh boleh, kalau begitu ini aku yang pegang ya." Jelas Shia tersenyum.
"Ini punya Mao." Lanjut Shia beralih ke Mao.
"Ah, terima kasih Shia."
"Shia, mau sarapan dulu?" Tawar Hokuto yang sepertinya baru saja menyelesaikan sarapannya.
"Sarapan bisaใผ"
"Sarapan dulu Shia!" Potong Subaru.
Shia menghela nafas.
"Iya iya, ini aku sarapan dulu."
Shia mengambil sarapan dan lanjut duduk di kursi paling ujung.
"Kenapa duduk di sana, Shia?" Tanya Hokuto heran.
"Biasanya aku duduk di sini." Jawab Shia polos.
"Ya, tapi kan sekarang kita sedang berkumpul, harusnya Shia ikut duduk di sini."
Shia kembali menghela nafas, ia pun pindah tempat dan bergabung. Untungnya Shia belum memulai sarapan. Kan tidak sopan kalau perempuan pindah-pindah tempat saat makan.
"Shia, apa harus disuruh dulu?" Sindir Hokuto.
"Hee? Kalau begitu maaf, aku memang begini orangnya."
Shia memulai sarapan, mengingat waktu terus berjalan.
โโโโโโโโโโโโโโโโโ
"SHIAAAA!!"
Suara teriakan histeris membuat Shia kaget, ada apa lagi ini?
"Suaranya Subaru?"
Shia menoleh ke sana kemari mencari asal suara.
"Shia ke sini!" Teriak Mao yang melihat Shia kebingungan mencari Subaru.
Shia mengangguk.
"SHIAAA." Teriak Subaru panik.
"Eh, kenapa Subaru?" Shia ikutan panik.
"Pas..."
"Pas?"
"Paspor nya hilang." Jelas Hokuto cepat.
"HILANG?!" Kaget Shia.
"Itu, mungkin tadi jatuh." Ucap Subaru.
"Jatuh di mana? Di tempat makan? Atau di tempat aku memberikan paspornya?" Tanya Shia berturut-turut.
Subaru diam.
"Ayo cari sampai ketemu! Ini udah jam sebelas lho, harusnya sekarang kita sudah bersiap untuk ke bandara."
"Maaf Shia." Lirih Subaru.
"Gapapa, yang penting sekarang kita harus mencarinya, berpencar ya!" Tegas Shia, kemudian dengan cepat bergerak ke tempat lain.
Shia pergi ke lobi utama, tempat tadi ia memberikan paspor pada Subaru. Shia memperhatikan lamat-lamat seluruh lantai lobi. Tak ada apa pun di sana.
Shia sesekali menanyakan orang-orang yang kebetulan lewat di lobi. Namun, tak ada satu pun yang melihat paspor.
Shia mengambil duduk di salah satu kursi yang ada di lobi. Berusaha menenangkan dirinya supaya tidak terlalu panik.
Mari kita lihat keadaan Hokuto, dia pergi ke ruang makan tadi. Mencari di bawah-bawah meja dan kursi di sana. Hokuto tak menemukan apa-apa.
"Hahh. Bikin repot saja." Kata Hokuto menepuk dahinya sembari geleng-geleng.
"Hokke, apa di sini ada?" Subaru mendekati Hokuto.
"Ga ada." Jawab Hokuto singkat.
"Heeeee. Gimana ini? Kasihan Shia! Lalu, apa aku bakal ditinggal? Berarti aku tidak bisa ikut kalian ke tempat Shia?! Hokke, ayo bantu aku! Cally di mana? Ukki?" Subaru panik tingkat dewa.g.
"Ini salahmu! Jadi kau harus bertanggung jawab sendiri! Kau ditinggal? Yah, mungkin saja kalau paspor mu tak ketemu. Tapi yang namanya Shia mana mungkin tega meninggalkan mu! Pasti dia mencari suatu alasan, misalnya menunda pemberangkatan, kemudian membuat paspor baru. Dia terlalu baik." Hokuto menghela nafas panjang.
"Aku harus mencari Shia dan meminta maaf!" Subaru hendak pergi, tetapi Hokuto menahannya.
"Cari dulu paspor mu sampai ketemu!" Suruh Hokuto.
"Tapi, aku harus mencarinya ke mana lagi?" Tanya Subaru.
"Hdhhh, tadi kau ke mana saja? Pasti terjatuh di sana kan?"
"Mm, lobi, tempat makan, toilet, ah tadi aku sempat ke kamar. Tapi aku sudah mencari di kamar dan membongkar isi tas ku, tetap saja tak ada!"
"Toilet?"
"Belum."
"Ya sudah, cari ke toilet sana!"
"Tapi kayaknya ga mungkin jatuh di toilet deh, Hokke!"
"Ga mungkin gimana, kalau belum dicari!"
"Akehoshi-kun, apa sudah ketemu?" Tanya Yuuki menghampiri Subaru dan Hokuto bersama dengan Mao.
"Belum, dia tidak mencarinya." Jawab Hokuto cepat.
"Aku mencarinya Hokke!" Subaru tak menerima dikatakan begitu. Faktanya dia memang sudah mencari.
"Shia sendiri belum ada kabar, sepertinya Shia belum menemukan paspornya. Terus sekarang mau bagaimana?" Tanya Mao.
Hokuto melipat kedua tangannya di depan dada. "Baka Akehoshi, sebenarnya ada pertanyaan yang sedari tadi mengganggu pikiran ku. Apa kau yakin paspornya jatuh?" Tajam Hokuto.
"E-eh? Maksudnya?" Subaru bergidik ngeri.
"Coba cek saku mu!" Suruh Hokuto.
Subaru mengangguk cepat dan memasukkan tangan ke dalam saku celananya.
"..."
Hokuto, Mao, dan Yuuki menunggu jawaban dari Subaru.
Dengan tangan bergetar disertai keringat dingin, Subaru mengangkat tangannya dan melihat apa yang didapatkannya dari saku.
"P-p-p-paspor. PASPORNYA DI SINI!!!"
"Sudah kuduga." Hokuto menggelengkan kepalanya.
"Ya ampun, Akehoshi-kun, kenapa kamu bisa lupa?" Tanya Yuuki.
"Maaf..."
"Kalau begitu aku kabari Shia ya." Mao mengutak-atik ponselnya.
"Tapi aku takut nanti Shia marah." Lirih Subaru.
"Salah mu sendiri!" Sahut Hokuto.
"Tenang, Akehoshi-kun! Shia pasti mengerti, dia tidak akan marah kok!" Yuuki tersenyum memegang bahu Subaru.
"Shia akan segera ke sini!" Kata Mao kemudian.
โโโโโโโโโโโโโโโโโ
"Subaru." Panggil Shia pelan saat sampai di ambang pintu masuk ruang makan.
Subaru yang merasa terpanggil, cepat-cepat berdiri menghampiri Shia.
"I-itu, anu, etto, M-MAAF SHIAAA!" Subaru menunduk sampai bungkuk alias encok.g
Shia diam, kepalanya masih dalam posisi menunduk.
"Apa Shia akan mengeluarkan amarahnya? Bagus, baka Akehoshi memang harus dimarahin." Bisik Hokuto.
"Shia, begini, Akehoshi-kun sebenarnya lupa." Jelas Yuuki membantu Subaru, ia tak ingin ada pertengkaran.
"Maaf Shia!" Lirih Subaru.
Shia mendekat dan menepuk bahu Subaru. "Kenapa engga dicek dulu?! Aku udah panik banget lho, bahkan udah memutuskan liburannya kita tunda dulu, hingga paspor mu yang baru selesai!"
"Maaf Shia, aku benar-benar minta maaf!" Subaru menunduk lagi.
"Gapapa, meski waktu kita udah kebuang 30 menit. Kalau begitu cepat ambil barang-barang kalian, aku akan menunggu di lobi, karena taksi akan segera datang."
"Lho, Shia ga marah?" Tanya Hokuto.
"Marah? Engga kok. Ayo cepat ambil tas-tas kalian!" Jawab Shia.
"Seharusnya dia diberi pelajaran supaya tidak mengulanginya lagi! Lihatlah, sekarang waktu kita jadi terpotong kan?"ย Lanjut Hokuto.
"Kalau sekarang aku menceramahinya, waktu kita semakin terpotong kan?" Balas Shia meniru gaya bicara Hokuto.
Hokuto mengalihkan pandangan.
"Berarti nanti Shia akan memarahinya?"
"Mereka sudah bergegas mengambil barang-barang lho, kamu masih di sini, Hokuto?" Tanya Shia.
Hokuto memasang wajah kesal. Shia tertawa pelan melihatnya. "Jangan cemberut kayak gitu, nanti aku akan menasihati Subaru kok."
Hokuto terdengar meng-oh saja, kemudian pergi meninggalkan Shia, padahal dia sangat senang, jika Subaru akan dimarahin.hehh.
Shia juga berjalan menuju pintu depan, ia akan menunggu Subaru dan lainnya di sana. Barang-barangnya tentu saja sudah ia siapkan lebih dulu, jadi saat ini Shia hanya menunggu.
โโโโโโโโโโโโโโโโโ
"Shia, apa perjalanannya akan lama?" Tanya Subaru saat mereka sudah selesai melakukan pengecekan tas dan saat ini sedang berada di boarding room atau ruang tunggu.
"Lumayan. Tapi kamu bisa tidur kalau bosan." Jawab Shia.
"Apa kalian tidak ingin membawa sesuatu?" Tanya Hokuto yang sibuk memperhatikan sekitar.
"Beli apa?" Tanya Mao.
"Nanti kita ke rumah Shia kan? Bukannya akan merepotkan jika kita menginap beberapa hari di sana?" Jelas Hokuto.
"Ah iya, aku lupa!" Kata Shia tiba-tiba.
"Kenapa Shia?" Tanya Hokuto.
"Kalian tidak mungkin menginap di rumah ku, kamarnya tidak akan cukup, jadi di hotel saja bagaimana?"
"Satu kamar berempat tidak apa-apa bukan? Bisa tidur pakai futon."
"Eh? Tapi di tempat ku ga ada yang jual begituan! Yang benar saja kalian tidur hanya beralaskan tikar, kalian tamu lho. Lebih baik di hotel saja ya! Di dekat rumah ku ada hotel kok."
"Mm, bagaimana ya, boleh-boleh saja sih. Tapi Shia harus mengajak kami mampir ke rumah Shia, gapapa kan jika kami berkunjung?"
"Ya udah, iya."
"Sekarang aku mau mencari oleh-oleh, sangat tidak mungkin kami mampir ke rumah Shia tapi tidak bawa apa-apa."
"Ga usah repot-repot!"
Di sisi lain Shia dan Hokuto yang tengah berbincang, Subaru, Mao, dan Yuuki malah sudah duluan mampir ke salah satu stan makanan di sana.
"Ayo kita bawa oleh-oleh untuk keluarga Shia! Yang murah-murah saja gapapa lah ya? Takutnya uang ku habis dengan cepat, yang penting kita ikhlas." Kata Subaru dengan semangat, ia menatap satu per satu deretan snack yang ingin dibelinya.
"Aku bawa Kitkat berbagai rasa." Ucap Yuuki, yang artinya ia tidak membeli.
"Aku akan membeli Tokyo Milk Cheeseย di sana." Mao berpindah ke tempat lain.
Setelah sibuk mencari oleh-oleh yang akan dibawa. Mereka berkumpul kembali di tempat Shia duduk.
"Ya ampun, seharusnya uang kalian dipakai buat yang lain saja. Aku sudah menyiapkan oleh-oleh sendiri buat orang tua ku, kok!" Shia merasa tidak enak karena melihat Subaru dan yang lain membawa cukup banyak bingkisan.
"Sebenarnya Hokke yang membeli lebih banyak, aku hanya membawa sedikit, karena sisanya untuk ku makan nanti." Ucap Subaru dengan entengnya.
"Kalau aku juga cuma dua macam Shia!" Kata Yuuki.
"Eh?"
"Aku juga dua macam Shia." Sahut Mao.
"Kalian, makasih banyak lho." Ucap Shia.
Setelah menunggu, kini sudah diperbolehkan masuk ke pesawat. Shia dan yang lainnya akan segera terbang ke Indonesia.
โโโโโโโโโโโโโโโโโ
๐Shia
1865 kata
12 Oktober 2021
Bแบกn ฤang ฤแปc truyแปn trรชn: Truyen247.Pro