Part 06 : Vague Dream
Kau semakin dekat, meskipun jarak di antara kita tidak berkurang juga. Di atas bayangan air, terlihat sesuatu seperti namaku, yang kau tuliskan sebelum kau lupakan.
Tanpa sengaja aku berpapasan dengan aromamu, berjalan sejauh jarak langit dan bumi. Aku menunggumu sejak bertahun-tahun hingga aku kehausan begitu lama.
Untuk menghilangkan dahaga ini, perjalanan harus berakhir.
Dan malam ini, rembulan dan matahari pun bertemu.
=====
"Siapa kau?"
Tak ada jawaban. Lian Hua merasakan getar misterius dari sosok yang tiba-tiba hadir di hadapannya. Cara kemunculannya yang tidak biasa menunjukkan bahwa ia tidak datang untuk memperkenalkan diri.
Di tengah pijar cahaya lilin yang lemah, samar Lian Hua menangkap bayangan pria berjubah biru tua. Rambut hitam panjang miliknya berkilau di bawah cahaya, dan wajahnya ... Lian Hua mengerutkan kening. Separuh wajahnya ditutup topeng sehingga ia kesulitan mengenalinya dengan baik.
Cahaya bulan pucat mengalir masuk ke dalam ruangan, tapi tidak membuat semuanya menjadi jelas. Lian Hua hanya menatap dengan linglung. Setelah itu ia mencium aroma yang familiar. Asap pedupaan meliuk lembut dari satu sisi ruangan, bercampur baur dengan aroma tajam dan misterius, sedikit aroma anggur yang mungkin dicampur dengan tembakau, dan kayu cendana serta bunga liar. Entahlah, dia tidak tahu mengapa tapi ia menyukai aroma itu. Namun perlahan-lahan, Lian Hua mulai merasa pusing.
Kemudian dilihatnya tangan pria di depannya bergerak melepas topeng yang menutupi wajahnya. Lian Hua telah sepenuhnya terjaga dan waspada, tak urung rasa ingin tahu menggelegak dalam dirinya. Aura pria ini terasa tidak asing. Bayangan- bayangan membingungkan tidak akan meninggalkannya sendirian dalam keadaan tenang. Ingatannya yang rapuh menggali serpihan demi serpihan kenangan yang buram.
Kini topeng itu telah terlepas, dan pria itu meletakkannya di meja. Cahaya lembut lilin menjilati wajah tampan sang tamu misterius.
"Kau masih ingat aku, Li Xiangyi?"
Ada sentakan rasa terkejut mendengar seseorang memanggilnya dengan nama itu, pun diucapkan dengan nada teramat dalam seolah mereka pernah dekat sebelumnya. Sentakan itu membuat sakit di kepalanya memprotes keras. Lian Hua nyaris mengeluarkan desis kesakitan tapi menelannya kembali saat menatap langsung wajah seseorang. Di matanya yang nanar, gambaran itu sangat luar biasa. Terlalu dingin, tapi memiliki lekuk dan ekspresi klasik dari keindahan maskulin. Hidung runcing, tegas, dagu persegi, alis tinggi, dan tulang pipi terpahat sempurna. Bibirnya nyaris terlalu tipis hingga terkesan sinis. Mata tajam berwarna hitan jernih dan murni. Singkatnya, pria ini adalah godaan untuk perawan paling suci sekali pun.
Lian Hua bukan lelaki suci, bukan juga seorang perawan. Namun bukan berarti ia tidak tergoda. Pria tampan itu memakukan tatapan padanya seraya membungkuk lebih dekat. Lian Hua masih belum memahami apa yang terjadi. Mencoba mengendalikan rasa sakit kepalanya, ia memusatkan fokus pada nama yang baru saja disebutkan.
"Li Xiangyi? Rasanya teramat akrab, tapi juga terasa jauh." Suaranya teredam, tersangkut di kerongkongan sementara gelombang asing berkobar di dadanya.
"Seberapa jauh kau bisa mengingat tentang namamu di masa lalu?"
Lian Hua mengedipkan mata, pikirannya masih belum pulih dari apa yang dia lihat dan dengar.
"Entahlah. Mengingat masa lalu membuatku sakit kepala," desahnya jujur, menggeleng lembut mengusir rasa sakit yang terus mendera, melahirkan denyutan di kepala.
"Sayang sekali," gumam pria berjubah biru. Menghela napas dalam.
"Padahal aku ada di sana. Dalam sepenggal ingatan yang usang."
Lian Hua mengerahkan ingatannya, mencoba menemukan setitik kenangan tentang pria ini dalam labirin berkabut. Dia yakin bisa menemukannya, karena naluri tidak bisa dimanipulasi sebagaimana ingatan. Nalurinya terus memberitahukan bahwa ia mengenal pria ini sebagaimana pria ini mengenalnya. Namun apa yang dia ingat hanyalah sekelebat gambaran sketsa wajah yang dia perhatikan selama beberapa hari terakhir.
"Di Feisheng .... "
Entah sadar atau tidak, nama itu terucap dari bibirnya yang gemetar, lalu rasa sakit kembali menyerang hingga ia merasa akan jatuh pingsan.
Pria yang datang memang Di Feisheng. Dia mengembangkan senyuman tipis dan sinis di wajahnya.
"Lama tak bertemu, Li Xiangyi."
Lian Hua tidak bisa menangkap kata-kata berikutnya yang diucapkan Di Feisheng. Pandangannya mulai gelap. Nyala api lilin meliuk, kian lemah, seiring angin yang terus berembus kencang. Asap dari pedupaan misterius itu kian menyelusup dalam pernapasannya, mengalir di aliran darahnya.
"Kau ... " ia tersendat oleh empedu pahit di kerongkongan.
"Jika kau Di Feisheng, lalu siapa yang tewas dimutilasi?"
Di Feisheng tidak menjawab, hanya menyaksikan dalam keheningan bagaimana Lian Hua merespon kesakitan yang ditimbulkan akibat racun dan asap penawarnya.
"Kita akan bicara tentang ini, tapi tidak sekarang, tidak di sini. Tempat ini tidak aman .... "
Lian Hua tidak bisa mendengar lagi. Kepalanya terkulai dengan kening menyentuh meja, tangannya masih bergerak dalam ketidaksadaran, terulur menggapai sosok pria di hadapannya. Di Feisheng menyambut uluran tangannya, matanya tampak berkilau. Lian Hua merasakan jemari dingin dalam genggaman, mengalirkan sensasi ganjil dan sepercik cahaya samar di sudut pikirannya, tapi semua itu tak mampu menahannya jatuh dalam kegelapan.
"Aku akan membantu mengeluarkan sisa racunnya, Li Xiangyi. Setelah ini, kau tidak akan lagi melupakanku."
Di Feisheng mengibaskan jubah birunya dan membawa tubuh Lian Hua ke tempat tidur kayu. Mendudukkan tubuh lemas itu di sana, ia mengalirkan tenaga dalamnya hingga seluruh tubuh Lian Hua bergetar hebat sebagai reaksi. Sentuhan tangan Di Feisheng dan aliran energi yang memasuki tubuhnya terasa familiar dalam benak Lian Hua. Tidak ada yang tahu bahwa ia keracunan selain kepala biksu kuil Pudu. Namun Lian Hua tidak memiliki cukup energi untuk bertanya-tanya. Dia membiarkan pria ini membantunya. Akan lebih baik jika ia terbebas dari racun yang lama mengendap dalam tubuhnya. Walaupun ia mungkin tidak akan mati karenanya.
Sebagai akibat dari tindakan itu, Di Feisheng mengalami sedikit penurunan stamina. Bagaimanapun kemampuannya belum pulih sempurna. Dia meninggalkan Lian Hua terbaring dalam pingsannya, dan mengatur aliran darahnya sendiri sebelum melesat hilang di kegelapan. Ruangan kembali hening. Tetesan air hujan terdengar mulai samar, cahaya memudar, tangkai anggrek hitam bergoyang, meliuk, gemetar dalam terpaan angin malam.
=====
Menyadari bahwa ia sendirian di penginapan Mian, Fang Duobing menggerutu sepanjang pagi. Dia tidak menduga tindakan Lian Hua yang datang dan pergi seenaknya sendiri, membuatnya semakin penasaran dan bertanya-tanya. Setelah menyegarkan diri dan berganti pakaian, dia mengisi perut di bagian rumah makan dan mengoceh sendirian. Tanpa sadar ia telah mengosongkan seguci arak bahkan sebelum tengah hari.
"Apa peduliku," ia berkata pada diri sendiri, mengetukkan kuku pada gagang pedang putihnya yang ramping.
"Aku berkelana hingga kemari demi menjadi detektif, bukan untuk menguntit tabib palsu sialan."
Tegukan terakhir dihabiskan dengan kasar. Selesai dengan urusan perut, ia bergegas keluar dari penginapan. Matahari sudah mulai terik. Kehidupan bergerak di sekitarnya. Semua memiliki tujuannya sendiri, dan sialnya, Fang Duobing tiba-tiba merasa bingung. Orientasinya sempat kacau, bahkan ia berulang kali menimbang dari mana harus memulai. Selain itu, pikiran tentang Lian Hua terus mengusiknya.
Sebenarnya ke mana tabib keliling itu pergi?
Mungkinkah ...
Atas satu dan lain alasan yang sulit dijelaskan, Fang Duobing bisa merasakan ketertarikan aneh Lian Hua terhadap kasus anggrek hitam. Maka ia pun memacu kudanya kembali ke perbukitan, menuju paviliun Angin di Musim Gugur.
=====
Dalam mimpinya yang kabur, Lian Hua melihat hamparan hutan bambu.
Hijau tua, hijau muda, bergradasi dengan kuning keemasan. Musim gugur yang indah di kaki gunung Yunyin. Dua orang pemuda bertarung dalam ratusan gerakan spektakuler. Sosok hitam dan putih, melompat, saling mengejar, menari di udara diselingi gerakan menyerang satu sama lain. Di tangan keduanya sama-sama tergenggam pedang panjang dengan ukuran dan jenis berbeda.
Cepat lawan cepat, hanya sekejap saja, kedua orang itu sudah saling serang beberapa jurus.
"Kau tak bisa menandingi langkah berputarku." Pemuda berbaju putih mengeluarkan teriakan diiringi tawa kecil meremehkan. Gerakan pedangnya lebih lentur dari lawannya, dan pinggang rampingnya lebih ringan berputar dalam gerakan salto maupun lompatan lihai menghindari serangan lawan.
"Berhenti bicara. Kau masih inginkan jiwamu?" lawannya yang berbaju hitam melesat menusukkan pedangnya yang disambut tanpa kenal takut. Percikan bunga api melenting ke udara, dan langkah si pemuda berbaju putih menderu ke belakang dalam pijakan demi pijakan ringan di pucuk pohon bambu.
"Di Mengzhu, kau tidak benar-benar ingin membunuhku, bukan?"
Tawa ringan melayang di udara, bersamaan helaian daun bambu yang beterbangan.
"Melenyapkan pendekar pedang yang kehebatannya menggemparkan dunia bela diri merupakan hasrat semua pendekar. Bagaimana kau bisa berpikir aku akan mengampunimu?"
"Astaga, kau mengerikan!"
Keduanya kembali saling menyerang. Tenaga dalam yang luar biasa menciptakan embusan angin kencang hingga pepohonan di sekitar mereka meliuk-liuk, melahirkan suara desisan dan gemeretak yang keras. Meski terlihat sangat mengagumkan dan spektakuler, jelas sekali keduanya tidak sungguh-sungguh berniat saling membunuh. Mereka lebih terlihat seperti tengah berkompetisi. Satu waktu pemuda berbaju putih melemparkan botol arak ke udara, dan mereka adu kecepatan untuk meraih benda itu mendahului lawan.
"Ini arak terbaik yang dibuat dari peach ajaib berusia ratusan tahun. Aromanya sangat luar biasa. Di Mengzhu, tunjukkan padaku bahwa kau mampu memilikinya."
Pemuda berbaju hitam lagi-lagi mendengus. Gerakan secepat kilatan petir, tapi pemuda lain terlihat lebih lentur, dan dengan satu tusukan yang melengkung secara tiba-tiba, ia memperdaya lawannya dan ujung pedangnya mendahului menyentuh guci arak. Dengan cara yang anggun, guci mendarat seimbang di ujung pedang.
"Kau curang, Li Xiangyi!"
Pihak lain menggeram. Tidak mau kalah, dia kembali mendesak. Ujung pedangnya menderu menyasar guci. Detik berikutnya pihak lain melemparkan kembali benda itu ke udara.
Pemuda berbaju putih terkekeh licik.
"Kau menyusahkanku saja. Aku takkan peduli padamu lagi!" seru pemuda berbaju hitam.
"Kau yakin?"
Masih saling berkejaran dan sesekali pedang menebas udara kosong, keduanya berlomba menggapai arak.
Sulit dipastikan siapa yang lebih unggul. Kemampuan keduanya nyaris seimbang. Pemuda berbaju hitam yang dipanggil Di Mengzhu mendorong tubuhnya untuk mengejar Li Xiangyi yang kembali melompat mundur, sesekali terlihat seperti akan berbalik menyerangnya. Kejar-kejaran itu menciptakan siluet samar di bawah cahaya matahari yang meliuk-liuk dalam gerakan akrobatik. Ekspresi pemuda berbaju hitam menegang sewaktu Li Xiangyi berhasil menangkap botol arak, tapi sejurus kemudian dia menemukan peluang untuk menangkap pinggang pemuda itu yang terus menghindar darinya, kelincahan Li Xiangyi bukan masalah besar karena ia pun merupakan salah satu pendekar andal di dunia persilatan. Bahkan dalam beberapa gerakan, energinya lebih kuat. Lengannya terulur, berjuang untuk mencapainya, dan setelah gerakan berputar dia berhasil menangkap tubuh ramping Li Xiangyi, mencengkram bahunya dan menariknya dengan cepat ke arahnya. Wajah pualam nan pucat, sepasang mata bersinar terang, adalah bukti nyata keberadaannya yang cukup dekat. Wajah dan tubuh yang muda, pesona dan aroma memikat. Dalam kesempatan singkat itu, Li Xiangyi segera membuka sumbat botol arak dan mengalirkan isinya ke dalam mulut yang terbuka. Lawannya menangkap botol dengan satu tangan, meneguk isinya dan mendaratkan ciuman singkat yang lembut di bibir Li Xiangyi. Mungkin dengan cara ini, pemuda licik itu akan berhenti melawan. Dan itu benar. Tubuh Li Xiangyi membeku, tangannya terkulai seperti sayap burung patah.
Seakan baru tersadar, amarah Li Xiangyi menggelegak dan mendorong tubuh lawan, mengerahkan serangan ganas telapak bulan.
"Berandal! Awas kau! Di Feisheng!"
Tawa membahana di udara kala pemuda berbaju hitam melompat mundur, menapak angin dan mendarat di rerumputan. Cairan arak tumpah ke tanah membasahi dedaunan musim gugur.
Dalam udara fajar yang dingin, keringat Lian Hua meleleh. Yang dia lihat bukanlah mimpi. Kepingan ingatan bersinar seterang matahari.
Setiap jurus, setiap gerakan, setiap energi yang dia kerahkan selama beberapa tahun terakhir ini hanya tertuju pada satu orang : Di Feisheng.
Setiap kata pujian, harapan, dan sumpah serapah.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro