Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Light 24

Ketika Jiang Yuelou kembali ke kamarnya untuk menemui Chen Yuzhi dan menceritakan hasil pertemuan singkatnya dengan Zinning, ia disambut dengan wajah muram yang sulit dipahami.

“Aku sudah selesai dengan Zinning,” Jiang Yuelou berkata tanpa menanyakan kenapa ekspresi Chen Yuzhi nampak tidak senang.

“Aku tahu.” Chen Yuzhi memunggungi Yuelou, menatap ke luar jendela.

“Kupikir dia tidak tahu apa pun tentang perbuatan Yu Tangchun.” Yuelou menutup pintu di belakangnya, bersandar dan melipat kedua lengan di dada.

“Ya. Kau hanya bisa mempercayainya. Dia satu-satunya temanmu, bukan? Lagipula, sikapnya terlihat meyakinkan.”

“Aku hanya mengikuti insting,” sahut Yuelou, mengernyit.

Chen Yuzhi tertawa kecil, terdengar getir. “Lalu di mana instingmu yang hebat itu saat Yu Tangchun membawa kita ke rumah terpencil dan merencanakan penyergapan?”

Lagi, Jiang Yuelou mengernyit. Bukan karena sindiran tajam itu, tetapi karena nada bicara Chen Yuzhi yang berubah. Seakan dia bukanlah pria lemah lembut yang ditolongnya malam itu.

“Yah, kuakui aku salah,” Yuelou tergagap, lumayan bingung. “Maafkan aku tentang itu. Namun, aku heran mengapa kau baru merasa kesal sekarang? Kukira itu agak terlambat.”

Chen Yuzhi menggertakan gigi.

“Baiklah. Kita lupakan Yu Tangchun, tapi aku tidak setuju kau begitu mudah percaya pada Zinning. Sejak awal, aku merasakan firasat buruk tehadap wanita itu.”

Jiang Yuelou tertegun, tak bisa meneliti ekspresi Chen Yuzhi karena pemuda itu membelakanginya. Jadi, ia hanya bisa menatap punggungnya yang kaku.

“Tidak perlu khawatir tentang Zinning lagi. Aku sudah menyuruhnya untuk menjauhiku, dan tidak melibatkan diri dalam masalah kita.”

“Benarkah?”

“Aku yakin dia tidak terlibat.”

“Kau membelanya? Tidak heran, dia sahabatmu.”

“Yuzhi,” desah Yuelou. “Bisakah tidak membahas ini lagi. Kita harus fokus pada tindakan selanjutnya. Kita akan pergi menjemput adikmu.”

“Kau benar,” Chen Yuzhi menyahut datar, memutar tubuhnya, berniat keluar kamar untuk menghindari perdebatan. Namun saat ia mendekati pintu, tangan Yuelou meraih pergelangan tangannya.

“Ekspresi apa ini? Aku mengharapkan wajah yang lebih manis,” protes Yuelou, wajahnya serius menatap tepat ke mata Chen Yuzhi.

“Kau ingin aku tersenyum? Baiklah … “ Chen Yuzhi memaksakan seulas senyum.

“Yuzhi, kau kesal padaku?” desis Yuelou.

“Aku tidak punya alasan untuk kesal padamu. Itu terdengar tidak tahu diri. Bagaimanapun kau adalah penolongku,” sahut Yuzhi datar, membalas tatapan Yuelou dengan sorot mata dingin.

Hening sejenak. Saat Yuzhi melirik Jiang Yuelou, dia memperhatikannya seperti elang, sorot mata spekulatif, mulutnya membentuk garis keras tanpa ekspresi. Untuk sesaat dia terlihat dingin dan jauh.

“Apa sebenarnya yang ingin kau katakan?” Suaranya terdengar bingung. “Aku merasa kau ingin menyampaikan sesuatu yang lain.”

“Tidak, hanya itu.” Chen Yuzhi meraih knob pintu kamar, bermaksud keluar dari sana untuk mencari udara yang lebih segar.

Apa masalahnya? Yuelou tersentak, panik oleh ketidak pahaman.

“Tolong, Yuzhi.” Lidahnya membelai nama itu dengan kaku sambil menahan pergelangan tangannya. Dia tidak tahu bahwa Yuzhi mulai panik oleh genggaman erat itu. Tiba-tiba, hampir tak bisa bernafas.

Chen Yuzhi berbalik perlahan menahan sesuatu yang bergemuruh dan mengamuk dalam dirinya. Dia mungkin bisa diam, tapi matanya berbicara banyak hal.

“Katakan apa masalahmu,” pinta Yuelou, tidak tahan dengan sikap sulit ini. Dia benci bertele-tele.

“Aku tidak suka melihat kedekatanmu dengan Zinning,” akhir Yuzhi menjawab jujur.

“Oke, itu terdengar konyol, kekanak-kanakan dan tidak fair, tapi---”

Berikutnya yang terjadi sangat di luar dugaan. Tiba-tiba Jiang Yuelou menariknya kuat dalam pelukannya dan mencuri ciuman pertamanya.

Dia menyukaiku, di sini, ia telah mengakuinya padaku dan juga pada diri sendiri. Aku tidak bisa menyembunyikan perasaanku lagi.

Yuelou bermonolog dalam hati selama beberapa detik ciuman yang menggetarkan. Setelah bibir mereka terpisah, keheningan yang tebal mendekap kuat. Yuzhi tidak sanggup menatap mata pemuda sembrono yang melakukan tindakan tidak sopan ini. Nyatanya, ia merasa panik dan malu. Wajah dan lehernya terlihat memerah. Ia tidak tahu apakah harus marah atau bahagia.

“Aku mencintaimu,” bisik Yuelou, menangkup wajah Chen Yuzhi dengan kedua telapak tangannya.

“Dan aku tahu, kau juga mencintaiku. Aku tak pernah merasakan hal seperti ini sebelumnya, jadi aku merasa ragu. Demikian juga dirimu.”

Tatapan mata keduanya terkunci, menyimpan banyak pertanyaan dan juga harapan.

“Tapi sekarang, semua sudah jelas, bukan?” tanya Yuelou sambil mengedipkan sebelah mata.

Chen Yuzhi hanya tersenyum, menunduk sekilas sebelum mengangkat wajahnya kembali untuk membalas tatapan mata Yuelou yang tajam. Ada keteguhan,  kelembutan, dan pesona yang mematikan di sana.

✨✨✨

Jiang Yuelou berasumsi bahwa polisi korup itu mungkin akan mengawasi pergerakannya. Tetapi dia memiliki keuntungan mengetahui beberapa jalan pintas dan jalur tersembunyi untuk mencapai distrik Kanal Merah, lingkungan tempat tinggal Chen Yuzhi. Dia tahu bagaimana berkeliling tanpa terdeteksi. Dia sering bermain petak umpet dan detektif ketika masih anak-anak dengan memaksa pelayan rumah menemaninya bermain.

Sore itu juga mereka berkendara di bawah langit berawan. Kecanggungan merayapi masing-masing setelah insiden di dalam kamar. Sudah sewajarnya hubungan mereka terasa ganjil sejak pernyataan cinta yang terucap dari Jiang Yuelou, maupun kekaguman terpendam dari Chen Yuzhi. Namun, sebagai seorang pria lugas dan tak tahan untuk terjebak emosi yang sulit berlama-lama, Yuelou mencoba bersikap wajar dan tidak membiarkan kecanggungan ini terus berlarut-larut.

“Jadi, menurutmu kita tidak perlu mencari Keying ke rumahmu?” tanya Yuelou santai.

“Aku selalu memberitahu adikku, jika sesuatu terjadi, dia harus datang ke rumah Bibi Wu.”

“Kau percaya padanya?”

“Dia sudah seperti orang tua kami sendiri,” tukas Chen Yuzhi, sangat tidak setuju dengan nada ragu dalam suara Yuelou.

“Hmmm, jika mereka sebaik dugaanmu. Seharusnya Keying aman,” Yuelou menimpali, suaranya masih setenang di awal.

“Hmm … “ Chen Yuzhi bergumam, melirik Yuelou sekilas sebelum kembali menatap jalan sepi dengan wajah cemberut. Sikap tenang Yuelou membuatnya iri. Sementara dirinya susah payah bersikap wajar sejak Yuelou mencuri ciuman pertamanya, Yuelou justru seperti tidak terpengaruh. Sejujurnya, sikap tenang itu sedikit melukainya. Apakah Yuelou terbiasa melakukan hal seperti itu bersama orang lain? Mengapa dia tidak gugup sama sekali?

“Ada apa?” tanya Yuelou tiba-tiba.

“Ya?”

“Kau menghela nafas berkali-kali. Jika masih merasa terganggu dengan kejadian di kamar, aku minta maaf.”

Yuzhi tertawa serak dan singkat. “Aku memikirkan Keying.”

Jiang Yuelou memiringkan mulutnya, mengangguk setuju. “Itu sikap yang baik dari seorang kakak, terutama setelah kau mendapatkan kembali ingatanmu yang sempat hilang. Aku senang mendengarnya. Singkirkan pemikiran yang tidak berguna dan fokus pada hal yang lebih penting.”

Jemari Chen Yuzhi terkepal di atas pahanya, sebisa mungkin ia mengalihkan tatapan ke luar kaca mobil dan tidak berani menatap ekspresi santai Yuelou. Tidak berguna katanya? Jadi, semacam pernyataan cinta dianggap Yuelou sebagai hal tidak penting. Dia bahkan tidak terlihat patah hati mengetahui bahwa dirinya memikirkan Keying alih-alih momen romantis yang terjadi tanpa diduga di antara mereka. Sepertinya Yuelou memang tipe pria yang tidak peka, tidak mementingkan emosi, dan lebih kepada pembuktian secara nyata. Memang figur yang bisa diandalkan.

“Aku harap dia sehat dan baik-baik saja,” gumam Chen Yuzhi, mulai membicarakan adiknya.

“Semoga begitu. Kau pasti khawatir orang-orang itu akan menyeret adikmu juga ke dalam pusaran masalah. Tetapi jangan khawatir, aku bersamamu.” Yuelou menepuk lembut paha Chen Yuzhi dalam sentuhan singkat, tetapi itu cukup untuk membuat pemuda di sisinya terperanjat.

“Yah, aku percaya padamu.”

“Uhm, aku senang mendengarnya. Namun setelah semua yang terjadi, aku ingin kau tidak percaya pada siapa pun. Lihat apa yang dialami Zinning,” Yuelou menyarankan hati-hati.

“Jadi aku pun tidak perlu terlalu mempercayaimu?” Yuzhi balas bertanya.

“Kecuali aku,” kekeh Yuelou, menoleh sekilas dan lagi-lagi mengedipkan sebelah mata pada Chen Yuzhi.

Pemuda itu merasakan jantung malangnya berdebar kencang. Sementara si pembuat kekacauan kembali mengalihkan tatapan ke jalan yang terbentang lurus di depan.

Ketika mereka tiba di distrik Kanal Merah dua jam kemudian, Jiang Yuelou tidak memarkir mobil di Mail Road dekat klinik Chen Yuzhi. Ada tempat yang lebih aman. Rumah Bibi Wu berada di ujung jalan terpisah satu blok. Chen Yuzhi menunjukkan di mana lokasi tepatnya.

Pasangan tua itu tinggal di sebuah rumah bergaya kuno dengan halaman  ditumbuhi pohon-pohon tua yang cabang-cabangnya hampir menjuntai ke tanah. Yuelou memarkir mobil di sana, sebagian besar tidak terlihat, lalu dia dan Chen Yuzhi berjalan cepat menuju pintu rumah. Pohon rindang dan suasana suram setelah matahari terbenam memberi mereka perlindungan.

Chen Yuzhi mengetuk pintu rumah dan tidak perlu menunggu lama, ia mendapati Bibi Wu berdiri di balik pintu yang terbuka.

“Dr. Chen! Ya Tuhan, kau kembali … “

Wanita tua itu menutup mulutnya dengan tangan. Riak di permukaan matanya cukup berbicara bahwa ia terpukau dengan kejutan ini.

“Bibi,” Chen Yuzhi balas menyapa, membungkuk hormat. “Bagaimana kabarmu? Apakah Keying bersamamu?”

“Tentu saja. Anak malang itu. Ah, silakan masuk.” Tatapan Bibi Wu tertuju pada Jiang Yuelou sesaat, ia mengernyit heran.

“Dia temanku,” Chen Yuzhi menjawab tanya di matanya.

“Begitu rupanya. Masuklah, aku akan memanggil Keying. Sudah berhari-hari dia murung dan tidak mau makan karena memikirkanmu.”

Wanita itu berjalan terseok-seok menuju ruangan lain dalam rumah tua itu. Dua pemuda kemudian duduk di kursi tamu yang berupa kursi kayu berukir dan dipernis hingga menguatkan aroma cat kayu baru.

“Jadi hanya teman?” bisik Jiang Yuelou sambil duduk.

Chen Yuzhi membalas dengan tawa.

Reuni mengharukan itu berlangsung di hadapan mata Jiang Yuelou. Karena ia terbiasa menonton adegan-adegan dramatis di ruang sidang, dan melihat terlalu banyak air mata, ia tidak bisa banyak bicara atau berekspresi. Tetapi dia mencoba bersikap ramah pada Chen Keying, dan menurutnya, anak perempuan itu sangat manis.

“Kau suka kucing?” dia bertanya pada Keying saat lebih santai sambil menikmati secangkir teh.

“Ya, kami pernah memilikinya di rumah. Sayangnya, sekarang kucing itu hilang.”

“Sayang sekali. Bagaimana jika aku membeli seekor kucing yang terbaik untuk kau pelihara?”

“Itu menyenangkan.” Sepasang mata Keying berbinar gembira.

“Aku akan membelinya esok hari atau mungkin sekarang juga. Tetapi … “ Yuelou mencoba menyampaikan maksudnya dengan lebih santai.

“Apa ada syaratnya?” tanya Keying curiga.

“Hmm, ya. Kau dan kakakmu harus ikut ke rumahku di Shanghai.”

Anak perempuan itu berganti-ganti menatap sang kakak dan teman barunya. Pelan tapi pasti, Chen Yuzhi memberinya anggukan.

“Kakak akan menjelaskan alasannya,” ia berkata. “Jangan khawatir, ini hanya untuk sementara.”

Keying memiliki banyak pertanyaan. Tapi sorot mata kakaknya yang serius tidak memberinya keberanian untuk bersikap sulit.

“Haruskah kita kembali sekarang juga?” tanya Chen Yuzhi.

“Itu lebih baik. Kita tidak bisa menjamin bahwa orang-orang Zhan Junbai tidak mengintai kita. Aku tidak ingin melibatkan Bibi Wu.”

Mereka tidak membuang waktu dengan menjelaskan hal-hal yang tidak akan dipahami oleh pasangan tua baik hati itu. Ketika Bibi Wu bertanya perihal kepergian Chen Yuzhi selama berhari-hari tanpa kabar berita, dokter muda itu hanya mengatakan bahwa ia terjebak bersama seorang pasien yang menderita penyakit serius dan harus menjaganya selama beberapa hari. Chen Keying tampak lebih curiga dibanding Bibi Wu, tapi dengan cepat ia melupakannya. Kepolosan di wajahnya kembali hanya dengan melihat senyuman sangat kakak.

Jiang Yuelou mengemudi kembali mobilnya selepas makan malam meninggalkan rumah di ujung jalan dan pasangan tua yang ramah tamah itu. Mereka tidak banyak bicara sepanjang jalan. Chen Yuzhi meminta Yuelou berhenti di rumahnya sebentar untuk membawa beberapa pakaian dan perlengkapan dirinya dan juga Keying. Tidak lama, hanya lima belas menit. Setelah itu mereka menderu kembali.

Sejauh ini aman. Jiang Yuelou menyipitkan mata pada spion, mencari di belakang satu atau dua kendaraan mencurigakan. Tetapi tidak ada yang perlu dikhawatirkan. Beberapa kali menghela nafas lega, akhirnya ia bisa lebih rileks. Meskipun begitu, Yuelou tetap mengambil jalur memutar melewati jalanan pinggir kota untuk menghindari siapa pun yang ingin mengejarnya. Perjalanan cukup lancar malam ini, bahkan langit pun bersahabat. Mereka hanya menemui gerimis rapat dalam waktu singkat sewaktu melintasi perbatasan distrik, dan selebihnya, tak ada rintangan yang berarti.

Penjaga gerbang mengangguk pada Yuelou ketika melebarkan pintu dan membiarkan mobil tuan mudanya lewat. Rumah Komisaris Bai masih terlihat menjulang dan sepi dengan pendar lampu teras cemerlang. Di sisi halaman, Yuelou melihat sebuah sedan hitam yang dia kenali sebagai milik pamannya. Dengan hati-hati, ia memarkirkan mobilnya di samping sedan hitam itu, mematikan mesin dan menoleh pada Chen Yuzhi di sampingnya yang duduk dengan wajah terheran-heran.

“Apakah pamanmu sudah pulang?” tanyanya, lumayan gugup. Ada kekhawatiran yang mencekiknya, tentang bagaimana reaksi pejabat kepolisian itu menerima kedatangan dua orang tamu asing dan sama sekali tidak diundang.

“Tidak perlu khawatir, aku akan bicara dengan paman.” Yuelou bisa menangkap kecemasan itu lewat sorot mata Chen Yuzhi.

“Ya. Aku harap Zhan Junbai tidak memiliki koneksi dengan pamanmu.”

“Sepertinya tidak.” Jiang Yuelou menggeleng dengan kening berkerut. “Bahkan aku baru mendengar nama San Ye ketika berada di Kota Seribu Lampu.”

Chen Yuzhi mengangguk.

“Ayo!” Jiang Yuelou mendorong pintu kemudi, sebelumnya ia sempat menoleh ke kursi belakang di mana Keying duduk meringkuk kedinginan.

“Kita sudah sampai, Nona kecil.” Seraya melemparkan senyuman.

 ✨✨✨

To be continued
Please vote and comment 💙

 

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro