Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Chapter 17

Zhan Yao membetulkan dasi sutra yang terasa seperti jerat di lehernya. Dia mengamati pantulan dirinya di jendela restoran. Setelan mahal, rambut ditata cermat, senyum yang terlatih. Dia mencerminkan tuan muda pewaris kekayaan besar, siap memikat siapa saja. Seharusnya dia bangga dan bahagia dengan segala yang dimilikinya. Namun di dalam hati, ia merasakan kekosongan yang menganga. Dia bahkan merasa tersesat di restoran ini, tempat di mana ia dan Ma Han sepakat untuk bertemu.

"Sudah lama menunggu?"

Ma Han hadir di seberang meja, menarik kursi sambil tersenyum pada si pemuda tampan yang nyaris tidak menyadari kapan ia datang. Seperti kencan pertama, gadis itu terlihat anggun dengan gaun hitam elegan serta riasan sempurna. Kulit porselennya tampak bersinar, dan matanya melemparkan tatapan terpesona, tanpa malu-malu. Zhan Yao menghela napas, sama sekali tidak terkesan. Dia hanya mengangguk sopan, berkata dengan seulas senyum yang dipaksakan.

"Tidak. Mungkin hanya sekitar lima menit."

Lima menit yang terasa seperti selamanya.

"Kalau begitu mari kita pesan sesuatu."

Zhan Yao mengangguk.

Selama makan malam yang direncanakan setengah hati itu, mereka terlibat dalam percakapan yang canggung. Ma Han berulangkali menyatakan penyesalannya atas peristiwa buruk di masa lalu, dan sementara gadis itu mengoceh, pikiran Zhan Yao mengembara dan berhenti pada satu nama. Dia sesekali tersenyum paksa, mencoba menanggapi penjelasan Ma Han. Namun tatapannya yang kosong tertuju pada satu titik di lantai.

Bai Yutong ... nama itu melahirkan denyut rasa sakit yang terus bergema dalam dirinya. Sudah hampir dua bulan berlalu sejak perpisahan mereka. Hubungan pertemanan yang menggiringnya pada kegilaan. Pelarian penuh canda tawa di awal, dan berakhir dengan air mata. Menyisakan dirinya yang berantakan seperti vas kaca pecah.

Zhan Yao telah mencoba segalanya. Bekerja sesuai tuntutan sang ayah, berpesta dengan rekan-rekan, bahkan sesekali makan malam bersama Ma Han, yang biasanya akan berakhir hampa. Tetapi semua itu tidak bisa mengisi kekosongan dalam hatinya. Bayangan wajah pemuda yang dicintainya terus mengikuti ke mana pun dia pergi.

Ma Han melihat kesedihan dan kekacauan sang tunangan. Pemuda itu tengah menuang anggur ke dalam gelas, tapi fokusnya yang terpecah menjadikan Zhan Yao tidak sadar bahwa gelas telah terisi sepenuhnya. Tanpa ragu ia terus menuangnya hingga cairan merah itu meluap dan tumpah ke meja.

"Yao..." Ma Han menegur hati-hati, tidak cukup keras agar pemuda itu tidak tersentak. Namun Zhan Yao seolah tidak mendengarnya. Entah di mana pikirannya tersesat. Sorot mata kosong itu masih terpaku ke lantai.

"Zhan Yao, gelasnya penuh," ujar Ma Han lagi.

Barulah kali ini Zhan Yao menyadarinya. Terkesiap, ia menghentikan tindakan konyolnya, meletakkan botol anggur, dan tertegun bingung melihat tumpahan cairan merah di meja. Ma Han menyadari kurangnya perhatian Zhan Yao pada acara mereka. Dengan lembut ia menyentuh tangan Zhan Yao. Jari-jarinya dingin dan lembut. Perasaan tidak nyaman menyergap Zhan Yao, lalu dengan cepat ia menarik tangannya dari sentuhan itu.

"Kau baik-baik saja?" tanya Ma Han, matanya penuh kekhawatiran. "Kau tampak agak ... tersesat."

Zhan Yao berkedip terkejut, kembali pada kenyataan di depan mata.

"Maaf," gumamnya. "Aku hanya sedikit lelah setelah melewat hari yang panjang di kantor."

Dia benci terus berbohong pada semua orang, juga membohongi diri sendiri. Dia tidak berdaya memperbaiki hatinya yang patah, dan hanya bisa memanfaatkan orang lain sebagai pelipur lara. Zhan Yao tahu ini tidak adil bagi Ma Han atau bagi dirinya, tetapi ia tidak tahu bagaimana harus mengatasi situasi pahit ini. Dia hanya mencoba untuk melanjutkan hidup, mencoba melepaskan diri dari bayang-bayang seseorang, memaksakan diri untuk bermain peran seagai putra dan tunangan yang baik. Dia tidak siap menjalani semua ini, namun Zhan Yao merasa tidak punya pilihan lain.

Ma han berdehem. "Ayahmu bilang kau sedang mengerjakan proyek baru di pusat kota. Tampaknya bisnis dan pekerjaan terlalu menyita perhatianmu akhir-akhir ini. Apa dugaanku benar?"

Alasan yang bagus. Zhan Yao mengangguk. Dia meminta pada pelayan untuk membesihkan meja sementara ia menceritakan sedikit tentang pekerjaan itu pada Ma Han. Bagaimanapun ia tidak bisa mendiamkan gadis itu sepanjang waktu. Gadis itu memang pernah bersalah padanya, tapi anehnya, masa lalu itu sama sekali tidak penting lagi. Bahkan Zhan Yao merasa, dengan siapa pun ia bertunangan, hasilnya tetap sama. Hanya membangun tembok di sekeliling rasa sakitnya, mengubur perasaannya di bawah topeng ketidakpedulian.

Akhirnya acara makan malam yang membosankan itu berakhir. Meninggalkan restoran, mereka berpisah di tempat parkir karena keduanya datang secara terpisah. Zhan Yao menunggu hingga mobil tunangannya memudar di gelap malam. Udara sejuk menawarkan jeda sejenak dari kegelisahan hatinya. Zhan Yao masuk ke dalam mobil, duduk termangu dalam keremangan. Gelombang kelelahan menerpanya. Beban kenangan dan ketidakpastian masa depan telah membuatnya tertekan.

Dia tahu tak bisa terus menjalani sandiwara ini. Tidak bisa terus berpura-pura siap untuk satu hubungan serius jangka panjang. Tidak saat hatinya masih terpaku pada seseroang di masa yang telah lalu. Dia benar-benar sedih dan kecewa atas apa yang telah hilang. Dia bahkan tidak yakin apakah bisa melanjutkan hidup dengan kenangan itu.

Zhan Yao menghidupkan mesin, mulai mengemudi pelan menyusuri jalan. Dia tak tahu ke mana akan pergi, atau apa yang akan ia lakukan. Tapi satu hal yang jelas, ia harus melupakan Bai Yutong, menemukan jalannya sendiri, bahkan jika itu berarti menjalani hidup dalam kehampaan untuk sementara waktu.

=====

Musik di bar berdentum-dentum menggetarkan tubuh Bai Yutong. Sebagai salah satu cara melepaskan penat dan lelah, ia memilih tempat ini sebagai penyeimbang dari irama pikirannya yang lelah dan kacau. Dia bersama Bai Chi malam ini. Mereka datang bukan untuk mabuk, melainkan hanya sedikit bersantai, merayakan keberhasilan mereka dalam mengatasi situasi buruk dalam hidup.

Ya, Bai Yutong telah menyelesaikan konflik keuangan perusahaan. Dengan berat hati ia melepas beberapa aset termasuk rumah besar peninggalan ayahnya. Setelah beberapa kali rapat dengan banyak pihak, Bai Yutong masih memiliki saham dalam jumlah kecil. Dia tidak lagi memiliki posisi tinggi yang bisa mengambil keputusan besar dengan sembrono. Namun itu sudah pencapaian yang luar biasa baginya. Dia menghadapi masalah dengan berani alih-alih mabuk, frustasi dan melompat ke sungai untuk menjemput kematian.

"Aku telah mendapatkan lokasi yang cocok untuk membeli rumah baru," ujar Bai Yutong di sela gema musik.

"Bibi menginginkan lingkungan yang tenang, dia pernah mengatakannya padaku. Apa kau mempertimbangkannya juga?" sahut Bai Chi.

Bai Yutong mengangguk. "Aku paling memahaminya. Mama pasti sangat sedih dan hancur karena harus melepas rumah indah yang penuh kenangan."

Ekpresi Bai Yutong terlihat pahit sekilas, tapi ia segera mengatasinya. Sudah terlambat untuk meratapi nasib. Saat ini waktunya berjuang dan melanjutkan hidup.

"Sebenarnya bukan rumah besar yang indah seperti warisan papa. Lebih tepatnya, aku mencari apartemen."

"Cukup besar untuk aku menumpang tidur sewaktu-waktu, bukan?" canda Bai Chi.

"Yah, tidak terlalu buruk untuk seseorang yang hampir bangkrut." Bai Yutong tertawa, meneguk birnya.

"Tapi lingkungannya sangat indah dan tenang. Aku yakin Mama akan menyukainya. Pinggiran kota yang damai, dipenuhi pepohonan hijau, jalanan tenang dan pemandangan sungai. Tempat yang cocok untuk memulai hidup baru."

Bai Chi menatap sepupunya dengan bangga bercampur haru. Dia menepuk punggung tangannya, memberi penghiburan lewat kata-kata.

"Aku yakin setelah pengalaman buruk ini kau bisa belajar lebih banyak. Perlahan-lahan bisa menjadi pengusaha yang hebat seperti Paman."

"Semoga," kekeh Bai Yutong, tidak terlalu ambisius.

"Itu diperlukan bagi seorang pria," Bai Chi mengangkat bahu, meneguk birnya lagi.

"Terlebih suatu hari nanti kau dan aku akan memiliki pasangan dan keluarga sendiri untuk dinafkahi, bukan?"

Suasana berisik di bar tiba-tiba terasa hening bagi Bai Yutong. Ingatannya terseret pada suasana yang nyaris sama pada malam itu di Manchester. Malam kesenangan terakhir yang kacau di mana Zhan Yao mengalami kecelakaan dan berakhir di rumah sakit. Begitu Bai Chi mengatakan tentang pasangan, tanpa terhindarkan, bayangan Zhan Yao menari-nari di depan mata. Pemuda cantik, bunga yang indah, fitur wajah lembut dan senyum yang menjanjikan kehangatan. Dia seharusnya bisa mendekatinya, memilikinya, dia harusnya bisa bahagia setelah pelarian mereka yang mendebarkan di beberapa kota.

Sudah dua bulan berlalu, dan ia masih merasa dunia miring pada porosnya. Perpisahan yang ganjil, menyisakan banyak tanda tanya di hati. Ada sesuatu yang tak terucapkan di antara mereka, membuat dia dan Zhan Yao terpisah pada jalan hidup yang berbeda.

"Yutong," Bai Chi mengamati sepupunya yang terbengong-bengong.

Mengira Yutong tengah mengamati seseorang di bar, Bai Chi memutar pandang ke sekitarnya. Tapi ia tidak menemukan seseorang yang mungkin bisa menarik perhatian Bai Yutong.

"Kau melamun, heh?" tegurnya lagi.

Bai Yutong terperangah. Usahanya tampak berat saat memaksa tersenyum.

"Tidak. Aku hanya memikirkan kepindahan kita. Ada banyak barang yang harus dikemas. Akan ada banyak kesibukan."

"Jangan khawatir, aku akan membantumu. Kau juga bisa menghubungi supir kantor. Jadi santai saja. Semua akan berjalan lancar. Setelah itu kau bisa fokus pada kehidupan pribadimu dan mencari pasangan hidup."

Saran itu, meski bijaksana, terasa seperti batu berat yang menekan dada.

"Jangan terus menerus membicarakan pasangan hidup. Aku tidak memikirkannya sekarang," ia memperingatkan Bai Chi sambil memberinya lirikan galak.

Yang ditegur hanya terkekeh, menuang birnya lagi. Dia menggoyang gelas sekilas, melahirkan denting es batu pada kaca. Kemudian ia menoleh pada Bai Yutong, raut wajahnya penuh rasa ingin tahu.

"Ngomong-ngomong, apa kau masih mengingat dia?"

"Dia siapa?"

"Pemuda cantik yang terjatuh bersamamu ke sungai. Kau terlihat cukup perhatian padanya. Apakah sekarang kalian sudah berteman baik?"

Bai Yutong menatapnya. Ekspresinya sedikit mengeras. Dalam pikrannya, ia membayangakan sekuntum bunga indah yang tiba-tiba layu. Seperti harapannya.

"Tidak." Suaranya tegang.

"Wah..."

"Maksudku, entahlah ... aku tidak tahu."

Bai Chi menatapnya bingung. "Aneh sekali," gumamnya, acuh tak acuh.

Bai Yutong terdiam. Dia bisa saja bercerita apa adanya, bisa juga berbohong. Bai Chi tidak akan mengetahuiya. Atau mungkin ia bisa menepis topik itu dengan penyangkalan yang biasa. Namun, tidak bisa dipungkiri, ada sesuatu yang putus dalam dirinya. Benang harapan yang rapuh, beban emosi yang belum terselesaikan. Sejak mereka berpisah, ia selalu memikirkan dan merindukan Zhan Yao. Tetapi malam ini, perasaan itu mencengkramnya lebih dari yang bisa ia atasi.

Zhan Yao, di mana kau berada searang? Apa yang kau lakukan? Siapa yang kau pikirkan?

Tangannya meraih botol minuman lagi. Tiba-tiba saja ingin mabuk berat. Berharap alkohol menghanyutkan kesedihan, rasa sepi, dan penyesalan yang mengendap dalam hati.

💙💙💙

Wish them to be together soon ✨
Please vote and comment gaezz

***Dear Stranger***
By Shenshen_88

To be continued


Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro