009
Kejar-kejaran itu berlangsung hingga mereka berada di luar gerbang perbatasan kerajaan. Hokuto sendiri sengaja melakukannya agar tidak melibatkan para warga sipil yang tidak bersalah.
Para pasukan penjaga itu benar-benar tidak ada habisnya. Entah berapa lama lagi Hokuto harus bertahan. Membekukan banyak orang seperti ini, ia tidak habis pikir apa yang sebenarnya diinginkan oleh Rei hingga harus mendekati adiknya itu.
Menguasai? Itu bisa saja terjadi.
Namun daripada itu, di belakang pasukan itu pun ada Mao yang sedang membawa (Name) menyusul Hokuto. Dengan mantel tebal yang membalut gadis itu, (Name) berusaha keras untuk tetap sadar.
"Tu-turunkan aku disini," ucap (Name) yang sontak membuat Mao kaget. Bagaimana mungkin menurunkan gadis ini dalam keadaannya yang sudah hampir tidak bisa berdiri lagi.
"Aku tidak apa-apa," ucap (Name) meyakinkan diri. Mao pun mau tidak mau menurunkan (Name).
Putri kedua kerajaan tersebut berjalan mendekati sang kakak yang sekarang sepertinya akan kembali lepas kendali. Mao yang berdiri di belakang (Name) pun mengikut dengan jarak beberapa meter untuk berjaga-jaga.
"Ni-nii-san,"
Tidak, suara (Name) tidak akan terdengar oleh pemuda itu. Hokuto sudah tidak bisa menahan tekanan yang ada pada dirinya. Rasa sakit karena menahan sesuatu yang meledak itu benar-benar menyiksanya.
Alhasil sebuah ledakan kekuatan terjadi tanpa bisa dihindari. (Name) yang posisinya paling dekat dengan ledakan kekuatan itu harus menerima banyak serangan yang disaat bersamaan juga menahan serangan itu sehingga tidak mengenai Mao yang berada di belakangnya.
"Ti-tidak bisa bertahan ya," gumam (Name) lirih.
Kakinya yang sedang berusaha menopang dirinya itu perlahan membeku. Selimut es dengan cepat merambat naik ke atas hingga seluruh tubuh (Name) kini membeku oleh es.
"(NAME)?!"
Netra hijau Mao terbelak kaget melihat (Name) yang telah membeku secara sempurna. Sementara Hokuto yang baru merasa lega karena ledakan telah berlalu itu terkejut dengan teriakan seseorang yang menyebut nama adiknya itu.
Sama seperti Mao, Hokuto yang melihat sosok (Name) yang telah membeku dengan sempurna itu menatap dengan penuh kejutan. Merasa seolah-olah tidak percaya dengan apa yang sedang ia lihat saat ini.
"(name)..."
Hokuto berlari menghampiri (Name) yang menjadi patung es itu. Mao yang baru saja ingin mendekati gadis itu pun menghentikan langkahnya ketika Hokuto lebih dulu sudah berada di hadapan (Name).
Tidak tahu apa yang terjadi, seharusnya (Name) tidak akan membeku seperti ini. Karena semua prajurit itu juga hanya sekedar pingsan, bagaimana bisa (Name) justru membeku seperti patung es seperti ini.
"Kamu yang bersamanya tadi bukan?" tanya Hokuto kepada Mao dengan sekilas lirikan untuk melihat pemuda itu. Sementara Mao hanya menjawabnya dengan anggukan.
"Mungkinkah yang membawa (Name) hingga ke istana esku sebelumnya adalah kamu ?" tanya Hokuto lagi. Mao pun kembali menjawab itu dengan anggukan.
"Sebelumnya ia pernah berkata kalau ia mendapat serangan esmu di istana, itu mengenai jantungnya,"
Hanya dengan satu kalimat yang di lontarkan oleh Mao, Hokuto pun paham apa yang telah terjadi. Tentu saja ini semua adalah akibat dari yang ia lakukan sendiri. Jika sejak awal ia bisa mengendalikan dirinya sendiri, mungkin (Name) tidak akan membeku seperti ini.
"Maaf (Name), aku justru tidak bisa menjagamu dengan baik," ucap Hokuto seraya mengusap surai (Name) yang juga membeku. Kemudian tangannya perlahan melingkar di tubuh (Name). Memeluk satu-satunya keluarga yang ia miliki di kerajaan ini.
Mao hanya menatap pemandangan dihadapannya dengan tatapan miris. Tidak menyangka akan semenyedihkan ini. Ya, ia pun bahkan sudah lupa bagaimana rasanya memiliki keluarga. Ia hanya tahu bagaimana ia dulu dirawat oleh keluarga troll di hutan salju.
Rei yang melihat hal itu kembali tersenyum licik. Semua yang ia rencanakan berjalan dengan baik. Sekarang adalah waktunya menguasai apa yang ia tuju.
"Lanjutkan!" ucap Rei pada seorang kepercayaannya yang berdiri di belakangnya.
"Baik pangeran,"
Di waktu yang bersamaan. Tangan (Name) yang sebelumnya kaku itu perlahan bergerak. Selimut es yang membalut tubuhnya pun perlahan-lahan menghilang dari tubuhnya. Kulitnya yang pucat mulai terasa kehangatannya.
"(Na)-(name)..." gumam Hokuto ketika merasakan hawa kehangatan dari adiknya.
"Nii-nii-san, aku.. Rei-san..."
Tubuh (Name) masih terasa lemas sekarang. Hokuto menopang tubuh (Name) agar tidak ambruk seketika. Sepertinya butuh waktu untuk memulihkan kembali keadaan (Name) ke kondisi semula.
"Tolong jaga dia sebentar, ada satu hal yang harus ku urus," ucap Hokuto sembari menyerahkan (Name) pada Mao.
Mao menerima tubuh (Name) dari Hokuto. Tentu saja ia akan menjaga (Name) dengan baik.
Hokuto pun beranjak dari posisinya. Kembali ke istana untuk mengurus masalah Rei. Walau tidak akan mudah, sebaiknya itu segera diselesaikan sebelum semuanya semakin memburuk.
---
2 bulan kemudian.
"Yang mulia, anda mau kemana?!" seru salah satu pelayan istana ketika melihat putri istana mereka lari keluar dari istana. Seperti biasa sama sekali tidak bisa betah berada di istana dan memilih untuk melihat-lihat ke kota.
2 bulan telah berlalu sejak insiden itu. Semua telah membaik dan kembali ke keadaan semula. Kota yang membeku kini kembali hangat bersamaan dengan pulihnya (Name) beberapa waktu yang lalu.
Lalu tentang Rei, pangeran kerajaan sebelah itu kini ditangkap oleh Hokuto dengan bantuan orang kepercayaannya, Wataru. Kini entah kabarnya (Name) sama sekali tidak memikirkan hal itu.
Kemudian Hokuto kini kembali memegang jabatannya sebagai raja di kerajaan ini. Semua rakyat memahami bagaimana sebenarnya Hokuto peduli pada kerajaan. Hal itu membuatnya kembali disambut oleh rakyat. Tentu saja mereka merayakan bersama penobatan Hokuto satu bulan sebelumnya.
"Ayo kemari!" seru (Name) yang begitu bersemangat menarik tangan Mao ke suatu tempat.
Oh tentu saja, sejak kejadian itu Mao sekarang menjadi bagian dari warga kerajaan. Bahkan kini telah menjadi pengawal pribadi (Name). Tentu saja itu atas permintaan Hokuto sendiri karena ia mempercayai Mao.
"Tu-tunggu dulu," ucap Mao yang sedikit kewalahan menyamakan langkahnya dengan gadis itu.
"Oh, sebelumnya tutup mata dulu," ucap (Name) yang langsung mengeluarkan kain dari sakunya, kemudian menutup mata Mao dengan sapu tangan tersebut.
Mao hanya bisa pasrah dengan kelakuan sang putri yang harus ia jaga sebagai pengawal pribadinya. Ia bahkan tidak menyangka ada putri yang kelakuannya seperti (Name) saat ini.
(Name) kembali menarik tangan Mao menuju tempat yang akan menjadi kejutan untuk pemuda itu. Sampai pada tempat yang dituju (Name) meminta Mao untuk membuka penutup matanya.
"Bukalah!" ucap (Name).
Mao hanya mengikuti keinginan (Name) dengan membuka penutup matanya. Sekarang ia dikejutkan dengan pemandangan dimana Ritsu sedang tidur di dekat sebuah kereta rusa yang jelas itu bukan miliknya. Karena sudah jelas saat kekacauannya sebelumnya, kereta rusa miliknya sudah hancur.
"Aku mendengar dari para pelayan kalau kereta rusamu sudah rusak, jadi aku memesan khusus kereta rusa ini dari pengerajin terbaik kami untukmu," ucap (Name) dengan antusiasnya.
Mao terdiam beberapa detik. Jelas sekali kereta ini terlihat lebih mewah dibandingkan miliknya yang sebelumnya.
"Terima kasih," ucap Mao tersenyum lembut. (Name) yang melihat itu sontak mengalihkan pandangannya agar Mao tidak bisa melihat bagaimana pipinya yang kini telah merona.
"I-itu bukan apa-apa," ucap (Name), berusaha untuk tetap tenang.
Mao menyadari itu, menggemaskan melihat (Name) yang merona seperti itu. Tangannya pun tidak tahan untuk pat-pat kepala (Name).
"Waaaaiii aku melihat senyum kirakira dari sini!" seru Subaru yang sukses mengejutkan keduanya hingga mereka pun langsung memberi jarak karena malu.
Oh tentang Subaru yang sempat terlupakan. Dia ikut bersama Mao ke kerajaan saat mengantar (Name) kembali ke istana. Kemudian saat kekacauan berakhir dan es yang kembali mencair, Subaru pun perlahan mencair. Namun dengan kekuatan Hokuto, Subaru mendapatkan awan salju pribadinya sehingga ia tidak akan mencair walau sudah musim panas.
"Lho ? Ada apa dengan kalian berdua ?" tanya Subaru sembari menperhatikan wajah dari keduanya.
"Lupakan, ini koin untukmu," ucap Mao yang langsung memberikan koin berkilauan pada boneka salju yang menyukai barang berkilauan ini.
"YATTAA!"
"Pfft.."
Entah apa yang lucu, intinya Mao dan (Name) sama-sama tertawa lepas seperti tidak ada beban.
Tentu saja karena semua telah berbahagia dengan kebahagian yang sesungguhnya.
END
____________________
𝔉𝔯𝔬𝔷𝔢𝔫 || ℑ𝔰𝔞𝔯𝔞 𝔐𝔞𝔬
Akhirnya selesai juga part terakhirnya. Beberapa kali bolak-balik di book ini tetap nggak dapat ide. Setelah maksa ngeluarin ide, hasilnya jadi begini.
Ya semoga kalian suka dengan ide paksaan ini.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro