001
Alunan musik klasik menghiasi ruang aula. Ditemani suara gelak tawa ringan dan obrolan yang terpancar dari sekian banyak bibir yang bergerak tak terkendali.
Semuanya berkumpul untuk menyambut hari baik mereka. Menyambut pemimpin baru kerajaan yang telah lama tak diteruskan. Mengingat sang mahkota belum mencukupi umurnya. Kini ia akan menaiki tahta.
Tidak hanya para bangsawan kerajaan yang berkumpul di aula. Para rakyat pun menunggu di depan gerbang istana. Menanti sang pemimpin baru yang bertahun-tahun ini mereka nantikan. Mengingat sebelumnya hanya mengandalkan para menteri. Mereka berharap dengan ada nya pemimpin, kehidupan mereka lebih baik.
---
"Yang Mulia, sudah waktunya,"
Netra biru yang sedang menatap pantulan dirinya di depan cermin itu menoleh ke arah sang pelayan. Ia menghembuskan nafasnya perlahan untuk mengusir kegugupan.
Sudah bertahun-tahun lamanya. Akhirnya ia harus menunjukan dirinya didepan umum. Menjadi pemimpin bagi semua rakyatnya. Ia sudah tidak bisa bersembunyi lagi.
Ia beranjak dari tempat duduknya. Melangkah keluar sambil mengambil sarung tangan putihnya yang telah disiapkan oleh sang pelayan. Memakainya sepanjang ia berjalan menuju aula.
"Yang Mulia tentang sarung tangan―"
"Aku tahu, aku akan menahan diri,"
Setibanya di pintu utama aula. Ia kembali mengontrol dirinya agar tidak terlalu gugup. Hari ini adalah hari yang penting, jangan sampai ia mengacaukan semuanya dan merusak harapan orang-orang diluar sana.
Pintu yang begitu besar itu terbuka. Memberi cahaya berbeda dari lorong yang ia lewati sebelumnya.
Kini semua mata tertuju padanya. Menatap kagum pada sosok sang mahkota yang telah beranjak dewasa dan akan menjadi sang pemimpin hari ini.
Semua tamu yang ada di sana memberi jalan untuknya menuju altar. Dengan langkah tegas ia berjalan menuju altar tersebut.
"Hari ini sebuah hari yang membahagian, menyambut Yang Mulia Hokuto sebagai pemimpin baru kami,"
Sang pendeta menyerahkan sebuah mahkota yang diletakan di sebuah bantal kecil sebagai alasnya.
Hokuto ingin meraih benda itu. Namun sebuah suara menahannya.
"Yang Mulia, anda harus melepas sarung tangan anda untuk mengambilnya," Ucap sang pendeta.
Hokuto merasa sedikit ragu. Ia hanya bisa berharap kekuatannya tidak keluar saat ini.
Ia menyentuh mahkota tersebut. Berusaha untuk setenang mungkin dan memakaikannya di kepalanya.
Kini ia resmi menjadi raja baru dikerajaan ini.
---
Acara penobatan berlangsung dengan baik. Kini banyak bangsawan yang ingin berbincang dengan pemimpin baru mereka.
"Nii-san, lihat siapa yang aku bawa,"
Netra biru itu menoleh ke arah gadis yang sudah bertahun-tahun ia hindari. Rasanya ia benar-benar merindukan masa dimana ia begitu dekat dengan adiknya itu.
Tapi kini ia melihat adiknya itu tengah menggandeng seorang pria. Dilihat dari penampilannya yang berkharisma, ia pasti adalah seorang bangsawan tingkat tinggi. Atau mungkin bisa juga seorang pangeran dari kerajaan lain.
"Siapa dia ?" Tanya Hokuto.
"Kenalkan ini Sakuma Rei, kami akan bertunangan,"
"Salam Yang Mulia," Rei memberi pose hormat pada Hokuto.
Mendengar kata "tunangan" Ini Hokuto merasa tidak suka. Ia memperhatikan penampilan pria di samping (name) yang dipanggil Rei itu dari atas hingga bawah. Ada muncul perasaan tidak nyaman saat ia melihat sosok Rei ini.
"Bukankah terlalu cepat? Umurmu belum memasuki umur pernikahan untuk melakukan pertunangan," Ucap Hokuto.
"Tapi aku mencintainya, kita adalah cinta sejati yang ditakdirkan bersama," Ucap (name) yang masih kukuh dengan pilihannya.
"Apa yang kamu pahami tentang cinta sejati? Kamu masih terlalu muda untuk memahami itu," Ucap Hokuto dingin.
"Nii-san lah yang tidak paham, bertahun-tahun sama sekali tidak mempedulikan apapun dan bersikap dingin, apa pantas mengatakan bahwa nii-san memahami tentang cinta sejati," Balas (name) kesal dengan suara yang agak meninggi
Hokuto diam menatap adiknya itu. Sudah bertahun-tahun lamanya, ternyata adiknya itu kini sudah memilih jalannya sendiri.
"Baik, semoga kalian bahagia,"
Hokuto melangkah pergi meninggalkan pasangan itu. Ia lebih baik menenangkan diri dulu.
"Tu-tunggu, nii-sa―"
"Tinggalkan aku sendiri,"
"Tapi pestanya belum selesai,"
"TINGGALKAN AKU SENDIRI!"
Hokuto menghempas tangannya di udara. Menghalangi (name) untuk mendekatinya. Ia bahkan melupakan bahwa ia melepas sarung tangannya sebelumnya.
Akibatnya ia sendiri tidak mengontrol kekuatannya.
Sebuah es muncul berbentuk segitiga runcing yang menodong ke arah (name). Itu bisa langsung menusuk (name) jika saja gadis itu tidak dengan cepat mundur.
Kini semua mata tertuju pada Hokuto.
____________________
𝕱𝖗𝖔𝖟𝖊𝖓 | 𝕴𝖘𝖆𝖗𝖆 𝕸𝖆𝖔
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro