³. 𝐃𝐎𝐍'𝐓 𝐇𝐔𝐑𝐓, please..
Hinata berlari dengan langkah kecilnya, berusaha menyamai langkah Takemichi yang berada di depannya. Lelaki itu menyadari bahwa sang gadis susah menyamakan langkah dengannya.
Pemilik surai pirang terkekeh kecil, ia memelankan langkah kakinya agar menyamai Hinata. Gadis itu mengira ia yang telah menyamai kecepatan lari Takemichi, dengan senyum lebar ia merasa percaya diri.
Menyadari raut wajah gadis di sampingnya berubah, lelaki itu segera memalingkan wajah dan fokus ke rute jogging-nya. Dapat dilihat rona tipis dari telinga Takemichi. Ia juga menyadari maksud dari Anya dengan memasangkan dirinya pada Hinata, dan mengajaknya serta Haruchiyo untuk jogging bersama.
Haruskah ia berterimakasih pada gadis itu? Mungkin.. Gadis itu juga merupakan shipper dari ship TakeHina.
Tetapi.. Tidak. Jika ia dekat dengan Hinata, musuh dari gengnya pasti akan mengincar gadis ini. Takemichi.. Tidak bisa membiarkan itu.
"A-ah!!"
Takemichi yang sigap langsung menarik tudung hoodie Hinata agar gadis itu tidak terjatuh, kemudian lelaki itu menarik sang gadis kebelakang dengan tangannya menahan bahu Hinata.
Lelaki itu menghela nafas lega, sedangkan Hinata sudah gugup setengah mati.
"Daijoubu, Hina-chan?"
Gadis itu mengerjap dan menganggukkan kepalanya dengan cepat, "Ha-hai'.. " gugupnya. Tidak tidak, ia tidak bisa berbicara lebih banyak karena masih gugup dan salah tingkah tiada tara.
Pemilik surai pirang tersenyum lembut, "Lain kali hati-hati. Kenapa bisa tersandung begi-" ia melirik ke bawah, dimana tapi sepatu putih itu sudah tidak terikat, "Ah... Tunggu sebentar."
Hinata tersentak dan berseru pada Takemichi, "Takemichi-kun biar aku-"
Tetapi Takemichi tidak mendengarkan, ia berjongkok dan mengikat tali sepatu Hinata dengan rona tipis di wajahnya.
Tidak menyadari bahwa perilakunya membuat gadis bersurai coklat muda itu benar-benar salah tingkah.
★
"Nampaknya aku paham kenapa kau mengajakku dan Hanagaki." Haruchiyo menatap datar gadis di sampingnya, yang tengah memotret momen TakeHina.
Anya mendelik pada lelaki bersurai pink itu, "Urusai, Babi pink." ia kini tengah berjongkok di dekat semak-semak dan pepohonan. Melihat Haruchiyo yang tengah kesal dan masih saja berdiri, gadis itu dengan emosi menarik kerah hoodie hitam sang lelaki hingga membuatnya hampir jatuh di atas Anya jika ia tidak menahan dengan kedua tangan.
Pemilik surai hitam tentunya kaget, tak pernah kontak fisik sedekat ini dengan seorang lelaki. Haruchiyo juga begitu, ia bersyukur refleknya cukup bagus dan bersyukur rona tipis di wajahnya tidak terlihat karena sinar matahari tak menyorot tempat dimana mereka sekarang.
Tersadar, Anya dengan cepat mendorong tubuh lelaki itu dengan kuat. Membuat Haruchiyo terbaring di atas tanah dan mengaduh sakit karena bokongnya yang sakit.
"Urusai, Babi pink. Kau akan terlihat jika terus berdiri seperti tadi." gadis itu bertingkah seolah tadi tak terjadi apa-apa. Dan kembali pada ponselnya untuk memotret momen TakeHina yang lainnya.
Membuat Haruchiyo kesal sendiri, jika di depan orang lain pasti ia akan dipanggil dengan nama belakang. Dan lihat sekarang? Gadis ini malah memanggilnya Babi Pink saat tidak ada orang disekitar yang memperhatikan mereka.
"Aku bukan babi, sialan."
"Kalau begitu kenapa marah?"
Perempatan imajiner muncul di wajah Haruchiyo atas respon gadis itu.
"Hohoo~ gadis yang sering dekat dengan anggota Toman ada disini, yaa? Oho, dan siapa lelaki ini, Nona?"
Seketika, keduanya menoleh ke arah suara dengan tatapan tajam.
"Bajingan tengik.. "
★
Bugh
Bugh
Bugh!
"Ukh!"
"Sialan!!" Anya melebarkan matanya begitu melihat Haruchiyo terduduk dengan tangan yang memegangi perut. Tidak tidak.. Jangan bilang dia?!
"Fokus, kusso onna!!!" seruan itu membuat sang gadis tersadar dan menyadari beberapa orang akan menyerangnya dengan menggunakan balok kayu.
Ia dengan cepat memblokir dan menendang titik lemah lawannya, matanya menahan tangis kala melihat darah yang menetes dari tempat Haruchiyo terduduk.
Iris hitamnya kembali melebar ketika seseorang dari belakang akan menikam lelaki itu. Ia menyikut lawannya dan dengan cepat berlari ke arah Haruchiyo.
Ia mengambil pijakan dan melangkahi lelaki yang tengah menahan rasa sakit dan menendang pisau itu sembarang arah.
Merasa tak ada bahaya, Anya mendekati Haruchiyo dengan tangan bergetar.
"Buka hoodie-mu, bodoh!" serunya kesal.
"Aku baik-baik saja, onna."
"Urusai!!"
Haruchiyo melebarkan matanya begitu melihat seseorang bersiap menikam Anya dari belakang. Ia memeluk gadis itu untuk menjadikan dirinya tameng tetapi-
"Ugh!"
"TAKEMICHI-KUN!!?"
Seruan itu membuat Anya melebarkan matanya dengan tubuh yang bergetar.
'Ti-tidak.. Hina-chan...!!'
"OI, TACHIBANA! Kau memiliki nomor Sano Emma bukan?? Beritahu dia untuk menghubungi Mikey!!!" Hinata bergetar hebat, ia merasa dirinya menjadi batu dan tidak dapat melakukan apapun.
"Hi-hina!!" seruan Anya membuat gadis itu tersadar dan menganggukkan kepalanya cepat.
"Tolong panggil ambulans!!" gadis bersurai hitam itu berdiri setelah melepaskan pelukan Haruchiyo dengan perlahan. Matanya berkilat marah dan Hinata tidak pernah melihat sang sahabat semarah itu.
"Hanagaki, ayo!!"
Takemichi menganggukkan kepalanya dengan tekad yang kuat, ia melepaskan pisau yang tertancap pada telapak tangannya tanpa rasa takut. Membuat Hinata ngilu melihatnya.
Takemichi dan Anya melayangkan berbagai pukulan. Tetapi Takemichi sedikit babak belur karena ia memang tidak pandai dalam baku hantam, berbeda dengan Anya yang dengan liar melepaskan segala kemarahannya.
Gadis bersurai hitam melihat seseorang mengambil balok kayu dan menargetkan Hinata, iris hitamnya bergetar.
Bugh!
Suara pukulan antara kepala dan balok kayu beradu, Hinata yang melihat pemandangan itu menggeleng tak percaya. Matanya menyiratkan amarah, amarah terhadap dirinya sendiri yang tidak bisa menyelamatkan pujaan hati.
"Takemichi... "
Dengan segala keberanian, Hinata mengambil potongan besi yang ada di dekatnya dan memukuli pria itu dengan tenaga yang ia punya.
'Titik lemah.. Tengkuk!'
Bruk
Lututnya lemas, ia terduduk menatap tangannya tidak percaya.
"Orang ini tidak mati.. 'Kan??" suaranya bergetar, pundaknya yang rapuh terasa berat.
"Iie, orang ini masih bernafas. Dia hanya pingsan." iris matanya melebar begitu Takemichi bangkit dengan darah yang mengalir dari pelipisnya.
Brumm
Tap tap tap
Suara deru motor dan langkah kaki membuat semuanya menoleh, Haruchiyo bahkan tersenyum lemah menatap mereka yang datang.
★
"Baka! Bakamichi!!" Hinata berseru dengan tangisan di sela-sela seruannya. Mereka ada di rumah sakit, setelah kejadian itu mereka dilarikan ke sana.
Takemichi tersenyum canggung, "Go-gomenne, Hina-chan.. " ia memegangi perban yang ada di tangannya, "Dan.. Terimakasih banyak." lelaki bersurai pirang itu kemudian tersenyum lembut.
Tangisan Hinata mereda, namun punggungnya tetap saja bergetar.
"Takemichi-kun.. "
"Hai', Hina?"
Pemilik surai coklat muda itu menaikan pandangannya, menatap Takemichi dengan pandangan berharap juga tekad.
"Tolong jangan terluka lagi seperti ini.. Aku- aku akan melindungi Takemichi-kun, seperti- seperti tadi."
Ucapannya membuat Takemichi tertegun, tak lama sebuah liquid bening jatuh dari pelupuk matanya.
"Kalau begitu aku tidak bisa menjadi pahlawan bagimu, Hina-chan.. "
"Apapun keadaannya, dari dulu, kamulah pahlawanku, Takemichi-kun."
- TBC.
note. Aku tahu ada sebagian besar menyorot pada 'aku' dan chara, tetapi jujur itu memang bagian dari perkembangan cerita ini.. Aku minta maaf atas ketidaknyamanannya.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro