Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Chapter 15

Petualangan seindah mimpi ini ibarat sebuah perahu yang membawa dua pemuda memutari lautan, terombang-ambing di tengah ombak, dan akhirnya menepi di pantai. Perhentian itu adalah stasiun kereta.

Setelah keluar dari rumah sakit, Zhan Yao bersikeras ingin segera pulang walaupun mereka mendapatkan jadwal keberangkatan kereta pada malam hari.

"Yao, kita bisa menginap satu malam lagi dan berangkat pada pukul enam pagi." Bai Yutong menyarankan, tampak sangat tulus mencemaskan keadaan Zhan Yao.

Saran itu masuk akal. Tapi Zhan Yao tidak langsung setuju. Mereka saat ini duduk di satu bangku di stasiun, tiba-tiba bingung memutuskan apa yang harus dilakukan.

"Aku tidak mengerti mengapa kau begitu terburu-buru," lanjut Bai Yutong, memegang tangan kawannya. Zhan Yao tersentak dan ingin menarik tangannya, tapi genggaman itu terlalu lembut untuk ditepiskan. Dia tidak sanggup melakukan hal sekasar itu pada Bai Yutong. Dengan putus asa, ia membalas tatapan Yutong yang tertuju padanya.

"Apakah bersamaku satu malam lagi sungguh berat bagimu?" Bai Yutong bertanya lagi, tidak tahan dengan perilaku Zhan Yao yang berubah akhir-akhir ini.

"Petualangan ini sudah tidak menarik lagi," akhirnya Zhan Yao bersuara. Ekspresinya dingin dan jauh. Sambil berkedip dia menatap kosong pada satu titik di luar, mengabaikan orang-orang yang berlalu lalang.

"Oke. Tapi jangan memaksakan perjalanan malam ini. Kau baru saja pulih dari luka-luka itu, bahkan kupikir harusnya kau beristirahat lebih lama lagi."

"Aku baik-baik saja."

Kata-katanya terdengar tidak meyakinkan. Zhan Yao sadar akan itu lalu meralat seraya menghela napas.

"Masih ada sedikit memar. Tapi tidak terlalu menyakitkan."

"Kurasa aku harus memaksamu sekarang," Bai Yutong mulai mendesak.

"Kita cari hotel untuk malam ini dan berangkat dengan kereta pukul enam pagi."

Zhan Yao melayangkan tatapan protes, "Apa yang---"

"Zhan Yao," Yutong menyela kalimatnya. Tanpa sadar pegangannya pada tangan Zhan Yao kian erat.

"Aku ... mengkhawatirkanmu."

Saat Bai Yutong mengucapkan itu dengan sangat serius, Yao merasa jantungnya berhenti berdetak dan untuk sesaat yang mendebarkan dia takut kalau tak sanggup mengakhiri perjalanan ini.

Wajahnya memucat lalu dengan hati-hati menarik tangannya. Yutong tidak membiarkan genggamannya terlepas, jadi ia bertahan.

"Hanya beberapa jam saja," Yutong memohon lagi. Dan akhirnya Zhan Yao mengalah.

"Baiklah...."

Tentu saja, malam terakhir di kota itu sangat menggelisahkan bagi Zhan Yao. Dia sama sekali tidak bisa tidur walaupun dia mendapatkan ranjang yang nyaman sementara Bai Yutong tidur di sofa. Malam berlalu sangat lama bagi Zhan Yao, memikirkan apa rencana untuk masa depannya nanti. Dia harus kembali pada kenyataan hidup, walaupun dia tidak ingin. Ada gagasan gila yang sempat terbersit bahwa ia bisa saja melanjutkan pelarian ini hingga lelah. Namun Zhan Yao tidak yakin itu pilhan yang benar.

Setelah sarapan, mereka berangkat ke London dengan kereta pagi. Barulah pada saat perjalanan sepi itu, Zhan Yao mengantuk dan akhirnya ketiduran di bahu Bai Yutong.

Di pagi yang dingin, mereka sama-sama berdiri di luar stasiun kota London. Ada sebuah kedai kopi kecil tidak jauh dari sana dengan meja kursi berpayung yang ditempatkan di tepi jalan. Bai Yutong menyipitkan mata pada langit biru dan awan keperakan, melirik payung besar warna-warni itu lalu menoleh pada Zhan Yao.

"Satu cangkir kopi terakhir?" tanyanya.

Setelah turun dari kereta, Zhan Yao menyempatkan pergi ke kamar kecil untuk membasuh wajahnya dengan air dingin, tapi masih mengumpulkan nyawa akibat tidur di kereta. Dia membalas tatapan Bai Yutong dengan muram, menganggukan kepala sebagai jawaban. Mereka berjalan beriringan membawa tas travelling masing-masing, duduk di kursi dan memesan dua cangkir kopi serta dua porsi makanan ringan. Suasana di stasiun kereta selalu ramai, tidak terkecuali pagi ini. Namun wajah kedua pemuda menyiratkan rasa sepi.

Yutong menatap temannya dengan seksama, mencoba memutuskan apakah Yao baik-baik saja.

"Apa yang kau lihat?" tanya Zhan Yao.

Meskipun dia sadar memiliki paras dan penampilan yang baik, ditatap seperti itu membuatnya sedikit terbakar. Dia benci betapa menariknya Bai Yutong dan pengaruh yang dia miliki atas dirinya.

"Jadi, kita sungguh akan berpisah di sini?" tanya Bai Yutong.

Pertanyaan itu cukup sulit dijawab. Zhan Yao mendapatkan pengalaman menyenangkan sekaligus menyakitkan dalam pelarian mereka yang konyol dan kekanak-kanakan. Sepanjang malam dan sepanjang perjalanan, ia memikirkan apa pilihan terbaik sampai-sampai ia ketiduran. Tapi setelah ia terbangun dan tiba di stasiun kota tempat tinggal mereka, dia masih belum yakin akan jawabannya. Kemudian dia teringat kembali malam yang biru itu. Melihat kepolosan di mata Bai Yutong saat ini, sekali lagi ia merasa sakit atas perasaan tak berbalas yang tumbuh di hatinya. Benci dan cinta mengoyak hati. Sepertinya Zhan Yao akan memilih untuk melupakannya saja, sebelum semuanya terlalu sulit untuk diakhiri.

"Ya. Sesuai kesepakatan awal." Zhan Yao mencoba santai, sesekali menyesap kopinya.

Bai Yutong menghela napas. Ketenangan di wajah tampan Zhan Yao membuatnya sulit untuk fokus pada apa pun. Dia pernah ingin mengakhiri hidup, tapi menyadari ada sosok seperti ini di hadapannya dia memikirkan ulang keputusan sembrono itu. Bahkan sekarang, dengan hidupnya yang berantakan, Bai Yutong tidak beminat lagi mengakhiri hidup. Kata-kata dokter malam itu membuatnya tergugah, bahwa hidup adalah anugerah.

"Apa kau yakin?"

Zhan Yao mengangguk. "Setelah dipikirkan, ada begitu banyak hal yang ditawarkan kehidupan pada kita."

Bai Yutong mengangguk-angguk. "Kamu benar," katanya, menyesap kopinya, lalu menatap Zhan Yao dan kembali bertanya, "Lalu mengapa kau berada di tengah jalan pada malam itu?"

Pertanyaan itu menyentakkan Zhan Yao, dia hampir saja tersedak.

"Apa tujuan pembicaraan ini?" nada suaranya setengah memprotes, tapi ia menjawab sekedarnya, "Aku agak mabuk. Itu kecelakaan."

"Benarkah?" tanya Bai Yutong setenang mungkin. "Dokter menemukan kandungan alkohol dalam darahmu. Kadarnya cukup rendah. Itu berarti malam itu kau sama sekali tidak mabuk."

Bai Yutong telah mengejutkan Zhan Yao dengan mengisyaratkan kepedulian dalam setiap kata-katanya dan ia sekali lagi harus mengingatkan diri sendiri bahwa pemuda ini tidak lebih dari seorang teman.

"Aku mengatakan yang sebenarnya." Zhan Yao bersikeras. Kemudian dia teringat insiden di jembatan Twickenham lebih dari sebulan lalu di mana Yutong mencoba melompat ke sungai. Zhan Yao menemukan rasa percaya dirinya. Dia meneliti ekspresi Yutong, memberi tatapan tenang yang mendebarkan.

"Bagaimana denganmu?" Zhan Yao balas bertanya.
"Mengapa kau ada di jembatan pagi itu?"

Bai Yutong hanya mendesah pasrah. Situasi terbalik sekarang.

"Mengapa kita pergi ke kota asing? Mengapa kita menggila di klub malam?" Zhan Yao mengajukan rentetan pertanyaan sebelum menjelaskan, "Karena kita berdua telah kehilangan satu hal yang sangat kita cintai dalam hidup lalu bertekad untuk melarikan diri dari kenyataan. Sekarang, pelarian ini telah berakhir, jadi mari kita pikirkan lagi. Kita pernah bertemu di jembatan saat aku kehilangan cincin tunanganku. Kita bertemu lagi di jembatan pagi hari saat kau mencoba melompat ke sungai. Kisah kita dimulai dari insiden buruk. Tapi bukan berarti harus diakhiri dengan cara yang sama, bukan?"

Zhan Yao mengumpulkan energi sejenak untuk meneruskan kepura-puraannya.
"Kau pernah mencoba mati, dan aku mengalami kecelakaan sampai nyaris mati. Walaupun mungkin aku menginginkannya. Namun, nyatanya kita masih hidup sampai hari ini. Berapa kali kita mencoba menyelesaikan permasalahan kita? Duduk dan hadapi mereka. Bahkan mungkin tidak sama sekali. Lalu kita bilang kalau hidup tidak adil?"

Bai Yutong berkedip lambat, sesekali mencoba menundukkan tatapannya yang seketika berubah sendu.

"Semua ucapanmu benar," gumamnya serak. "Malam saat kau mengalami kecelakaan, dokter telah menasehatiku. Dalam beberapa hari terakhir aku sudah memikirkan ... tidak peduli berapa banyak alasan untuk mati, kau hanya butuh satu alasan saja untuk hidup. Aku yakin kau dan aku akan menemukan alasan itu. Hidup kita bisa kembali sebagaimana mestinya jika kita memberi kesempatan."

Dia mengulurkan tangan untuk menepuk lembut punggung tangan Zhan Yao, sambil tersenyum, mengucapkan keputusan akhirnya.
"Baiklah kalau begitu. Mari kita berpisah di sini."

Zhan Yao kembali merasakan jantungnya berdegup kencang saat menyadari bahwa ini mungkin akan menjadi saat terakhirnya melihat Bai Yutong. Dia memaksakan senyuman lalu menanggapi perlahan.

"Mari lupakan semuanya. Kita jalani hidup dengan lebih berani."

Waktu terus begulir. Kopi telah kering, dan semua telah berakhir. Setengah jam kemudian, mereka berjalan meninggalkan kedai kopi, sama-sama berdiri di tepi jalan menunggu taksi. Beberapa taksi melintas tapi tak satu pun dari mereka menghentikannya. Daun-daun berguguran, melayang, menyapu rambut dan bahu mereka.

Zhan Yao tidak tahan dengan kebungkaman ini, ingin segera berlalu dari hadapan Bai Yutong, kembali ke apartemennya yang sepi di Old Deer Park dan menyembuhkan luka hatinya di sana. Satu taksi kosong lewat semenit kemudian. Zhan Yao segera memberi isyarat hingga taksi itu berhenti.

"Aku pergi," katanya pada Bai Yutong, mencoba menyembunyikan kesedihan dalam suaranya. Bai Yutong menundukkan kepalanya dan mendesah. Bergerak mendekati Zhan Yao, dia menatapnya dalam-dalam.

"Kenapa kau...?" dia ragu-ragu sejenak, tidak yakin akan jawaban yang akan ia dengar. Lalu dia mencoba mengubah kalimatnya.
"Beberapa orang saksi mengatakan bahwa pada malam itu kau terlihat seolah-olah ingin bunuh diri," katanya pelan. "Benarkah kau ingin melakukan itu? Sebenarnya apa yang terjadi denganmu?"

Wajah Zhan Yao memucat, matanya balas menatap Bai Yutong. Seketika suasana hatinya kembali kacau. Dia mengerahkan kemampuan untuk menutupi kegelisahannya dengan menjawab sedatar mungkin.

"Itu tidak benar. Aku baik-baik saja."
Saat Zhan Yao melangkah ke taksi, tangan Bai Yutong menahan pergelangannya.

"Bagaimana aku tahu kalau di masa depan nanti kau akan baik-baik saja?" tanyanya dengan suara tergetar.

"Bagaimana aku bisa menghubungimu?"

Mereka saling memandang, dan Zhan Yao berharap bahwa pertemuan berikutnya bisa dihindari agar dia tidak terkenang akan luka di hatinya.

"Tidak perlu," dia hampir berbisik. Suaranya nyaris tak terdengar di antara derum mesin kendaraan yang melintas.

"Jika takdir menghendaki, kita akan berjumpa lagi."

Bai Yutong tertegun, merasa kecewa, tapi kemudian membalas, "Saat kau berubah pikiran ... aku pasti akan menemukanmu."

Zhan Yao bertanya-tanya apakah pantas jika mereka berpelukan untuk terakhir kali saat pintu taksi sudah terbuka. Dia memilih mengabaikan dorongan melankolis itu, menarik tangannya lantas berbalik. Tiba-tiba lengan Bai Yutong melingkari pinggangnya dari belakang, kemudian embusan napas dingin menyapu tepi wajahnya. Tidak ada kata yang terucap di antara mereka saat posisi canggung yang berlangsung selama sekian detik itu.

Zhan Yao menahan napas, mengeratkan pegangan tangannya pada tas agar dia bisa menahan diri untuk tidak mencengkeram erat tangan Bai Yutong dan balas memeluknya. Dia mencoba melepaskan diri, tapi sebelum itu berhasil, Bai Yutong membisikkan sesuatu di telinganya.

"Benarkah tidak terjadi sesuatu di antara kita malam itu?"

Zhan Yao menarik dirinya hingga pelukan itu terlepas. Dia hanya menatap kosong pada Bai Yutong, berjalan lalu masuk ke dalam taksi tanpa mengatakan sepatah kata pun.

Taksi itu melaju pergi, meninggalkan Bai Yutong yang berdiri terpaku. Separuh hatinya seakan ikut pergi. Dia meletakkan tangan di dada, mencoba mendefinisikan debaran apa yang bergelora di dalamnya.

Dalam momen kesendirian yang sepi, rasa dingin menyelimuti hatinya dan ia merasa kehilangan harapan. Kesedihan dan kekecewaan ini hampir sama dengan apa yang ia rasakan saat pagi nahas di jembatan. Namun bedanya, kali ini dia tidak ingin mati.

💙💙💙

It's time for separation and it's hurt 💔💔
Will they meet again?

___ Dear Stranger___
By Shenshen_88

(To be continued)

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro