Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

05 ~ Goddes Of Turquoise

Zhang Qiling duduk bersila, mata terpejam, nafasnya tenang. Sikap meditasi seperti yang selalu dia lakukan. Terserap dalam arus bawah pikirannya sendiri, nyanyian angin perlahan memudar dan garis keras wajahnya sepintas nampak lembut di bawah sinar bulan.

Tetapi semua kedamaian tiba-tiba terpecah sewaktu lengkingan Wu Xie memporak-porandakan fokus semua orang.

"Astaga! Apa yang terjadi?!" Wu Sangxing nyaris melempar dirinya keluar dari tenda. Meninggalkan peta dan beberapa catatan keramatnya berserakan di tikar lusuh.

Beberapa gumaman panik datang dari para pendaki lain. Mereka sama-sama terkejut karena teriakan mengandung intensitas kepanikan yang sangat serius dibanding hanya pekikan dramatis akibat tersandung di sepanjang trek.

"Bocah itu memanggil Xiao ge!" seru Wu Sangxing.

Pria yang disebut namanya bangkit dengan kecepatan macan, menyambar pedangnya sebelum menghampiri Wu Sangxing dan tim.

"Sepertinya ini bahaya. Wu Xie tidak memanggil nama anjing kakeknya. Bahkan tidak memanggilku."

Wu Sangxing bersiap menuju sumber suara ketika lengan Zhang Qiling melintang di depan dada, bermaksud mencegahnya.

"Di sana bahaya! Biar aku saja."

Mata kelamnya waspada dan terus menerus menyapu batuan cadas raksasa yang menjulang hitam dan bisu. Wu Sangxing ikut menatap dengan tajam, secara jujur mengakui bahwa jika dia berjaga di sekitar lokasi mungkin lebih aman dan membiarkan Zhang Qiling yang lebih paham area ini untuk mencari Wu Xie.

"Di ketinggian ini beberapa pendaki kadangkala mengalami halusinasi. Jika kalian tiba-tiba melihat suku primitif atau markhor*) berbulu biru. Jangan terpedaya!"

*) Markhor : kambing gunung Himalaya

Zhang Qiling menatap pada Wu Sangxing dengan sorot mata yang tak pernah ia tunjukkan sebelumnya. Itu serupa paduan antara ganas, keji, misterius, dan gelisah.

"Aku akan membawa Wu Xie kembali! Tetap di tempat kalian dan selalu waspada!"

Dia berlari dengan kaki-kakinya yang panjang, melesat ke balik salah satu batuan cadas besar, ke tempat yang tidak bisa dilihat Wu Sangxing dan tim.

Di jalur pendakian, Wu Sangxing mondar-mandir di bawah terpaan cuaca beku sementara tim kembali ke dekat tenda karena saat ini tidak memungkinkan mereka untuk mereka melanjutkan pendakian. Wu Sangxing sangat khawatir dengan kondisi Wu Xie tetapi wajahnya tidak menunjukkannya. Sebaliknya ia tidak berhenti menggerutu.

"Anak bandel itu sungguh merepotkan," pita uap keluar dari mulutnya tiap kali ia bicara.

"Kita belum mencapai setengahnya dari pendakian dan bocah itu sudah mengacau."

Pan Zi memahami reaksi ketua timnya dan mencoba mengatasi suasana hati yang buruk.

"Xiao ge bisa diandalkan," ujar Pan Zi terengah. "Dr. Shui sudah menjelaskan betapa ia sangat kompeten dan menguasai pengetahuan tentang gunung ini. Dia pasti bisa menyelamatkan tuan muda ketiga."

Wu Sangxing hanya merengut, tapi setidaknya ia berhenti menggerutu, sekaligus menghemat energinya.

Semakin malam, langkah terasa semakin berat dan melelahkan hingga pria itu akhirnya berhenti mondar-mandir. Kapas-kapas putih berputar di sekitar puncak gunung, dan pusaran angin semakin kuat bahkan jika itu bukan badai. Kaki mereka mulai goyah, bahkan ketika memegang tongkat penopang yang gemetar di tangan mereka.

Apa itu?

Pan Zi mengedip-ngedipkan mata ke satu arah.

"Apa yang kau lihat?" tanya Wu Sangxing curiga.

Sekejap Pan Zi tidak melihat apa-apa, lalu merasa melihat sesuatu.

"Aku melihat sosok bayangan putih di sana." Dia menunjuk arah tenggara. Wu Sangxing mengikuti kemana tatapan Pan Zi tertuju.

"Hanya ada kegelapan," desisnya.

"Sepertinya seekor beruang," Pan Zi bersikeras, matanya menyipit.

Angin menderu di puncak, menghamburkan butiran es yang terpecah lagi menjadi serpihan lebih kecil dan lembut.

Beruang?! Dalam kegelapan? Pan Zi sudah gila!

"Ingat apa yang dikatakan Xiao ge. Di area ini banyak orang berhalusinasi. Tidak ada apa-apa di sana. Jangan menakutiku! Itu tidak ada gunanya."

Wu Sangxing menggertakkan gigi, tidak paham akan dirinya sendiri yang terkepung medan alam ganas dikelilingi orang gila dan bocah ceroboh.

Udara dipenuhi kabut dingin sewaktu Pan Zi berjalan lambat-lambat menjauhi Wu Sangxing. Fokusnya masih tertuju pada satu titik di mana ia yakin telah melihat binatang buas. Pan Zi membawa senjata tajam di balik mantelnya, dan satu pistol kecil tersembunyi rapi.

"Mau kemana kau? Jangan coba membuat kacau lagi seperti yang dilakukan bocah itu!"

Wu Sangxing berseru jengkel. Kemudian menatap ke batu cadas raksasa di mana Zhang Qiling lenyap sebelumnya. Sudah berapa lama ia pergi, tapi tak ada suara-suara yang menunjukkan mereka ada dalam jangkauan jarak dekat.

Wu Sangxing memutuskan jika dalam satu jam Wu Xie dan Zhang Qiling tidak kembali. Dia akan menjelajah sendirian untuk mencari keponakan kesayangannya yang menjengkelkan.

* * *

"Siapa kau?"

Wu Xie mendengar suaranya sendiri menggema di dinding-dinding gua es.

Sosok yang dia lihat bergerak ke satu lorong dan seolah ada tarikan energi yang sulit ditolak, mirip hipnotis. Dia mengikuti wanita yang mirip bayangan itu lebih dalam ke dalam gua yang luas hanya untuk menemukan satu ruangan lain dengan bentuk tidak beraturan dan kolam kecil di tengahnya.

Wu Xie mengerjap-ngerjap mirip orang yang baru terbangun dari tidur secara mendadak. Ada lampion-lampion putih dipasang di beberapa titik dalam ruangan. Sebuah batu pipih berbentuk lingkaran putih berkilau terletak di dekat kolam. Ada satu meja panjang tradisional ditempatkan tidak jauh dari batu pipih. Poci dan cangkir teh yang elegan diletakkan di atas meja. Kemudian yang tidak kalah mengherankan, ada kursi kehormatan di depan meja itu.

Mungkin Wu Xie terlalu lapar, lelah, mengantuk, entah kepalanya terbentur keras dan cedera. Seolah-olah semua benda yang dilihatnya bergoyang-goyang mirip bayangan yang dihasilkan dari cahaya lilin yang dihembus angin. Semakin ia memandang, semakin ia tidak bisa memikirkan apa pun. Semuanya terasa asing dan tidak masuk akal.

Dan suara-suara muncul dari kejauhan.

Wu Xie memiringkan kepala, berharap itu hanya siulan angin. Tapi ia memang mendengarnya. Suara lantunan musik tradisional China di zaman kuno. Dia pernah mendengarnya dalam satu video dokumentasi sang paman yang meliput jejak kehidupan kekaisaran kuno di masa ratusan tahun lalu. Kecapi, seruling giok yang dimainkan dengan ahli.

Wu Xie mengerjap lagi.

Wanita ilusi itu tiba-tiba telah berubah menjadi indah dan mengenakan pakaian mewah, putih halus bergelombang seperti awan lembut di langit cerah. Dia berdiri di atas batu pipih dan mulai melakukan tarian indah yang tidak diketahuinya. Pemain musik mengganti ritme dan gerakan menari si wanita terus mengikutinya. Ini seperti pertunjukan seni tarian populer di masa dinasti Han yang jauh.

Pemandangan artistik dan tidak masuk akal ini terus berlanjut selama menit demi menit berikutnya. Wu Xie perlahan mulai terserap dalam pertunjukan yang sebenarnya tidak ada. Dia mulai melupakan hal lain namun dalam hati ia samar-samar menyadari bahwa ini adalah peristiwa paranormal. Wu Xie diam-diam merasa takut sesuatu terjadi padanya. Bahwa ada energi gelap dalam gua tersembunyi di tengah puncak Turquoise yang penuh misteri.

Benar saja. Wanita penari itu, seperti tidak sengaja, menoleh dan menatap ke arahnya. Dia sangat cantik. Rambut panjang halus terurai jatuh dengan anggun di antara selendang putih. Ornamen indah menghiasi kepalanya. Wu Xie berpikir layakkah seorang wanita yang sangat anggun dan cantik diperlakukan sembunyi-sembunyi seperti ini?

Dua pasang mata bertatapan dalam cahaya berkilauan di tengah ruangan es dan kolam kecil berair gemerlapan. Lagu cinta dan rayuan tidak berhenti, diperburuk oleh kontak mata yang berbahaya, Wu Xie tanpa sadar maju selangkah mendekati pertunjukan aneh itu.

Udara dingin dipenuhi aura mistis dan alunan musik. Jika saja memungkinkan, Wu Xie ingin bergabung dengan penari cantik itu dan mendengarkan lagu indah bersama di keheningan gunung es yang menakutkan. Perasaan melankolis dan frustasi tiba-tiba datang menyergap, membelit jiwa Wu Xie, entah dari mana datangnya.

Dia melangkah lagi.

Selangkah. Dua langkah. Tiga langkah.

Ketika ia akan menggerakkan kakinya untuk ke sekian kali, satu tepukan lembut mendarat di bahunya. Terkesiap, Wu Xie menoleh. Siap menyemburkan kata-kata kemarahan pada siapa pun yang cukup nekad mengganggu konsentrasinya.

Wu Xie melihat sosok Zhang Qiling berdiri di belakang, selangkah jaraknya. Suasana tiba-tiba berubah remang-remang. Satu-satunya sumber cahaya adalah senter kecil di tangan Zhang Qiling. Wu Xie tidak bisa melihat dengan jelas tetapi ia bisa menangkap kecemasan dan ketidaksabaran menyelubungi tatap mata Zhang Qiling. Punggung dan bahunya begitu tegak. Wajahnya memancarkan kekhawatiran yang hebat.

"Xiao ge!" Ia mendesis takjub.

Bagaimana pria tampan ini bisa menemukan dirinya.

"Kau harus melihat itu!" Wu Xie dengan cepat menoleh kembali ke tengah ruangan gua dan menunjuk ke arah si penari. Tetapi-- pemandangan indah itu telah menghilang. Demikian pula dengan irama lagu, meja, kursi, lampion-lampion dan cahayanya.

Semua telah berubah.

"I--ini.." gumamnya bingung.

Ilusi. Semua ini ilusi yang menipu.

Keterkejutan yang pahit mencengkeram otaknya. Sialan!

"A---apa yang terjadi dengannya? Aku jelas melihat seorang--"

"Wanita penari yang cantik?" gumam Zhang Qiling dalam suara rendah.

Jeda sejenak. Bayangan yang bergerak dari lemahnya cahaya senter menciptakan suasana angker di tengah udara beku.

"Kau tahu?" Wu Xie merinding.

Zhang Qiling memutarkan cahaya senter ke seluruh ruangan gua. Kolam berbentuk lingkaran dan juga batu pipihnya masih ada. Tetapi kondisi di sekitarnya berbeda. Tidak ada penari. Yang dia lihat adalah sesosok patung arca putih bercahaya dalam bentuk wanita dengan ukiran yang halus. Lahir dari pahatan tangan seorang profesional. Kecantikan yang alami terpahat di sana. Nampaknya dia melayang, hingga Wu Xie memperhatikan lebih teliti bahwa satu kaki patung wanita menjejak batu pipih dalam posisi jinjit. Pose menari yang indah, liukan gaun, rambut dan selendang yang cukup sulit dituangkan dalam bentuk pahatan. Nyatanya, patung wanita itu sungguh ada.

"Di sana," gumamnya lirih, "penari itu hidup dan menatapku."

Zhang Qiling terpaku sesaat, lalu berkata hati-hati.

"Kau melihat ilusi."

"Ugh, ya.. kupikir. Tapi mengapa?"

"Wanita penari yang kau lihat. Dialah Dewi Pirus."

"............"

Masih dengan mulut ternganga, pandangan Wu Xie melingsir turun ke tepian kolam. Di sanalah bagian terburuknya. Dia melihat sekilas tulang belulang berserakan. Entah milik binatang gunung, atau manusia.

Seketika seluruh bulu-bulu halus di tubuhnya berdiri. Seolah belum puas mengejutkan Wu Xie, Zhang Qiling menyinari tulang belulang itu dalam waktu yang lama.

"A---apa itu? Apakah mereka sisa manusia yang tersesat??" Dia mundur selangkah hingga tubuh kurusnya menabrak bahu Zhang Qiling.

"Ya," jawab Zhang Qiling, menahan nafas.

"Jika kau terserap ilusi itu hingga jatuh ke dalam kolam. Bisa dipastikan kau akan bergabung dengan mereka."

Suara keledai tercekik keluar dari tenggorokan Wu Xie. Ini jenis suara yang cukup jelek dan mengganggu.

"Mama..." desisnya, ngeri.

* * * * *

Huft! Untunglah gak keburu!😁

To be continued
Please vote 💚💙

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro