Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Part 09 : Shadow

Angin musim gugur berembus ke dalam kamar, membelai tubuh Lian Hua yang berdiri di jendela lantai dua penginapan Mian. Menyaksikan pendar lampion di sepanjang jalan, di mana rumah dan kedai makan berbaris-baris. Dia telah meninggalkan Fang Duobing bersama dua seniornya di Balai Baichuan. Meskipun berada di penginapan yang sama, setidaknya kamar mereka terpisah untuk sementara. Namun Lian Hua memiliki keyakinan bahwa anak muda itu akan kembali mencarinya. Ada banyak misteri yang belum terpecahkan.

Untuk sesaat Lian Hua terpesona oleh ketenangan desa, embusan angin sejuknya dan beberapa aroma yang bercampur-baur memenuhi udara. Aroma manis makanan, asap wangi, dan bunga-bunga dan dedaunan. Dia mendongak ke atas, menyaksikan gumpalan awan berlayar dan rembulan menghilang. Beberapa helai kelopak sakura tertiup angin meluncur ke arah jendela kamarnya, berputar dan jatuh di bahunya. Tiba-tiba Lian Hua terbayang akan tanaman anggrek hitam dan kenangan samar-samar yang mengikutinya. Mimpi, keinginan, dan harapan.

Dadanya terasa sesak dan kepalanya berdenyut sakit sewaktu ia terlalu memfokuskan ingatan pada hal-hal itu. Akhirnya Lian Hua mundur dari jendela, tanpa menutupnya dia lalu duduk di atas dipan untuk bermeditasi.

Tak lama berselang, ia mendengar suara lemah yang berasal dari luar jendela kamarnya. Mungkin di atap, atau di pohon seberang jalan. Suara itu sepertinya terbawa angin, hampir serupa gumaman.

"Li Xiang Yi .... "

Lian Hua membuka matanya. Lebar dan waspada. Dia terkesan sangat terkejut, tapi juga terlihat antusias. Ada kerlip samar di matanya yang menghilang dalam sekejap. Seakan menemukan kebahagiaan di tengah keputusasaan.

Dia memperhatikan jendela. Daun jendela yang terbuat dari kayu bergerak-gerak dihembus angin. Demikian pula dahan dan ranting pohon di kejauhan. Sepertinya ia tidak melihat apa-apa, apalagi sosok manusia. Lian Hua memiringkan kepala, menajamkan indra pendengaran, kalau-kalau bisikan itu bergema lagi.

Tak ada suara apa pun. Lian Hua berjalan menuju jendela. Sayup-sayup ia mendengar gumaman orang melintas di jalan di bawahnya. Tepat ketika Lian Hua mundur dan hendak menutup jendela, ia merasakan angin dingin menyapu wajah dan tubuhnya. Dia menggigil seolah-olah musim dingin telah kembali. Lantas dalam sekejap mata, bayangan hitam melesat di atasnya.

"Hei!" Lian Hua terkesiap, melompat mundur lalu menghentakkan kaki ke lantai untuk mendorong tubuhnya sendiri hingga melesat keluar jendela.

Melakukan beberapa kali lompatan, dia mendaratkan kaki dengan lembut di puncak bangunan, memutar pandang untuk mencari bayangan hitam mencurigakan barusan. Seseorang pasti memata-matainya. Di ketinggian, embusan angin semakin dingin, menggeletarkan jubah dan ujung rambutnya. Tatapan matanya setajam kucing, waspada, tidak melewatkan gerakan kecil walaupun hanya gesekan daun di ranting.

"Li Xiang Yi ... "

Suara itu bergema lagi disusul bayangan hitam muncul dari balik pepohonan.

"Siapa kau?"

Lian Hua menyipitkan mata, dengan sigap melompati atap, mengerahkan peringan tubuhnya untuk berlari di udara, menjejak pucuk pepohonan dan mengejar ke arah mana bayangan hitam itu menghilang.

Gumpalan awan bergerak, menyingkap celah di mana rembulan melesatkan cahaya lemahnya ke kegelapan malam. Sosok putih mencelat-celat di udara, menuju sisi lain pedesaan, mengarah ke utara, ke sungai yang berkilau keperakan. Tiba di tepi hutan, bayangan hitam itu tidak bergerak lagi. Seakan dia memang ingin membawa Lian Hua ke tempat sepi.

Banyak peristiwa tak terduga yang terjadi akhir-akhir ini, membuat ketajaman siapa pun akan meningkat. Demikian pula Lian Hua. Meskipun dia tidak diserang oleh sosok hitam, tapi nalurinya membisikkan bahwa sosok misterius itu tengah mengintainya.

Apa yang dia katakan tadi? Li Xiang Yi?

Telapak kakinya mendarat di rerumputan basah, di bawah kanopi alam nan pekat. Suasana di tepi hutan lebih sunyi dan lebih gelap hingga Lian Hua nyaris ragu bahwa ia bisa menangkap basah sosok itu. Cahaya pucat rembulan yang berselang-seling menciptakan nuansa misterius. Ada aroma wangi yang dibawa tiupan angin, membangkitkan konsentrasi Lian Hua.

"Tunjukkan dirimu!" ia berkata pada kekosongan, sangat yakin ada orang lain bersembunyi dalam gelap di sekitarnya.

Hening. Aliran sungai menderu samar jauh di balik pepohonan. Lian Hua mengedarkan pandang, masih menunggu. Kemudian seperti sesuatu yang melangkah dari alam ilusi ke dunia nyata, sosok hitam itu muncul dari arah depan dan berjalan mendekatinya. Siluet tinggi tegap, jubah dan rambut yang berkibar di antara helaian daun kering dan kelopak bunga liar.

Cahaya bulan jatuh di wajah orang itu. Seperti halnya rembulan yang pucat, wajah itu putih. Alis tebal dan tegas, sepasang mata yang tajam dan dalam, bibir yang sinis. Wajah yang luar biasa tampan, setidaknya di mata Lian Hua yang tercengang. Namun memancarkan aura dingin yang membuat seseorang merasa baru merangkak dari liang kubur. Pria berjubah hitam tampak tenang, meletakkan dua tangan di belakang pinggangnya.

"Kita bertemu lagi, Li Xiang Yi," ia berkata, suaranya seperti terdengar dari kejauhan.

Jantung Lian Hua berdebar kencang di dadanya.

Sepasang mata mereka bertatapan selama detik-detik yang bergulir lambat. Lian Hua memiringkan wajah, meraba-raba dalam ingatan. Betapa indah wajah ini, tapi dia ragu-ragu untuk menyebutkan sebuah nama. Goresan pena dalam lukisan melayang-layang dalam kepalanya. Lukisan satu wajah yang dia cari selama ini, yang membuatnya datang ke Paviliun Angin di Musim Gugur untuk menyingkap misteri di balik gema kematiannya.

"Di Feisheng .... " Bibirnya bergetar.

Dan angin berhembus lagi.

=====

Fang Duobing meletakkan cawan arak di meja dengan keras, membuat raut wajah menantang dua seniornya.

"Aku baru saja memulai misiku," dia berkata, setengah mendengus.

"Dan Lian Hua itu, dia merupakan rekan yang luar biasa. Aku tidak paham mengapa kalian memaksaku untuk kembali."

"Terkadang ketika kau menemukan seseorang dengan kualitas tertentu, itu hanya takdir," Yang Yunchun menimpali gerutuan si tuan muda Balai Tianji.

"Ya, takdir baik jarang terjadi. Seharusnya aku bisa menjadi hebat dengan memecahkan kasus bersamanya," Fang Duobing keras kepala.

"Kasus apa?" Shi Shui mendebat. Posisinya yang awalnya duduk di dipan kini beranjak dan bergabung dengan dua rekannya di meja.

"Kematian misterius Ketua Yun itu barulah kasus sebenarnya," ia menambahkan.

"Kasus anggrek hitam lebih menarik buatku." Fang Duobing cemberut, mengisi cawan anaknya lagi dan meneguknya.

"Di Feisheng adalah ketua aliran hitam. Untuk apa begitu peduli? Mati ya mati saja."

"Bagaimana kalau dia belum mati?"

Suasana tiba-tiba menjadi hening. Shi Shui mengernyitkan kening, dengan tajam menatap muka pemuda di depannya.

"Jika dia belum mati, itu berita buruk. Tapi sepertinya Di Feisheng bukan ancaman berbahaya lagi. Sudah sepuluh tahun dia menghilang dan tidak unjuk kehebatan lagi di Jianghu."

Merasa kesal dengan argumen Fang Duobing, Shi Shui menghentakkan kaki dan berjalan menuju jendela. Membukanya dengan keras hingga angin malam menderu masuk. Mereka berada di penginapan yang sama dengan Lian Hua tetapi menempati kamar yang berbeda. Baru beberapa waktu lalu Fang Duobing ingin mengunjungi kawan barunya itu tetapi dua seniornya ini mengurungnya dalam kamar dan menghujaninya dengan banyak pertanyaan.

"Tapi jika Di Feisheng sudah tidak penting lagi, mengapa banyak orang tertarik dengan kabar itu. Bahkan Paviliun Angin Musim Gugur dikunjungi banyak pendekar misterius." Fang Duobing kembali mengoceh.

"Itu karena reputasinya yang buruk di masa lalu. Untuk sementara biarkan kawanmu itu menyelidiki seorang diri. Kau harus kembali ke Balai Baichuan bersama kami. Kita harus menuntaskan misteri hilangnya Ketua Yun." Yang Yungchun mengambil keputusan yang tidak bisa dibantah lagi.

Fang Duobing mendengus pelan. Tidak bisa berkata lagi. Tatapannya beralih pada gelap malam melalui jendela yang terbuka. Angin dengan cepat menjadi sangat dingin dan kencang hingga lampion merah di sisi atap nyaris berputar brutal.

"Cuaca tiba-tiba menjadi buruk," Shi Shui menatap dengan ekspresi kaku pada puncak bangunan dan pepohonan. Kemudian kilat menyambar di angkasa. Mengirimkan cahaya terang dalam sekejap mata.

"Aku juga merasakan firasat buruk," gumam Yang Yunchun. Menoleh pada Fang Duobing dan Shi Shui, menatap mereka secara bergantian.

"Esok kita harus melakukan perjalanan kembali ke Balai Baichuan. Urusan lain bisa menyusul kemudian hari."

Shi Shui mengangguk, sementara Fang Duobing hanya menyangga dagu dengan kepalan tangannya seraya mendesis tak karuan.

=====

Seperti terkena mantra sihir, perubahan cuaca teramat ekstrim. Dengan cepat rembulan menyeret dirinya ke balik awan, disusul kilat yang mengerjap-ngerjap. Wajah tampan itu terlihat jelas sesaat, lantas kembali samar. Gelap dan terang berkedip-kedip, persis ingatan Lian Hua yang timbul tenggelam.

Angin kencang mengirimkan aroma wangi yang menyelimuti, kian kuat merangsang ingatannya. Seseorang lebih sensitif dengan aroma, dalam beberapa kasus, ingatan seseorang akan reflek tertuju pada satu objek yang terhubung dengan aroma itu. Dan Lian Hua berusaha keras mengenalinya tidak hanya sebatas mengucapkan nama, melainkan dengan hati dan perasaan juga.

"Apakah sekarang kau ingat aku sepenuhnya?" tanya Di Feisheng, datar. Sepertinya ia menekan beberapa emosi dalam setiap kata yang terucap.

"Aku hanya ingat melihat lukisan wajahmu di Balai Baichuan," Lian Hua berkata jujur.

"Hanya sependek itu ingatanmu?" nada suara Di Feisheng menuntut.
"Racun Wuxin sepertinya masih mengendap dalam tubuhmu."

Lian Hua terdiam. Untuk sesaat merasa sangat terkejut karena berita menggemparkan itu palsu adanya, dan juga merasa terkesan karena betapa sosok ketua aliran hitam ini memiliki pengaruh yang kuat padanya.

"Entahlah," sahutnya datar, menimbulkan kilasan kecewa di mata Di Feisheng.

"Li Xiang Yi, pendekar pedang terhebat sepuluh tahun lalu. Menghilang seolah ditelan bumi. Dan aku, Ketua Geng yang berbahaya sepuluh tahun lalu, yang dikabarkan telah mati. Sungguh takdir yang unik, bukan? Kita bisa berjumpa lagi malam ini."

Di Feisheng maju selangkah, hanya menyisakan jarak yang sempit antara dirinya dan Lian Hua. Untuk sesaat, dada Lian Hua menegang.

"Kita tidak sedang berada di masa sepuluh tahun yang lalu. Aku tidak mengerti apa yang kau bicarakan."

"Tidak mengerti? Atau pura-pura tidak mengerti?"

Kilat mengerjap lagi, tapi rintik hujan belum turun membasahi bumi.

"Di Feisheng ... " gumam Lian Hua, merasakan energinya kacau dan aliran darah di kepalanya menderas.

"Di Mengzhu," tukas Di Feisheng.

"Kau biasa memanggilku seperti itu."

Lian Hua mengingat kembali mimpi aneh di paviliun, dan ia berusaha menepiskannya.

"Benarkah? Mengapa kita terdengar akrab?"

Siulan angin menjawab pertanyaan itu, dan ranting pohon bergesekan liar.

"Pendekar pedang pembela kebenaran, dan Ketua aliran hitam. Memangnya kenapa kalau mereka akrab?"

Tangan Di Feisheng terangkat, menyentuh wajah halus Lian Hua dengan ujung jemarinya. "Meski kau kurung wajah ini di balik cadar, menyembunyikan diri di antara bebatuan pegunungan, atau di hutan belantara terdalam. Pada akhirnya, kau harus muncul di bawah cahaya terang."

"Aku tidak bersembunyi. Hanya menyepi dari hiruk pikuk dunia persilatan yang kejam," elak Lian Hua, memalingkan wajahnya dari Di Feisheng.

"Lalu mengapa kau tertarik pada kasus anggrek hitam?"

"Karena satu alasan. Kilasan mimpi. Seharusnya perasaan tidak terlalu berpengaruh dalam situasi ini. Namun pada saat-saat tertentu, perasaan diperlukan untuk menjaga situasi."

Kilat mengerjap lagi, menerangi wajah keduanya hingga mereka bisa saling menatap lekat satu sama lain. Pada detik-detik singkat itu, Di Feisheng tersenyum samar, tapi cukup untuk membuat Lian Hua membeku.

"Perasaan? Bahkan saat kau tersesat dan melupakan siapa kita. Li Xiang Yi, aku tidak percaya kau tidak bisa dipulihkan. Dengar, aku akan membawamu kembali ke Paviliun Angin Musim Gugur, dan membersihkan racun yang tersisa. Jika itu memungkinkan, kau bisa pulih dengan sempurna."

Dengan satu lengannya yang kokoh, Di Feisheng merangkul tubuh Lian Hua dan membawanya melayang ke puncak pepohonan, melompat-lompat di ketinggian, dan menerjang angin. Bersamaan dengan gerakannya, hujan mulai turun rintik-rintik dan kabut asap turun perlahan. Menuju ke perbukitan, Di Feisheng mengerahkan tenaga dalam dengan sangat hati-hati karena ia pun baru memulihkan diri.

"Aku akan menceritakan padamu sebuah kisah yang terlupakan," suara Di Feisheng berdesir bersama angin.

"Tentang kau, aku, dan anggrek hitam. Mari kita bersatu menghadapi musuh. Lalu kau bisa mengembalikan lagi kenangan yang hilang, dan juga perasaanmu yang rapuh itu."

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro